OLEH: MUHAMMAD PLATO
Dunia tidak habis-habisnya
menyajikan kisah dengan fenomena beda-beda. Di suatu negara terjadi fenomena
kerumuman, desak-desakkan dan antrian panjang untuk sekedar mendapat dua bungkus
minyak goreng. Di belahan dunia lain, terjadi perang akibat konflik antar dua
negara karena berbeda tujuan dan latarbelakang. Dua fenomena ini terjadi
setelah dunia dilanda oleh penyakit aneh covid-19. Penyakit ini baru diketahui
setelah melalui tes, jika tidak di tes maka penyakit itu akan menjadi penyakit
alamiah yang harus diobati. Berbagai isu yang tidak pernah pasti mengatakan penyakit
ini dibuat secara sengaja dengan tujuan-tujuan duniawi.
Faktanya selama dua tahun
virus Covid-19 telah menjadi tuhan sebagian besar orang. Prilaku manusia di
seluruh dunia, ditentukan grafik penyebaran virus Covid-19. Keluar rumah dan keluar
rumah, berkerumun dan tidak boleh berkerumun, kapan sekolah tatap muka dan
kapan berlajar online, menunggu pergerakkan virus Covid-19. Orang yang sangat
ketergantungan pada selain Tuhan, setiap kejadian akan berubah jadi
kekhawatiran. Inilah sebenarnya pelajaran bahwa tidak boleh ada sesuatu tempat
bergantung selain Allah. Setiap fenomena kehidupan memiliki makna pelajaran tentang
apa yang diyakini manusia.
Selanjutnya, perang terbuka,
kerumunan dan antri minyak goreng adalah dua fenomena yang sebabnya sama, yaitu
manusia telah dikendalikan oleh tuhan-tuhan selain Allah. Kemana manusia
bergantung, maka kesanalah manusia bertuhan. Ketergantungan manusia kepada
sesuatu, menjadi sebab prilaku manusia dikendalikan oleh apa yang dijadikannya
tempat bergantung. Kerumunan, antrian panjang, desak-desakkan untuk mendapat
dua kantong minyak goreng adalah pemandangan mengerikan. Fenomena antrian dan
desak-desakan berebut dua bungkus minyak goreng menjadi tanda bahwa minyak
goreng telah menjadi pengendali prilaku manusia. Atas dasar apa manusia bertindak
kesanalah dia bertuhan.
Fenomena kerumunan dan
antrian mendapatkan minyak goreng adalah tanda ketika manusia bertuhan kepada
selain Tuhan, maka tuhan-tuhan yang menjadi pengendali manusia itu menyebabkan
prilaku-prilaku destruktif yang akan membawa kebinasaan umat manusia. “Janganlah
kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu
dikembalikan (Al Qashshas, 28:88). Prilaku-prilaku manusia yang telah
bergantung pada selain Tuhan, mereka akan sangat cenderung pada prilaku
destruktif dan agresif, mereka sangat bernafsu perang. Sebaliknya prilaku
destruktif manusia yang tergantung pada selain Tuhan mereka lemah, energinya
dialirkan untuk berebut, berdesak-desakkan, antri dari subuh hanya urusan isi
perut. Prilakunya dikendalikan oleh hanya sekedar minyak goreng, tempe, beras, semuanya
urusan perut.
“Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (Al Ikhlash, 112:2). Sangat
tidak mungkin jika manusia bergantung pada Tuhan, minyak goreng menjadi
pengendali prilaku manusia. Ciri dari
manusia-manusia bergantung pada Tuhan adalah sabar. Prilaku sabar bukan pekerjaan pasif.
Makna sabar seperti Erich Fromm menjelaskan harapan bermakna dinamis. Sabar
berkaitan dengan makna kreatif (syukur).
Dikala minyak goreng langka bagi orang-orang yang bergantung pada Tuhan, sikap
pertama adalah sabar selanjutnya kreatif mencari alternatif untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Kelangkaan minyak goreng sifatnya sementara, mencari
alternatif selain minyak goreng adalah pelajaran dari sebuah kajadian agar
manusia tidak ketergantungan pada sebuah benda.