OLEH: MUHAMMAD PLATO
Sekecil apapun jabatan manusia di muka bumi ini, dia telah diberi amanah oleh Allah. Dulu saya berpikir, jabatan itu adalah kedudukan yang ada di pemerintahan dengan gaji dan tunjangan. Dalam pikiran saya waktu itu, orang-orang yang menduduki jabatan adalah orang-orang yang memiliki posisi, berpangkat dan punya penghasilan.
Padahal jika kita kembali kepada hakikat hidup manusia di muka bumi ini, semua manusia sudah punya jabatan. Pelantikkannya sudah terjadi sebelum manusia dilahirkan. Pelantikan jabatan manusia telah terjadi di alam ruh, sebagaimana dijelaskan di dalam Al Qur'an.
Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh, (Al Ahzab, 33:72).
Mari kita renungkan ayat di atas. Perhatikan, penggalan kalimat dari ayat di atas, "lalu dipikullah amanat itu oleh manusia (wahamalahal insaan)". Inilah kata-kata pelantikan manusia sebagai pemegang jabatan di dunia. Pelantikannya langsung dari Allah. Inilah cara berpikir generalis yang bersumber dari Al Qur'an.
Jika beriman kepada kitab suci Al Qur'an, dan meyakini kebenaran yang ada di dalamnya, maka setiap jabatan yang diduduki manusia di muka bumi ini adalah jabatan dari Allah. Presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota, camat, lurah, RW, RT, semuanya jabatan dari Allah. Termasuk jabatan-jabatan di dunia pendidikan. Menteri, Dirjen, kepala bagian, kepala dinas, kepala bidang, kepala cabang wilayah, kepala sekolah, wakasek, staf, koordinator, wali kelas, guru, ketua osis, ketua MPK, ketua sanggar, ketua jurusan, dan ketua murid, anggota osis, anggota masyarakat, adalah jabatan dari Allah.
Mengapa semua jabatan yang ada di muka bumi ini dari Allah? Karena semua manusia sudah dilantik oleh Allah menjadi pemikul amanah. adapun berbagai macam kedudukan yang ada di muka bumi ini hanya sebagai berbagi peran untuk berjalannya sebuah sistem kehidupan. Jabatan tertinggi yang diduduki manusia adalah Nabi, dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad.
PESAN PENTING!
Dalam pemikiran generalis, jabatan dihadapan Allah tidak dilihat dari berapa penghasilan dan tunjangan yang didapatkan dari jabatan tersebut. Jabatan tertinggi yaitu nabi, tidak ada gaji dan tunjangannya. Gaji dan tunjangan dikenal kemudian. Jadi, tidak berarti sebuah jabatan harus dilengkapi dengan gaji dan tunjangan. Jadi, sebuah jabatan ada gaji dan tunjangannya maupun tidak, sama-sama akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
Bisa jadi kelak, orang-orang yang menduduki jabatan dengan gaji dan tunjangan bebas dari hisab, karena selama di dunia dia terus mendapat caci maki dan fitnah. Untuk itu, bisa jadi para pejabat yang mendapat gaji dan tunjanangan itu selalu refleksi diri, bertobat dan memohon ampunan kepada Allah siang dan malam, karena takut dosanya tidak terampuni.
Sebaliknya bisa jadi, orang-orang yang tidak merasa punya jabatan karena tidak memiliki gaji dan tunjangan, sibuk memaki, dan mencari-cari kesalahan orang. Dia lupa diri bahwa jabatan itu melekat pada setiap diri manusia. Serendah apapun jabatan di muka bumi ini, dia sudah dilantik oleh Allah. Bisa jadi jabatan-jabatan yang tidak bergaji dan tunjanganlah yang akan menggiring orang-orang ke neraka.
Menjadi ketua organisasi sosial, menjadi ketua LSM, menjadi kepala keluarga, ketua osis, ketua kelas, ketua karang taruna, ketua DKM, ketua atau anggota osis, anggota organisasi profesi, dan anggota masyarakat, itulah sebagai kecil contoh jabatan yang tidak ada gaji dan tunjangannya. Jabatan ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang tidak peduli dam mau mengevaluasi kinerja jabatan ini.
Jabatan-jabatan berbahaya itu adalah jabatan yang tidak ada gaji dan tunjangannya. Jabatan tanpa gaji dan tunjangan itulah yang membuat manusia lupa diri, tidak ada yang mengontrol kecuali dirinya sendiri. Akibat tidak ada kontrol, manusia sering lupa diri, kritis ke luar dirinya tetapi tumpul ke dalam dirinya. Orang yang lupa diri, prilakunya cenderung melampaui batas. Dia juga merasa tidak punya kekurangan dan dosa sehingga sering lalai dalam mengingat dan memohon ampunan dari Allah.
Bisa jadi kelak di akhirat, orang-orang yang punya jabatan dengan gaji dan tunjangan mendapat ampunan dari Allah karena selalu dikritisi dari luar dan selalu melakukan refleksi diri memohon ampunan kepada Tuhannya. Sebaliknya mereka yang punya jabatan tanpa gaji dan tunjangan, merasa tidak punya jabatan sehingga terlalu fokus melihat keburukan jabatan orang lain. Mereka lupa bahwa semua manusia sudah punya jabatan, bergaji dan bertunjangan atau tidak, dia akan diadili untuk apa jabatannya digunakan?
Ketika jadi presiden, gubernur, bupati, wali kota, camat, kepala dinas, kepala sekolah, orang bisa jadi bebas mendapat ampunan dari Allah. Namun jangan lupa bisa jadi ketika kita jadi ketua karang taruna, ketua osis, ketua murid, ketua LSM, ketua DKM, kepala keluarga, malah jadi penghambat kita masuk surga.
Sesungguhnya jabatan itu datang dari Allah. Apapun posisi kita di dunia semuanya dari Allah, dan harus dilaksanakan dengan amanah. Kelak, bisa jadi seorang presiden divonis masuk neraka tapi bisa selamat masuk surga karena amanah ketika menjadi ketua osis di sekolah atau ketua karang taruna di masyarakat. Wallahu'alam.