OLEH: MUHAMMAD PLATO
“Sesungguhnya telah datang
dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barang siapa melihat (kebenaran
itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barang siapa buta (tidak
melihat kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. Dan aku
(Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara (mu)”. (Al An’aam, 6:104).
Berdasarkan pada ayat ini, Syaiful Karim pada youtube efisode ke 032, 12 Oktober
2020 menjelaskan bahwa ada dua kemampuan melihat yang dimiliki oleh manusia, yaitu
kemampuan melihat secara fisik dan kemampuan melihat secara batin.
Kemampuan melihat dengan batin yang
dimaksud adalah kemampuan melihat hakikat-hakikat kejadian sesuai dengan
kehendak Allah, dengan ukuran bahwa seluruh kejadian di muka bumi bagi orang
yang sudah mampu melihat dengan mata batin, semuanya tidak akan berpengaruh buruk
dan akan tetap menjadi keberuntungan.
Selanjutnya, Syaiful Karim
menjelaskan makna “bumi” dalam surat lainnya, “Dan Dialah yang menjadikan
kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-An’aam, 6:165).
Ibn’ Arabi mengatakan, “bumi
adalah manusia berbadan besar”. Maka sebaliknya manusia adalah bumi kecil. Analogi
ini dapat kita pahami dari penjelasan-penjelasan Al-Qur’an bahwa sistem penciptaan
alam semesta dan penciptaan manusia memiliki kesamaan. Jika bumi adalah Al-Qur’an,
maka manusia sendiri adalah Al-Qur’an. Untuk itu, para filsuf membagi alam
menjadi dua yaitu alam makro dan mikro. Manusia adalah alam mikro.
Maka ketika Allah mengatakan, “Dialah
yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi”. Bumi di sini bisa bermakna
makro dan mikro. Maka makna bumi mikro menjadi tafsir bahwa setiap manusia
dijadikan penguasa-penguasa dirinya sendiri. Tafsir ini digunakan oleh Syaiful
Karim untuk menjadikan diri kita menjadi pengatur diri kita sendiri.
Manusia-manusia yang menjadi penguasa bagi dirinya sendiri adalah manusia yang
bisa mengendalikan seluruh kehendaknya berada di atas kehendak Allah. Iniah
kekuasaan sesungguhnya yang harus dimiliki oleh setiap individu.
Manusia-manusia yang bisa mengendalikan dirinya di atas kehendak Allah, adalah
mereka yang bisa melihat semua kejadian dengan mata batinnya.
Lalu bagaimana cara agar kita bisa
melihat dengan mata batin? Objek penglihatan fisik adalah benda atau kejadian,
kemudian dipersespi akal berdasarkan pengetahuan yang berhasil diingat oleh
memori. Stok pengetahuan yang diingat memori adalah kunci objek yang dilihat
bisa diberi makna. Kebanyakan orang memberi makna sebuah objek dengan
pengetahuan yang di dapat dari alam atau pengalaman. Ilmu dan sains mempersepsi
objek dengan pengetahuan alam dan pengalaman (percobaan atau penelitian). Maka
dari itu, ilmu atau sains melatih penglihatan fisik karena objek yang diteliti berdasar
pengetahuan dari hasil penelitian atau pengalaman.
Objek penglihatan batin pada
dasarnya sama yaitu benda dan kejadian. Pemberian makna terhadap sebuah objek oleh
penglihatan batin akan berbeda dengan penglihatan fisik. Penyebab perbedaan
tersebut terletak pada pengetahuan yang ada dalam memori. Penglihatan batin
bisa diaktifkan dengan memberikan makna pada objek yang dilihat berdasar pada
pengetahuan non materi yang sudah tersimpan dalam memori. Sumber pengetahuan
non materi adalah kitab suci Al-Qur’an yang terpeihara dari campur tangan
manusia. Pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari non materi menjelaskan sebab
akibat kejadian kasar (material) sampai kejadian halus (non material).
(Lukman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui. (Lukman, 31:16).
Pengihatan batin adalah pemahaman
akal yang dapat mengetahui sebab akibat kejadian non material berdasar petunjuk
pengetahuan yang bersumber dari non material yaitu kitab suci Al-Qur’an. Jadi
kunci untuk mengasah penglihatan mata batin adalah dengan memahami sebab akibat
(logika) kejadian yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Kebenaran-kebenaran
penglihatan batin dapat dibuktikan dengan kesadaran tinggi (akal sehat) terhadap
adanya ketentuan Allah melalui pengalaman (lahir) dan melibatkan perasaan
(batin).
“Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit
dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan
di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (Lukman,
31:20)
No comments:
Post a Comment