OLEH: MUHAMMAD PLATO
Ciri umum dari negara demokrasi adalah melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Salah satu pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah rakyat terlibat dalam pemilihan umum (pemilu). Metode pemilihan umum secara garis besar dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk empat besar dunia, memberlakukan pemilu secara langsung.
Demokrasi bukan barang baru dalam dunia muslim. Nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, perdamaian, adalah misi dari tujuan bagi kaum muslimin. Misi dapat dicapai salah satunya dengan mendorong para calon pemimpin yang berkualitas tampil. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, kepemimpinan dilanjutkan para sahabat. Proses peralihan kepemimpinan pada masa empat sahabat tidak ada kebakuan. Dari fakta ini disimpulkan bahwa dalam Islam tidak mengenal sistem peralihan kepemimpian yang baku.
Pemilihan secara langsung untuk memilih pemimpin, bukan satu satunya cara baku dalam memilih pemimpin. Sependapat dengan Alexander Hamilton, pada intinya pemilihan adalah alat penyaringan Pemilahan dilakukan dengan tujuan jangan sampai kepemimpinan jatuh di tangan orang-orang yang tidak layak jadi pemimpin. (Levitsky & Ziblatt, 2019).
Ada benarnya pendapat Hamilton, "pemilihan langsung seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang paling mampu menganalisis kualitas yang cocok untuk jabatan, dan bertindak dalam kondisi yang bagus untuk berpikir, dan kombinasi bijak segala alasan dan dorongan yang tepat untuk mengarahkan mereka." Dengan cara demikian kepemimpinan jarang jatuh ke tangan orang yang tidak memiliki kecakapan yang diperlukan. Orang-orang dengan bakat intrik dan sekedar populer bakal tersingkir.
Namun demikian, pemilahan langsung atau tidak langsung sebenarnya memiliki peluang melahirkan pemimpin berkualitas dan tidak berkualitas tampil. Jadi tujuan demokrasi yang paling dasar adalah bukan melahirkan pemimpin berkualitas tapi melahirkan rakyat berkualitas. Dalam negara demokrasi pendidikan harus jadi panglima, karena dari dunia pendidikan akan lahir rakyat rakyat berkualitas.
Para pemimpin yang tampil dalam negara demokrasi, merupakan cerminan dari kualitas rakyat yang memilihnya. Dalam alam demokrasi, kebijakan pemerintah harus tetap konsisten dan fokus dalam memberikan layanan pendidikan berkualitas pada rakyat. Negara yang damai, sejahtera, dapat diwujudkan oleh sistem demokrasi melalui keberpihakkan negara pada jaminan rakyat bisa mengakses pendidikan berkualitas.
Ahli ilmu politik terkemuka Juan Linz mengembangkan empat set berisi tanda peringatan yang dapat membantu masyarakat membantu mengenali tokoh otoriter. 1) menola aturan main demokrasi, dengan kata-kata atau perbuatan. 2) menyangkal legitimasi lawan. 3) meneloransi atau menyerukan kekerasan. 4) menunjukkan kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan, termasuk media. (Levitsky & Ziblatt, 2019).
Berikut beberapa contoh pertanyaan untuk menilai para politikus dengan empat faktor. Apakah mereka menolak konstitusi atau menunjukkan kesediaannya untuk melanggar? Apakah mereka menyebut lawan sebagai pelaku makar, atau menentang tatanan konstitusi yang ada? Apakah mereka punya hubungan dengan pasukan milisi, gerilyawan bersenjata? Apakah mereka mendukung hukum atau kebijakan yang membatasi kebebasan sipil melalui hukum pencemaran nama baik, penistaan, atau membatasi protes?
Penulis tetap berkeyakinan, nasib suatu pemerintahan terletak di tangan rakyatnya. Jika rakyatnya suka otoritarianisme, maka cepat atau lambat demokrasi akan bermasalah di sana. Sekalipun pada faktanya ada pemimpin pilihan rakyat yang otoriter hal itu bukan berarti rakyat telah mendukung lahirnya pemimpin otoriter, tapi kualitas pemimpin dan rezim yang tidak bisa mengimplementasikan diri dan rezimnya sebagai pemimpin demokratis. Maka faktanya jika pemimin hasil pilihan rakyat bersifat otoriter, mereka akan kembali berhadapan dengan rakyat. Akhirnya demokrasi akan terus mengalami permasalahan.***
No comments:
Post a Comment