OLEH: MUHAMMAD PLATO
Hati-hati pada orang yang
kamu bantu! Nasihat ini mengajak kita untuk berpikir. Pesan ini mengandung arti
kehati-hatian tinggi bagi orang-orang beriman. Orang-orang yang kita bantu,
menurut pemikiran kita semestinya mereka menjadi orang yang berprilaku baik
pada kita. Apa jadinya jika orang-orang yang kita bantu mengkhianati kita
sendiri? Pada saat orang-orang yang kita bantu berkhiatan, berprilaku buruk pada
kita, di sinilah kehati-hatian kita untuk menyikapinya.
Pesan hati-hati pada yang
yang kita bantu, mengandung pesan bersumber pada ayat Al-Qur’an. Perasaan
sakit, kecewa, kesal, benci, dendam, mudah tumbuh pada diri seseorang ketika
orang yang diberi bantuan berkhianat. Pengkhiatan
seseorang adalah pupuk penumbuh subur penyakit-penyakit hati. Pada saat ini
emosi harus terkendali agar sikap atau reaksi terhadap pengkhiatan tidak
menjadi keburukan sikap yang lebih buruk.
Kasus yang sering terjadi
ketika pengkhianatan terjadi, emosi sering tidak terkendali dan membabi buta.
Hal yang harus hati-hati untuk tidak dilakukan adalah mengungkap semua kebaikan
yang telah diberikan kepada mereka yang mengkhinati. Mengungkap semua kebaikan
yang pernah diberikan akan mengubah niat ikhlas seseorang dalam berbuat baik.
Kebaikan yang pernah dilakukannya akan berubah menjadi kebaikan yang
mengharuskan seseorang untuk membalas kebaikan.
Sebuah pemberian yang diiming-imingi dengan harapan seseorang untuk membalas kebaikan yang dilakukannya adalah bukan pekerjaan baik. Ukuran kebaikan adalah ketika kebaikan yang dilakukan hanya diharapkan kepada Allah, ketika berharap kepada manusia maka tidak ada kebaikan karena kiblatnya atau tauhidnya kepada manusia.
Orang yang mengungkit
kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain adalah alamat kebangkrutan bagi
orang tersebut. Allah peringatkan kondisi orang seperti ini dalam sebuah
perumpamaan.
“Hai orang-orang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al
Baqarah, 2:264).
Secara psikologis manusia yang
menerima pembalasan buruk dari orang yang pernah dibantunya akan membangkitkan seluruh
sifat buruk yang dimilikinya. Sifat buruk tersebut adalah ketika mengungkap seluruh
bantuan kebaikan yang pernah dilakukannya dengan sumpah serapah, kata-kata
menyakitkan hingga melukai orang-orang yang menerimanya. Ketika ini terjadi
maka terungkap, tujuannya berbuat baik ternyata bukan karena Allah tetapi
karena ingin dibalas kebaikan oleh orang orang yang dibantunya. Hingga pada kondisi
ini kiblat manusia bukan lagi kepada Allah tetapi kepada manusia. Maka
orang-orang itulah yang dikategrikan orang-orang ria yaitu orang yang berkibat
kepada manusia dalam berbuat baik. Tidak ada sedikitpun kebaikan bagi mereka
yang mengungkap kebaikannya karena ingin dihargai dihormati oleh orang yang
pernah dibantunya. Kebaikannya akan hilang seperti tanah di atas batus licin
yang ditimpa hujan lebat.
Penjelasan lain, orang-orang yang
mengungkap seluruh kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain dengan
menyakiti, prilakunya bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah. “Perkataan
yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah,
2:263). Kualitas manusia terbaik adalah mereka yang berkata tetap baik, dan
pemberi maaf sekalipun kebaikan mereka dibalas keburukan oleh manusia yang
dibantunya.
Allah mengajari kepada manusia
untuk berakhlak seperti Allah, yaitu pemberi maaf dan penyantun. Sekalipun tidak
seluruh manusia bersyukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan-Nya, Allah
masih tetap menyantuni dan membuka pintu maaf kepada semua manusia. Umat Islam yang membaca Al-Qur’an sebagai
kitab suci ilmu pengetahuan dari Allah, selayaknya memahami dan menghayati ayat-ayat
Allah sampai bisa tampil menjadi manusia-manusia unggul dengan menjadi pribadi-pribadi
agung seperti pribadi Rasullullah SAW. Berhati-hatilah pada orang yang kamu
bantu! wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment