OLEH: MUHAMMAD PLATO
Perbedaan agama Islam dengan
agama-agama lain adalah hanya di monotheis. Ilmu tauhid adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana manusia agar tidak terjebak pada ketaatan, ketundukan,
kepada selain Allah. Segala tindak tanduknya harus selalu mengatasnamakan Tuhan
Yang Esa. Ketauhidan seseorang dinyatakan batal jika niat hati dan pikirannya
bermotif tidak kepada Tuhan Yang Esa.
Jika seseorang bertindak atas
dasar instruksi dukun maka ketauhidannya kepada dukun. Jika seseorang bertindak
atas nama gurunya, maka ketauhidannya kepada guru. Jika seseorang bertindak
atas nama teori yang ditemukan seseorang, maka ketauhidannya kepada orang si
penemu teori. Berkiblat pada satu guru mursid dan menaatinya dalam segala hal,
maka ketauhidannya kepada guru mursid. Menetapkan diri sebagai pengikut aliran
menjadikan alirannya sebagai satu-satunya yang dijadikan patokan maka dia
bertauhid pada aliran. Lalu memutuskan untuk tidak mengikuti pendapat guru,
golongan, dan aliran manapun karena kemampuan yang dimilikinya, maka dia
bertauhid pada dirinya.
Ketauhidan yang lurus hanya kepada Allah semata, dengan mengakui bahwa segala kehendak yang kita lakukan berada di atas kehendak Allah swt. "bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (A Takwir, 81:28-29). Ketauhidan yang lurus apa bila seluruh tindakan selalu ingat berada di atas kehendak Allah.
Dalam obrolan sehari-hari banyak
sekali tindakan-tindakan yang tidak mengatasnamakan Allah. Seseorang untuk
mempersiapkan pesta pernikahan menghabiskan miliaran rupiah, alasan melakukan
tindakan tersebut karena status sosial, tradisi masyarakat, dan demi pandangan
masyarakat. Maka tindakan semacam itu ketauhidannya kepada status sosial,
tradisi, dan opini masyarakat. Ketika bekerja untuk mencari uang maka
ketauhidannya kepada uang, dst. Penyebab kehancuran dan kebodohan manusia
disebabkan oleh ketauhidan pada selain Allah. Ilmu tauhid bisa dipelajari
dengan ilmu logika. Logika mampu memperivikasi ketauhidan seseorang sampai tingkat nano, hingga kita dapat meluruskan dan menjaga ketauhidan murni kepada Allah.
Al-Qur’an adalah petunjuk bagaimana berlogika (berpikir) agar manusia mampu menemukan ketauhidan murni kepada Allah sekalipun dalam kesibukan aktivitas sehari-hari. Keotentikan Al-Qur’an sebagai kitab suci dari Allah, dapat diuji bukan saja dari historis kenabian Nabi Muhammad SAW, tapi dari kebenaran-kebenaran informasi yang terkandung di dalamnya. Namun demikian substansi kebenaran kitab suci Al-Qur'an bukan dari pembuktian sejarah, atau saksi semata, tetapi kebenaran kandungan ayat-ayat kitab suci dengan pengujian sesuai kondisi zaman. Keotentikan Al-Qur’an dapat diuji bahwa orang-orang yang benar-benar membaca dan memahami Al-Qur’an kemurnian ketauhidannya dapat terjaga.
Kitab-kitab suci selain Al-Qur’an
sudah banyak campur tangan manusia Kitab suci selain Al-Qur’an layaknya seperti
karya akademik seorang ilmuwan. Jika kitab yang dianggap suci namun di dalamnya
sudah ada campur tangan manusia, maka umat yang meyakini kitab suci tersebut
sedang tidak bertauhid kepada Tuhan Yang Esa, melainkan kepada manusia-manusia
penulis dan penafsir kitab suci tersebut. Fenomena ini dijelaskan dalam
Al-Qur’an, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra
Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (At Taubah, 9:31)
Al-Qur’an kitab otentik berbahasa
Arab, penuturnya masih ada dan sejak zaman kekhalifahan empat sahabat Nabi,
ayat ayat A-Qur’an dikumpulkan dari sahabat-sahabat Nabi penghafal Al-Qur’an. Hingga
saat ini ayat-ayat Al-Qur’an terus teruji kebenarannya. Abad informasi semakin
mengungkap kebenaran kitab suci Al-Qur’an dengan publikasi kebenaran ayat-ayat
Al-Qur’an melalui pengujian sains.
Berkaitan dengan fenomena perpindahan
agama atau keluar dari agama Islam (murtad), sejak zaman Nabi Muhammad SAW hal
ini sudah terjadi. Bagi kami yang memahami ketauhidan kepada Allah, tidak ada
sedikitpun kerugian bagi mereka-mereka yang memutuskan keluar dari agama Islam.
Namun rasanya sedikit geli dan ingin tertawa, melihat orang-orang yang keluar
dari agama Islam lalu berapi-api membela agama barunya dan menyerang ajaran
Islam. Bagi kami, dia yang keluar dari agama Islam tidak sedang berurusan
dengan umat Islam, dia sedang berurusan dengan Allah yang menciptakannya. Jika manusia
benar-benar memahami Al-Qur’an, tidak sedikitpun orang-orang yang murtad dari
agama Islam akan merugikan umat Islam, karena dia sedang berperang melawan
Allah penciptanya bukan dengan umatnya.
Jadi dapat dipastikan umat
beragama selain Islam kebanyakan dia sedang bertauhid kepada manusia penafsir
kitab sucinya bukan kepada Tuhan Yang Esa. Kitab suci yang mereka baca bukan
otentik dari utusan tetapi hasil kompilasi dari perkataan-perkataan yang diduga
bahwa perkataan itu dari Tuhan. Mereka tidak sedang membaca firman Tuhan,
mereka sedang menyampaikan karya pemikiran manusia, sebagaimana Allah
mengabarkan.
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (At Taubah, 9:30).
Mereka yang beriman kepada ucapan-ucapan orang terdahulu, tidak sedang beriman kepada Allah Tuhan Yang Esa, tapi beriman kepada manusia. Pendidikan kita cenderung menggiring manusia taat kepada manusia. Umat Islam yang beriman kepada Al-Qur’an dia beriman kepada Tuhan Yang Esa, karena Al-Qur’an kitab suci otentik lisannya Tuhan Yang Esa Allah swt. Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment