OLEH: MUHAMMAD PLATO
Ingin melihat Tuhan pernah di
minta oleh seorang Nabi yaitu Musa a.s. Lalu apa yang terjadi? Nabi Musa
pingsan tidak sadarkan diri karena melihat gunung hancur luluh lantak ketika
Tuhan menampakkan dirinya pada gunung. Setelah bangun kembali sadar, Musa a.s
bertobat dan beriman. Cerita ini dikisahkan di dalam Al-Qur’an.
“Dan tatkala Musa datang untuk
(munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu
sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia
tetap di tempatnya niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan
Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman".” (Al A’raaf, 7:143)
Sungguh Al-Qur’an adalah kitab berisi
pengajaran dan peringatan. Fenomena Nabi Musa terus berulang sepanjang masa,
dimana saat ini ada orang yang kurang pengetahuan, menantang kepada orang-orang
Islam untuk membuktikan bagaimana wujud Tuhan yang disembahnya, sebab dia
merasa bahwa tuhan yang disembahnya bisa dilihat. Dengan arogan tantangan ini disertai
imbalan hadiah satu miliar. Tantangan ini persis seperti prilaku orang-orang
kafir terdahulu yang meminta kepada Nabi-Nabinya untuk bisa melihat Tuhan.
Bagi muslim yang memahami
bagaimana sifat Tuhan, tantangan ini tidak perlu mendapat tanggapan serius.
Namun Allah menghadirkan orang-orang cerdas untuk membalikkan tantangan itu
dengan tantangan untuk membuktikan bahwa wajah tuhan yang disembahnya
benar-benar wajah tuhan yang asli dengan imbalan 100 miliar.
Dua tantang-menantang ini memang sudah
dapat dipastikan jawabannya, Tuhan tidak mungkin dilihat, dan wajah Tuhan tidak
mungkin dapat dibuktikan. Namun dua tantangan ini berbeda, yang satu datang
dari orang kafir (tertutup) dari kebenaran, dan yang satu dari orang-orang
beriman yang ingin mempertebal keimanannya.
Melihat dan melukiskan Tuhan dalam wujud yang tampak secara materil adalah kekafiran (kebodohan, kejahiliyahan, atau ksesesatan). Kemustahilan Tuhan dapat menampakkan diri pada manusia sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dalam kisah Nabi Musa a.s. Dalam kisah tersebut Allah mengajarkan bahwa manusia-manusia yang ingin melihat wujud Tuhan, dia mengikuti hasrat kekafiran dan termasuk dosa besar. Untuk itu, dikisahkan setelah Nabi Musa a.s melihat gunung hancur, kemudian jatuh pingsan dan setelah sadar dia bertasbih dan bertobat lalu menyatakan keimanannya. Pertanyaannya, “mengapa Nabi Musa bertobat?” Karena meminta Tuhan untuk menampakkan diri adalah pelecehan terhadap Tuhan. Meminta Tuhan untuk menampakkan dari adalah merendahkan dan mengingkari segala ciptaan Tuhan.
Meminta Tuhan menampakkan diri
adalah kedunguan. Bagaimana tidak dungu? Matahari, gunung, laut, udara, api,
angin, tanah, bahkan keberadaan dirinya tidakkah menjadikan bukti keberadaan
Tuhan? kebodohan itu lahir karena keterbatasan ruang dan waktu yang bisa
dijelajahi secara fisik oleh manusia. Maka Allah memerintahkan manusia
berulang-ulang untuk berpikir, menjelajahi ruang dan waktu agar bisa
membuktikan betapa tidak terbatasnya ruang dan waktu yang diciptakan Allah, dan
betapa terbatasnya pengetahuan ruang dan waktu yang bisa dijelajahi manusia di
alam semesta ini. Luas bumi yang dihuni manusia ternyata ukuran besarnya tidak menyerupai
sebutir debupun, lalu sebesar apa ukuran manusia ini? Lalu makhuk super super kecil
dan sangat sangat lemah ini, betapa sombongnya mau melihat Tuhan di dunia ini. Itulah
kiranya mengapa pada akhirnya Nabi Musa bertobat dan memutuskan cukup beriman
saja kepada Tuhan Yang Esa. Untuk itu kejahatan yang dahsyat bagi manusia jika mematerilkan
Tuhan dengan mengatakan beranak dan beribu.
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: "Allah beranak".
Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.” (Ash Shaaffaat, 37:152).
No comments:
Post a Comment