Oleh: Muhammad Plato
Jika orang memandang Huntington sebagai provokator penyebar konflik antar bangsa dan agama, sebenarnya tergantung bagaimana kita menyikapinya. Seandainnya kita tetap berpegang pada sikap positif thinking, argumentasi-argumentasi yang diekmukakan Huntington (2002) dalam bukunya The Class of Civilization and The Remarking of World Order bisa menjadi motivator dan pencerahan bagi umat untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam kehidupan mendatang.
Jika di teliti, data-data perkembangan agama Islam yang dikemukakan Huntington (2002) telah membuka wawasan, bahwa umat Islam sedang menggeliat, memberi warna dan pengaruh terhadap peradaban dunia. Dari luas wilayah dunia sekitar 52,5 juta mil tidak termasuk Antartica, wilayah dunia Islam mengalami perluasan dari 1,8 juta mil pada tahun 1920 menjadi lebih dari 11 juta mil pada tahun 1993. Demikian juga, jumlah penduduk dunia yang memeluk agama Islam mengalami kenaikan dramatis dari 12,4% di tahun 1900-an mengalami peningkatan menjadi 19,2% di tahun 2000-an, dan diperkirakan akan mengalami kenaikan sampai 30% dari seluruh penduduk dunia di tahun 2025.
Kenyataan ini membuat kita tersadar bahwa agama Islam yang selama ini di deskreditkan sebagai agama kuno, ketinggalan zaman, dan penyebar teror, jauh di luar pengetahuan umatnya memiliki daya pikat yang luar biasa bagi masyarakat dunia untuk memeluknya. Tidak sedikit para orientalis yang intens mempelajari tentang Islam, mereka menemukan bahwa ajaran Islam bersifat universal dan mengajak umat manusia kepada hidup yang lebih berperadaban (civil society).
Huntington berpendapat bahwa kenaikan jumlah pemeluk agama Islam lebih besar disebabkan oleh faktor reproduksi, mengingat sebagian besar panganut agama Islam terdapat di negara-negara berkembang yang memiliki produktivitas atau pertambahan penduduk tinggi. Pendapat tersebut masuk akal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa kesadaran dan meningkatnya jumlah penganut agama Islam di seluruh dunia disebabkan oleh faktor konversi agama karena ketertarikan pada ajaran-ajaran Islam yang universal menuju masyarakat berperadaban. Kemungkinan ini dijelaskan oleh pemikir dari Austria yaitu Leopold Weiss (1977) dan filosof dari Inggris George Bernard Shaw yang berpendapat, the future religion of the educated, cultural and enlighted people, will be Islam (di masa depan agama yang akan dianut oleh masyarakat berperadaban adalah Islam).
Namun, kenyataan ini bukan untuk dijadikan sebagai kebanggaan, kesombongan, atau arogansi kelompok atau golongan. Ujian demi ujian akan terus dihadapi oleh umat Islam. Ujian tersebut adalah bagaimana membuktikan komitmen kepada dunia bahwa kebangkitan agama Islam tidak akan menjadi ancaman bagi umat di seluruh dunia. Bagi umat Islam, “Barang siapa membunuh tanpa sebab sama dengan membunuh seluruh umat manusia” adalah komitmen yang harus dipegang teguh sebagai penghormatan umat Islam terhadap hak asasi manusia. Sebagaimana sudah dicontohkan, pada saat ribuan pasukan muslimin memasuki Mekkah di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW beliau berpesan “tidak ada sedikitpun darah yang tertumpah, Islam datang dengan damai semua penduduk Mekkah (musyrikin) di jamin hak-hak nya”. Tidak ada sedikitpun rasa balas dendam padahal selama 13 tahun Nabi Muhammad SAW dihujat, dilukai, dimusuhi, diboikot, bahkan hendak dibunuh oleh orang-orang musyrik Mekkah. Sungguh dalam diri Muhammad SAW terdapat pribadi yang agung. Kepribadian semacam inilah yang seharusnya dikembangkan dalam diri umat Islam di masa mendatang. Sikap ini setidaknya dapat mematahkan semua tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang (kekerasan).
Pertentangan dan bantah-bantahan dalam hal ibadah ritual, seperti perbedaan penentuan mulai dan berakhirnya puasa Ramadhan sudah saatnya tidak dibesar-besarkan, mulailah berbenah diri untuk memperbaiki ibadah-ibadah operasional yang sesungguhnya memiliki korelasi dengan ibadah-ibadah ritual. Contoh dalam ibadah puasa Ramadhan, hal terpenting yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari adalah jangan sampai secara ritual di bulan Ramadhan kita bisa berpuasa dari barang halal, tetapi selepas Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa berpuasa dari barang haram. Pada tahap operasionalnya selama 12 bulan kita harus berpuasa dari barang-barang yang haram. Kebangkitan umat Islam tidak akan berjalan mulus jika melulu berbicara ibadah ritual tanpa korelasi dengan ibadah operasional.
Selain itu, untuk menjaga kerukunan umat dan citra Islam di mata dunia Internasional, hendaknya dikedepankan sikap toleransi sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur’an. Sikap ini hendaknya dipahami benar sebagai bagian dari ajaran agama. Perbedaan dan silang pendapat harus betul-betul diwujudkan sebagai rahmat. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengedepankan sikap toleransi dan membuka ruang komunikasi seluas-luasnya. Mengklaim satu pendapat sebagai kebenaran adalah prilaku egois yang akan menimbulkan pertentangan atau konflik, dan justru akan menimbulkan perpecahan.
Dorongan dan kekuatan bagi umat Islam untuk bersikap toleransi dan saling menghargai dapat kita temukan maknanya dalam sebuah ayat Al-Qur’an, “Hai anak-anak ku janganlah kamu masuk dari satu pintu saja (ke dalam negeri Mesir), dan masuklah melalui beberapa pintu (Yusuf:67). Mintaredja (1971) seorang tokoh Muhamadyah berpendapat, jika direnungkan ayat ini mengandung makna , “There are so many ways that lead to Rome”. Arti luasnya kita harus tetap santun dalam menyampaikan kebenaran, dalam berbagai cara agar tidak menjadi bahan perpecahan.
Dalam kehidupan masyarakat Ibn Qajjim, menceritakan contoh sikap toleransi Nabi Muhammad SAW yang suatu ketika mendapat kunjungan pemuka agama Nasrani. Para pemuka agama tersebut dijamu dan menginap beberapa hari untuk berdiskusi. Sampai suatu hari di mana pemuka Nasrani harus melaksanakan ibadahnya, maka Nabi mempersilahkan mereka beribadah di masjid (ada juga yang mengatakan di rumah Nabi). Inilah sikap Rasulullah yang simpatik dan toleran, sekalipun terhadap agama lain. Hal ini mengukuhkan bahwa agama Islam dan Nabi Muhammad SAW diutus bukan untuk umat Islam saja melainkan untuk seluruh alam. “Wamaa arsalnaka illa rachmatan lil ‘alamin”, artinya Aku menurunkan engkau, hai Muhammad, untuk menyeru sekalian alam. Mari kita akhiri, berbantah-bantah dan saling mencurigai, kita buktikan bahwa agama membawa manusia kepada kedamaian dan kesejahteraan hidup manusia dunia dan akhirat.
Saatnya, menjadikan agama sebagai “obat kuat” bukan “rokok” atau “candu” yang membius para penikmatnya sampai lupa kehidupan harmonis bermasyarakat. Agama harus menjadi “penggerak” bagi kemajuan dan berperan dalam mengatur kehidupan kontemporer. Sebagai obat kuat, agama adalah motivator untuk melakukan perubahan-perubahan sosial. Nilai ajaran agama harus menjadi pendorong umat dalam mendemonstrasikan perbuatan-perbuatan positif, yang bermanfaat bagi semua golongan, bagi seluruh bangsa, umat manusia dan seluruh alam. Sebagaimana menurut para ahli psikologi agama, motivasi yang didasari oleh nilai-nilai agama memiliki kekuatan yang maha dahsyat dibandingkan motivasi non agama.
Kemiskinan, kebodohan, kemalasan, indisipliner, jam karet, budaya korupsi, suap, ingkar janji, dan inkonsistensi yang seolah-olah menjadi cermin umat Islam Indonesia, harus betul-betul kita perangi dan diharamkan. Apakah krisis ekonomi yang tidak kunjung berakhir, bencana alam yang terus menghantam, kerusuhan sosial yang tidak berkesudahan belum cukup menjadi sebuah peringatan? Masihkah kita akan bergelut dalam kubangan lumpur kemiskinan, keterpurukkan, ketidakberdayaan dan dilecehkan?
Ajaran Islam mendorong umatnya untuk selalu berdzikir, berpikir dan berbuat untuk melakukan perubahan, karena Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum tanpa kaum itu sendiri yang mengubahnya. Dalam Islam, orang yang bekerja keras mencari nafkah halal lebih baik dari mereka yang melakukan ibadah sholat 1000 rakaat. Orang yang beriman dengan menggunakan ilmu lebih baik dari pada orang beriman hanya mengikuti kebiasaan leluhurnya. Islam melarang umatnya miskin, karena miskin lebih dekat kepada kekufuran. Islam menganjurkan umatnya disiplin, karena ketidakdisiplinan telah menjadikan umat Islam kalah di perang Uhud sekali pun perang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Islam meninggikan derajat orang-orang jujur karena Nabi Muhammad SAW terpilih menjadi Nabi karena kejujurannya. Ajaran-ajaran semacam inilah yang harus disebarkan kepada umat Islam, sebagai “obat kuat” untuk menyongsong kebangkitan peradaban dunia, menuju kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dan seluruh alam. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment