Oleh: MUHAMMAD PLATO
Penulis berpendapat kesadaran tertinggi manusia adalah ketika manusia sadar bahwa dirinya adalah hamba Tuhan. Dia punya tanggung jawab kepada Tuhannya untuk hidup menjadi orang baik dihadapan Tuhan, dan bermanfaat untuk umat manusia.
Dalam penjelasan ilmiah, kesadaran adalah kemampuan mental atau keadaran pikiran yang memungkinkan seseorang untuk menyadari dan memahami dirinya sendiri, lingkungan sekitarnya dan pengalaman yang sedang dialaminya. Kesadaran melibatkan kesadaran akan hal-hal seperti pikiran, emosi, persepsi, sensasi, dan keadaan fisik.
Dalam konteks ilmiah, kesadaran masih menjadi topik yang kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Ada banyak teori dan pendekatan yang berbeda dalam studi kesadaran, termasuk bidang seperti neurosains, psikologis, dan filsafat. Artinya, teori apa yang dimaksud dengan kesadaran masih terbuka untuk didiskusikan. Masalah mana yang benar terkait pengertian kesadaran, tidak ada legitimasi meyakinkan mana yang benar terkait dengan definisi kesadaran.
Untuk itu semua orang memiliki peluang untuk berpikir mengembangkan konsep kesadaran yang dianggap benar menurut pendapatnya. Selanjutnya setiap orang akan mengamini sesuai dengan kapasitas pengetahuan dan kesamaan visi yang dimilikinya.
Hemat penulis kesadaran adalah kesadaran manusia terbagi menjadi dua, kesadaran diri tentang keberadaan diri dan lingkungannya, dan kesadaran keberadaan diri sebagai abdi Tuhan. Kesadaran yang dibangun atas dasar kesadaran diri di lingkungannya. Dalam situasi dikotomi pemikiran sekuler, kesadaran manusia sebagai abdi Tuhan, tidak dijadikan sebagai dasar pembentuk kesadaran manusia. Kesadaran manusia sebagai abdi Tuhan dianggap sebagai cara pemikiran yang tidak rasional dan cenderung dianggap pemikiran sebagai produk doktrin.
Padahal diakui atau tidak, kehidupan manusia di dunia dari dulu hingga sekarang masih misteri. Orang-orang yang berpendapat setelah kehidupan tidak ada kehidupan, dan yang berpendapat setelah kehidupan ada kehidupan, dua pendapat ini tidak dapat membuktikan kebenarannya saat ini. Maka keputusan kembali kepada pribadi masing-masing.
Saya punya sudut pandang, jika saya berpendapat tidak ada kehidupan setelah kematian secara material tidak ada yang dirugikan. Demikian juga jika saya berpendapat setelah kematian ada kehidupan juga tidak ada yang dirugikan secara material. Jadi kalau berpendapat setelah kematian ada kehidupan atau setelah kematian tidak ada kehidupan, tidak ada efek secara material pada kehidupan kita saat itu.
Namun demikian, jika kita ajukan pertanyaan apa bedanya antara manusia yang percaya Tuhan dengan manusia yang tidak percaya Tuhan? Untuk menjawabnya kita harus punya ukuran yang membedakannya, misalnya ukuran perbedaannya terkait dengan kehidupan moral di masyarakat.
Asumsi sementara, orang-orang yang percaya Tuhan, dalam kehidupan masyarakat akan memiliki kualitas moral tinggi. Serendah-rendahnya, orang-orang yang punya kepercayaan pada Tuhan hidupnya punya moralitas. Ukuran moralitas orang yang sadar sebagai hamba Tuhan, dia punya rasa takut, punya perhitungan, bahwa setelah kematian perbuatan selama hidupnya akan diadili kelak diakhirat dihadapan Tuhan. Sejelek-jeleknya prilaku orang yang percaya Tuhan, dia masih punya pertimbangan moral, karena perhitungan hidupnya sampai ke akhirat. Cara berpikir seperti ini tidak dimiliki oleh orang-orang yang tidak percaya Tuhan atau mereka yang sekuler yang hanya melihat kebenaran dari pembuktian secara fisik.
Dari sudut pandang ilmu logika tuhan, kesadaran manusia bukan hanya sebatas sadar tentang keberadaan diri dan lingkungannya, tetapi kesadaran tentang dirinya sebagai hamba Tuhan. Manusia-manusia yang sadar bahwa dirinya hamba Tuhan, akan berusaha hidup sebagai Tuhan perintahkan yaitu untuk menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.***
No comments:
Post a Comment