Sunday, August 25, 2024

AGAMA MELATIH BERPIKIR KRITIS

Oleh: Muhammad Plato

Ajaran Islam yang bersumber kepada Al Quran, melatih manusia untuk berpikir kritis. Orang-orang yang mengajarkan agama dengan doktrin, dia tidak berpedoman kepada Al Quran. 

Sekalipun Allah menyatakan dirinya Esa, tetapi dalam proses pengajaran Allah memrintahkan kepada umat manusia untuk berpikir. Kebenaran yang dipaksakan tidak akan melahirkan manusia-manusia cerdas.

Allah tidak memaksa semua manusia untuk beriman bahwa Allah esa, tetapi Allah mengajak kepada manusia untuk berpikir, "mengapa Allah harus esa?".

Ketika agama diajarkan dengan doktrin, lama-lama keimanan manusia akan bergeser bukan kepada Tuhan, tetapi kepada manusia. Sebaliknya, ketika agama diajarkan dengan melatih kemampuan berpikir, lama kelamaan manusia akan menjadikan dirinya Tuhan.

Melatih kemampuan berpikir kritis yaitu mengajarkan kepada manusia terus berdiskusi untuk mengklasifikasi ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al Quran. Di dalam Al Quran ada ajaran yang baku dan ada yang butuh pemikiran lebih lanjut sesuai dengan kondisi zaman.

Dalam Al Quran, Allah menyatakan dirinya esa, dan tidak tergantung pada makhluk. Siapa yang menduakan Tuhan, maka itu bukan ajaran dari Allah. Inilah kebakuan yang diajarkan Allah.

"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (Al Ikhlash, 112:1-4).

Selanjutnya, manusia diajak untuk berpikir menemukan argumen-argumen untuk menemukan kebakuan bahwa Allah Esa. Allah memerintahkan kepada manusia untuk berpikir, meneliti fenomena-fenomena yang terjadi di alam untuk menemukan kebakuan bahwa Allah esa dan tidak setara dengan makhluk.

Manusia yang berpikir kritis akan menemukan, dalam setiap fenomena kehidupan di alam, akan selalu ada ruang yang tidak bisa diketahuinya. Sekedar apa yang terjadi pada hari esok manusia tidak mengetahuinya. 

Semakin jauh berpikir ke depan manusia semakin tidak tahu apa yang terjadi di masa depan. Semakin jauh berpikir ke belakang manusia tidak akan mengetahui apa yang telah terjadi di masa lalu. 

Semakin tinggi terbang ke ruang angkasa, semakin tinggi ruang angkasa yang harus di daki. Semakin dalam lautan diselami, semakin misterius berapa dalamnya lautan.

Semakin kecil makhluk ditemukan, semakin kecil manusia mampu mengetahui makhluk terkecil. Semakin besar alam semesta yang diketahui, semakin besar alam semesta yang tidak dikeahui. 

Manusia berpikir kritis, selalu menemukan betapa terbatasnya pengetahuan manusia karena dibatasi oleh ruang dan waktu. Pengetahuan dan pemikiran manusia selalu terbatas dibanding dengan pengetahuan Allah.

Karakter manusia beprikir kritis, dia selalu memosisikan dirinya sebatas penyampai pengetahuan dari pengetahuan yang telah diberikan Allah pada dirinya. Sifat rendah hati, rasa hormat pada setiap manusia, menjadi ciri karakter orang berpikir kritis. 

Karakter manusia berpikir kritis telah Allah contohkan pada diri Nabi Muhammad. Dalam kisah Al Quran, hadis, dan sejarah hidup Nabi Muhammad, banyak digambarkan Beliau sebagai sosok toleran, cinta damai, adil dalam mengambil keputusan, dermawan, menghargai hak-hak manusia, hewan, dan alam. 

Nabi Muhammad tidak pernah mengklaim dirinya pemilik kebenaran, tetapi mengikuti perintah Allah dalam Al Quran. Nabi Muhammad sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.

"agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya," (Huud, 11:2).

Allah memerintahkan pada manusia untuk berpikir kritis, untuk membedakan mana ajaran dari Allah dan mana ajaran dari manusia yang mengada-ngadakan kebenaran? Manusia yang mengajarkan kebenaran hanya menyampaikan kebenaran dari Allah dengan pengajaran mengajak manusia untuk terus berpikir kritis dengan melakukan refleksi diri.***

Wednesday, August 14, 2024

KARAKTER PEMBACA KITAB ALLAH

Oleh: Muhammad Plato

Di era teknologi informasi kita sering menyaksikan, para konten kreator membagi-bagikan uang. Lalu muncul tanggapan beragam. Orang menilai tindakan itu sebagai perbuatan riya karena sengaja memperlihatkan kebaikan di media sosial.

Sebenarnya memperlihatkan kebaikan kepada orang lain sengaja atau tidak, kita tidak bisa menyimpulkan apakah perbuatan itu riya atau tidak. Namun kebanyak orang menganggap perbuatan itu riya.

Menyembunyikan atau menampakkan sedekah yang dilakukan sebenarnya bukan terletak pada perbuatannya. Untuk memahaminya mari kita pahami dari isi ayat Al Quran di bawah ini. 

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi," (Faathir, 35:29).

Karakter orang yang membaca kitab Allah, dia mendirikan shalat dan manafkahkan sebagian rezeki yang Allah anugerahkan. Karakter ini menjadi pembeda dari orang-orang yang beriman kepada kitab Allah. 

Karakter orang yang membaca kitab Allah, menafkahkan hartanya secara diam-diam atau terang-terangan. Diam-diam dan terangan-terangan bukan dalam arti perbuatannya, tetapi dalam arti niatnya. 

Sesungguhnya Allah menilai perbuatan orang bukan dari perbuatan fisik yang terlihat tetapi dari niat-niat yang terkandung di dalam hatinya. Sesungguhnya sedekah orang-orang beriman tidak memperhatikan penglihatan manusia secara fisik tapi memperhatikan penglihatan Allah yang menilai hati setiap orang.

Seandainya orang-orang yang diberi kitab Allah, taat dan menjaga dua karakter ini, maka dunia akan jadi tempat damai dan sejahtera. Sesungguhnya Allah melimpahkan anugerah kedamaian dan kesejahteraan di muka bumi ini dengan melahirkan manusia-manusia berkarakter Allah.***


 

Sunday, August 11, 2024

BAHAYA KECERDASAN INTELEKTUAL

Oleh: Muhammad Plato

Intelektualitas adalah kecerdasan otak manusia dalam berpikir. Setiap manusia punya kecerdasan intelektual karena setiap manusia dilengkapi akal. Intelektualitas sering dikatikan dengan kemampuan akal dalam berpikir kritis, logis, kreatif, dan imajinatif.

Kemampuan berpikir imajinatif merupakan kemampuan berpikir paling tinggi. Pada tahap berpikir imajinatif manusia diajak untuk mengenal siapa Tuhannya. Kecerdasan intelektual berbahaya jika dikendalikan oleh sifat-sifat fujur yang ada pada diri manusia.

Namun di dalam Al Quran, manusia yang tidak punya kecerdasan intelektual diancam jadi penghuni neraka. Maka, ketika Allah memperingatkan untuk memperhatikan sebuah kejadian, Allah selalu bertanya kepada manusia, apakah kamu tidak berpikir?

Kecerdasan intelektual adalah sesuatu yang normal dan biasa-biasa saja dimiliki manusia. Kecerdasan intelektual merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan kecerdasan intelektual manusia bisa mengolah kekayaan alam menjadi jalan manusia hidup sejahtera di dunia dan akhirat.

Selain kecerdasan akal atau intelektual, manusia diberi dua naluri yaitu fujur dan takwa. Naluri fujur berkaitan dengan sifat-sifat perusak, egois, serakah,  dan naluri takwa berkaitan dengan sifat-sifat pemelihara, mengalah, dermawan. Intelektualitas manusia di dorong oleh dua naluri ini. Dua dorongan naluri ini menjadi sifat yang ada dalam hati manusia. 

"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (Asy Syams, 91:8-10).

Konflik yang terjadi antar sesama manusia disebabkan konflik antar dua naluri manusia. Jika dua kelompok manusia berkonflik sesungguhnya konflik antara dua sifat manusia yaitu fujur dan takwa. Kecenderungan intelektualitas manusia dikendalikan oleh dominasi sifat fujur atau takwa.

Menjaga keseimbangan sifat fujur dan takwa menjadi tanggung jawab intelelektual manusia. Kecerdasan intelelektual bisa jadi berbahaya ketika kendalinya di dominasi sifat-sifat fujur. Kecerdasan intelektual yang didominasi sifat fujur akan digunakan untuk merusak kedamaian dan kesejahteraan hidup manusia.

Perang Palestina dengan Israel adalah representasi pertarungan antara dua sifat manusia. Dibutuhkan kecerdasan intelektual tinggi untuk menganalisis kelompok manusia mana yang cenderung intelektualnya dikendalikan oleh sifat-sifat fujur manusia. 

Allah memberi peringatan bahwa manusia-manusia yang intelektualnya dikendalikan oleh sifat fujur, maka dia bertindak berlebihan atau melampaui batas. Manusia yang terlalu dikendalikan oleh sifat-sifat fujurnya, Allah beri contoh kisah-kisah di masa lalu antar lain kisah Fir'aun dengan Nabi Musa.

Kisah Fir'aun membunuh semua bayi laki-laki yang lahir merupakan prilaku berlebihan. Kisah orang Arab mengubur hidup-hidup anak perempuan adalah prilaku berlebihan. Saat ini, kisah Genosida dan pembumihangusan infrastruktur dan penduduk Palestina bayi, perempuan, orang tua oleh Israel adalah prilaku berlebihan.

Kecerdasan intelektual manusia butuh pedoman dan bimbingan. Pedoman Allah kepada manusia adalah "membaca atas nama Tuhan". Membaca atas nama Tuhan, artinya setiap manusia harus membaca dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Tuhan yang lebih senang dikenal sebagai pemelihara, pengasih, penyayang, dan menganjurkan hidup damai sejahtera di dunia dan akhirat.***