OLEH: MUHAMMAD PLATO
Pendapat
mainstream dari sudut pandang sekuler ilmu alam dan sosial dianggap ilmu
tentang dunia, dan ilmu agama dianggap ilmu akhirat. Seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, paradigma berpikir sekuler terus
mendominasi pola pikir umat manusia termasuk pemikiran kelompok-kelompok umat
beragama. Dengan susah payah para kelompok religius menncoba memasukkan pola
pikir keberagamaannya agar cocok dengan paradigma sekuler. Kelompok pemikir ini
mencoba mendamaikan agama dengan pemikiran sekuler, sekalipun cara berpikirnya
berbelit-belit dan susah dimengerti oleh orang.
Ketika seorang
filsuf ditanya bagaimana hubungan antara agama dengan nation building?
Agama dianggap tidak bisa dijadikan sebagai faktor pembentuk pola pikir
kebangsaan. Katanya, agama adalah urusan pribadi antara manusia dengan
Tuhannya, bersifat personal dan tidak bisa dijadikan sebagai dasar berpikir
dalam kenegaraan. Ini pola pikir berisiko sebenarnya, karena dengan paradigma seperti
ini ketika manusia bernegara maka seluruh warga negara refleksi otaknya tidak
berTuhan. Otaknya berisi Tuhan ketika melakukan ritual ibadah. Di luar ritual
ibadah Tuhannya kembali hilang dari ingatan.
Cara pandang
sekuler sebenarnya bisa diterapkan dalam bernegara, namun terlalu
berbelit-belit cara berpikirnya. Sulit menjelaskannya, apalagi kepada
orang-orang awam yang tidak suka belajar berpikir. Daripada memaksakan cara
berpikir yang rumit untuk dipahami, sebagai manusia yang pasti dalam otaknya
ada Tuhan, seharusnya mengambil cara-cara berpikir yang bersumber kepada ajaran
agamanya. Ajaran agama harus benar-benar
berdasar dari kitab suci yang orisinalitasnya dapat dipertanggungjawabkan masih
bersumber dari Tuhan. Sangat tidak logis jika manusia menjadikan kitab suci
sebagai sumber keberagamaan sementara di dalam kitab suci tersebut ada
pemikiran-pemikiran manusia. Jadi ketika umat beragama berkiblat pada kitab
suci sementara di dalamnya ada pemikiran-pemikiran manusia maka dia tidak
sedang berkiblat pada pola pikir Tuhan tapi pada pola pikir manusia.
Al-Qur’an menawarkan cara berpikir yang mudah dipahami dan dapat dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari dala berbangsa dan bernegara. Lalu seorang filsuf berbicara, Al-Qur’an tidak bisa dijadikan langsung sebagai car akita berpikir dalam hidup bernegara. Filsuf ini sedang menjadi Tuhan, karena dia mengeluarkan kata larangan bagi seseorang untuk berpikir bersumber langsung kepada kitab suci Al-Qur’an padahal mereka sendiri yang mengusung kata kebebasan berpikir.
Agama adalah
ilmu dunia plus akhirat. Dunia tidak dapat dipisah-pisah karena Tuhan
menciptakan alam dalam sistem ketersalinghubungan. Benda-benda tidak berdiri
sendiri-sendiri, semua benda memiliki eksistensi jika saling berhubungan.
Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman? (Al Anbiyaa’, 21:30)
Inilah cara
berpikir yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an langit dan bumi tidak terpisah.
Artinya memahami kehidupan dunia ini tidak bisa dipahami secara terpisah-pisah.
Keterpaduan adalah cara berpikir yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an. Prakteknya
adalah segala tindakan manusia secara nyata dikendalikan pikiran yang harus
bersumber pada petunjuk sebagaimana Allah perintahkan.
dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. (Al Baqarah, 2:4)
inilah ilmu
dunia yang diajarkan Allah, bahwa bagi manusia-manusia yang beriman kepada
Tuhan mereka harus punya pemikiran bahwa hidup dunia akan terus berkesinambungan
sampai pada kehidupan akhirat. Kehidupan dunia tidak terputus karena kematian.
Tindakan-tindakan manusia di dunia akan mengalami kematian namun
pikiran-pikiran akan terus berlangsung sampai akhirat. Untuk itulah yang
diadili dikahirat adalah prilaku-prilaku pikiran manusia. Maka dari itu, Rasulullah
saw menjelaskan bahwa semua manusia akan diadili berdasarkan niat-niatnya dalam
arti pikiran-pikirannya. Semua manusia bertindak berdasarkan apa yang
dipikirkannya.
Paradigma
pemisahan ilmu umum dan ilmu agama adalah paradigma manusia. Buya Syakur
berpendapat Nabi Muhammad saw ketika memerintahkan pada umat untuk mencari
ilmu, tidak ada spesifik ilmu apa yang harus dipeajari. Pada saat itu para
sahabat belajar ilmu dari Yunani, Parsi, China, karena pada saat itu memang
adanya ilmu-ilmu tersebut. Jadi pemisahan ilmu agama dan umum hanya paradigma
saja atas dugaan manusia yang tidak berdasar pada pengetahuan dari Al-Qur’an.
“Dan di
antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
(Al Baqarah, 2:201).
Begitulah
panduan cara berparadigma berpikir sebagaimana Allah ajarkan kepada manusia. Maka
dari itu agama yang sumbernya dari Al-Qur’an adalah ilmu dunia. Ilmu yang dapat
memandu manusia agar bisa hidup sejahtera di dunia karena diakhirat orang-orang
masuk neraka gegara tidak becus hidup di dunia. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment