OLEH: MUHAMMAD PLATO
Ide tulisan ini di dapat
dari kegiatan kajian rutin Alumni SMAN 15 Kota Bandung yang diketuai Dadang
Munajat menghadirkan Ustad Dudi Mutakin. Silaturahmi dan kekeluargaan Alumni
dengan sekolah masih terpelihara dengan kepedulian dan kerelaan para pengurus
alumni. Sebuah budaya positif yang harus terus dilestarikan. Kajian dihadiri
kurang lebih 100 orang, jam 19.45 selesai shalat isya. Ustad Dudi sudah tidak
asing, berlatarbelakang seorang pendidik, metode mengajarnya sangat kekinian
karena materi disampaikan dengan bahasa ringan yang mudah dimengerti dalam
kehidupan sehari-hari.
Kajian difokuskan pada
materi dengan tema, “memantaskan diri untuk masuk bulan Ramadhan”. Ada beberapa
hal menarik yang disajikan ustad Dudi dalam kajiannya. Pertama; masalah puasa
marah. Beliau telah membuktikan puluhan tahun hidup dalam keluarga dengan
melakukan puasa marah. Ketika audien bertanya apa rahasia bisa melakukan puasa
marah berpuluh tahun dalam keluarga? Beliau menjawab, “ketika marah dia buka
rekening dan share beberapa rupiah”. Ini metode yang patut dicoba, karena dalam
hadis Rasulullah, sedekah dapat menolak keburukan. Setelah punya kebiasaan
share dana dari rekening ketika marah, ketika tidak ada dana dalam rekening Allah
memberi kemampuan untuk mengendalikan amarah. Teknik ini jangan diamini saja
dalam tataran kognitif sebagai kepercayaan, tetapi harus berani mencoba dan
melakukannnya dengan konsisten.
Kedua; masalah kesombongan iblis yang dikabarkan di dalam Al-Qur’an. Kesombongan iblis adalah menentang atau menolak ketentuan Allah. Kesombongan iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Keberanian menentang pada perintah Allah adalah bentuk kesombongan Iblis karena merasa diri lebih baik dari yang lain berdasar sudut pandangnya.
Allah berfirman:
"Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau
ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (Al
‘Araaf, 7:12)
Karakter iblis ini
menjadi contoh karakter manusia-manusia sombong karena merasa lebih baik dari
orang lain sehingga berani menolak perintah Allah. Ustad Dudi mengatakan
karakter ini ada pada kecenderungan wanita yang kebanyakan menolak ketentuan
Allah.
“Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, maka
kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”. (An Nisaa, 4:3).
Ustad Dudi menjelaskan
bahwa kunci keadilan itu ada pada kaum wanita yang taat, dan keteladanan
ketaatan laki-laki pada Allah yang mengagumkan dihadapan wanita. Jelas keadilan
itu bukan usaha sepihak tetapi usaha dari kedua belah pihak untuk sama-sama
taat kepada Allah sesuai dengan posisinya masing-masing. Untuk itu, dibutuhkan
keilmuan dan pemahaman ajaran agama yang komprehensif agar ajaran agama tidak
di salah pahami sebagai ajaran yang diskriminatif.
Ketiga; perihal kunci
keberhasilah dalam pendidikan. Sebagaimana penulis jelaskan dalam tulisan
terdahulu, kunci dari keberhasilan pendidikan adalah bagaimana menghadirkan
Allah pada setiap mata pelajaran sehingga para siswa dapat mensyukuri hidupnya
sebagai kesadaran untuk selalu berterimakasih pada Allah atas segala fasilitas
hidup yang telah dinikmatinya. Selain itu biaya pendidikan tidak boleh menjadi
beban bagi orang tua siswa. Terlaksananya pendidikan harus dinaungi dengan rasa
ikhlas ketiga belah pihak yaitu guru, siswa, dan orang tua.
No comments:
Post a Comment