OLEH: MUHAMMAD PLATO
Pepatah lama mengatakan, “lain
ladang lain belalang, lain lubuk lain ikan”. Berdasarkan hasil penelitian
tentang air berlaku juga pepatah, “lain sumur lain karakter dimiliki seseorang”.
Pepatah ini memberi tanda kebenaran bahwa setiap individu atau masyrakat
dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tinggal. Untuk itu pola pikir masyarakat
setiap daerah, suku, bangsa, akan berbeda, sekalipun pasti ada persamaan.
Pola pikir masyarakat Barat
sudah pasti berbeda dengan pola pikir masyarakat Timur. Minimalnya ada beberapa
pola pikir yang dimiliki masyarakat yaitu rasional materialis, mistis materialis,
rasional religius dan mistis religius. Rasional materialis adalah pola-pola
berpikir ilmiah yang dilandasi pada pengetahuan empiris. Pola pikir mistis
materialis adalah pola pikir filosofis bersumber pada pengetahuan dari akal
yang dilandasi oleh pengetahuan materialis. Rasional religius adalah pola pikir
ilmiah bersumber pada fakta pengetahuan dari wahyu. Sedangkan mistis religius adalah
pola pikir rasional bersumber pada akal yang dilandasi pengetahuan wahyu.
Budaya Timur sangat kental dengan pola pikir mistis yang bersumber pada fakta empiris dan mistis bersumber pada wahyu. Budaya Barat sangat kental dengan pola pikir rasional empiris dan mistis materialis. Pola pikir yang tidak dimiliki oleh Barat maupun Timur adalah rasionalis ilmiah bersumber pada wahyu. Artinya Barat maupun Timur mengabaikan pengetahuan wahyu sebagai sumber pengetahuan ilmiah. Akibatnya pola pikir Barat dan Timur sama-sama berkembang pada pola pikir materialis.
Dominasi pemikiran Barat
telah mendorong budaya pola pikir materalis menjadi trend dunia dan mengakar.
Pola pikir umat beragama tergeser mengikuti pola-pola pikir ilmuwan materialis.
Beragama tidak lagi menginduk pada pengetahuan wahyu tetapi lebih mengikuti
pendapat-pendapat para pemikir bidang agama. Hasil pemikir-pemikir kaum agama
diikuti, dikutif, dirujuk, disertai emosi keyakinan dan sedikit menggunakan nalar.
Umat beragama nasibnya seperti pada awal perkembangan masyarakat Barat, mereka
terpecah-pecah menjadi negara-negara bangsa akibat perbedaan kiblat pada hasil
pemikiran manusia.
Sebenarnya jika disadari
penjajahan ke seluruh dunia diawali dengan penjajahan pola pikir. Penjajahan pola
pikir dilakukan dengan kekuatan politik, ekonomi, senjata perang, dan teknologi informasi.
Penaklukkan-penaklukkan ternyata bukan sebatas penyerahan kekuasaan tetapi menjadi
ketidakberdayaan dalam berpikir. Dalam kondisi ketidakberdayaan berpikir,
mental-mental miskin terus diciptakan berabad-abad hingga terbentuk menjadi
tradisi turun-temurun. Pemahaman agama ditarik ke pola pikir material yang
berkiblat pada pemikiran manusia, dan wahyu hanya ditafsir dari sudut pandang
mistis agar masyarakat beragama tidak menemukan kebenaran nyata dan terus
terlihat miskin di dunia hingga akhirnya agama akan ditinggalkan pengikutnya.
Barat menggaungkan kebebasan
berpikir sebagai alat untuk menggiring umat beragama keluar dari komunitasnya,
dengan memasukkan metodologi berpikir ilmiah material ke dalam pikiran umat
beragama. Cara beragama bukan lagi beriman pada kitab suci, tetapi menjadi
panatik pada hasil pemikiran agama. Isi kitab suci sengaja, dikondisikan, hanya
diperdebatkan untuk urusan transenden, yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan
di dunia, karena kebenarannya hanya akan diketahui di akhirat dihadapan Tuhan. Pada
saat berdebat umat beragama seperti sedang membela agamanya, padahal mereka
sedang diadu domba, untuk terus berdebat berebut kebenaran akhirat dengan
mengadu kemampuan nalar di dunia. Hasilnya, kehidupan dunia tertinggal, umat beragama
miskin dan terpecah belah.
No comments:
Post a Comment