Oleh: Muhammad Plato
Menyimak
wawancara Tun Mahatir oleh Nazwa Shihab dalam tayangan youtube dapat sedikit
informasi tentang pandangan agama dari seorang Perdana Menteri Senior kelas
dunia. Pandangan agama Tun Mahatir sangat modern karena mengacu kepada sumber
otentik ajaran agama yaitu Al-Qur’an. Tun Mahatir dapat dikatakan sebagai sosok
politisi dan negarawan muslim yang benar-benar telah menjadikan Al-Qur’an
sebagai pedoman dalam kehidupan politik.
Tun
Mahatir berpandangan bahwa saat ini para guru agama tidak benar-benar
mengajarkan ajaran agama sesuai sunnah. Para guru agama hanya mengajarkan tentang
shalat, zakat, puasa, ibadah haji, tanpa mengajarkan bagaimana agama diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu para guru agama kebanyakan
mengajarkana tentang pemikiran-pemikiran para ulama sehingga dalam beragama
menimbulkan perpecahan karena mengikuti pedoman pemikiran-pemikiran para ulama.
Para guru agama jarang mengajarkan bagaimana tuntutan beragama sesuai dengan
ajaran yang ada dalam Al-Qur’an. Hadis-hadis yang digunakan sesungguhnya tidak
dapat menjamin sebagai ajaran agama yang benar karena dari 600-700 ribu hadis setelah
melalui penelitian hanya 7000 hadis saja yang shahih.
Tun
Mahatir mengatakan jika umat Islam benar-benar menerapkan ajaran agama dari
Al-Qur’an, Islam itu akan mendorong sebuah negara menjadi negara berperadaban.
Dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab yang pada zaman itu hidup jahiliyah,
dengan tuntutan Al-Qur’an yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mampu menjadi sebuah
masyarakat dengan peradaban tinggi menyebar sampai ke Afrika, Eropa, dan Asia.
Pandangan Tun Mahatir mirip dengan pendapat penulis yang menilai jika Al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman hidup, tidak akan ada pembunuhan dan perselisihan antar umat beragama dan bangsa. Jika Al-Qur’an menjadi pedoman tidak akan ada sekelompok manusia mendirikan negara Islam dengan membunuh orang-orang Islam atau non muslim. Pembunuhan dilarang jika kita berpedoman kepada Al-Qur’an. Jika beragama berdasarkan petunjuk pada Al-Qur’an tidak ada permusuhan berkepanjangan. Perselisihan hanya terjadi karena ada hal yang dirasakan tidak adil, setelah musyawarah ditempuh dan ditemukan keadilannya maka permusuhan selesai karena permasalahannya sudah terselesaikan.
Bagi
penulis pemikiran dan pendapat orang bisa berbeda-beda. Jika beragama mengandalkan
pedoman pada pemikiran-pemikiran seseorang maka sudah pasti akan terjadi
perpecahan karena kebenaran telah menjadi milik seseorang bukan milik Allah. Jika
kebenaran sudah ditempatkan pada pemikiran orang per orang, maka sudah tentu
setiap orang menginginkan kebenaran menjadi miliknya. Dengan demikian akan
terjadi perebutan siapa yang benar dan akan terjadi saling menjatuhkan. Apalagi
perebutan kebenaran sudah melibatkan organisasi, kelompok, aliran, maka perebutan siapa yang paling benar akan
melibatkan banyak orang dan perselisihanpun melibatkan banyak orang, fatalnya akan
memakan banyak korban.
Berpikir
mencari kebenaran tujuannya bukan untuk mencari siapa yang paling benar, tetapi
siapa yang paling menghargai nyawa manusia, saling bekerjasama, mengutamakan perdamaian,
dan rasa persaudaraan. Kebenaran sudah mutlak milik Allah, yang harus
dipikirkan adalah bagaimana manusia bisa mentaati ajaran-ajaran berkehidupan
dari Allah dengan hasil damai, sejahtera, dan mensejahterakan.
Berpedoman
pada Al-Qur’an artinya menyerahkan diri bahwa hasil pemikiran siapapun orangnya
tidak ada yang dijamin kebenarannya,
sekalipun Nabi Muhammad SAW, kecuali urusan wahyu yang diterimanya. Semua
pemikiran manusia berpotensi salah karena manusia dibatasi oleh pengetahuan
yang diinderanya. Penglihatan dibatasai oleh jarak yang bisa dilihat, dan
cahaya yang tersedia. Pikiran dibatasi oleh pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan
penalarannya, serta pengalaman yang
pernah dialaminya. Berpedoman pada Al-Qur’an artinya tidak membajak kebenaran
seolah-olah ketika berpikir merujuk pada ayat Al-Qur’an dirinya merasa paling
benar. Berpedoman pada Al-Qur’an hanya berusaha menemukan kebenaran dengan
keraguan-raguan hasil pemikirannya tidak benar karena Allah pemilik pengetahuan
Al-Qur’an.
Tun
Mahatir adalah fenomena gambaran model tokoh politik senior dunia yang telah
berupaya hidup dengan panduan Al-Qur’an. Usianya diberkahi Allah dan
karakternya dapat menjadi panutan para politisi. Beliau tidak menyimpan
permusuhan atas dasar kekuasaan tetapi karena ketidakdilan yang harus
ditegakkan. Semoga damai sejahtera untuk Tun Mahatir dan kita semua umat manusia.
Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment