OLEH: MUHAMMAD PLATO
Dimana letak kerancuan para
filsuf? Bisa disimak dalam penjelasan di bawah. Harus dibaca tuntas agar bisa
memahami isi tulisan ini. Berfilsafat itu sederhana jika sudah memahami
kuncinya. Rahasianya akan saya jelaskan dalam tulisan ini.
Masyarakat awam cenderung
membedakan secara kontradiktif antara filsafat dan agama. Para filsuf dipandang
sebagai orang-orang sesat bagi mereka yang merasa telah memahami agama. Bagi
para filsuf orang-orang beragama dianggap orang-orang bodoh yang hidupnya
tertinggal dari kemajuan zaman. Dua pandangan ini sebenarnya mewakili
orang-orang bodoh yang merasa dirinya benar. Kebodohan para filsuf mereka
berpikir dengan menggunakan pengetahuan indera semata dari pengamatan alam
dapat memahami rahasia kehidupan. Kebodohan para penganut agama yang bodoh
adalah tidak mau memikirkan isi pengetahuan dari ayat-ayat Al-Qur’an untuk
mengungkap rahasia alam. Kitab suci Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah untuk
umat manusia. Umat Islam bertugas untuk mempromosikan Al-Qur’an sebagai sumber
informasi yang membawa keselamatan bagi umat manusia. Al-Qur’an dapat jadi alat,
pedoman, untuk menganalisis pemikiran seseorang.
Dasar dari berpikir adalah berlogika sebab akibat, sebagaimana pemikir dari kaum Stoa (stoa artinya ruang) berpendapat bahwa segala yang terjadi dan berlaku di dalam alam ini dikuasai oleh hukum kausalita. Apa yang terjadi berlaku sebagai gerak. Tiap-tiap gerak ada yang menyebabkannya. Kaum Stoa juga berpandangan bahwa semua yang terjadi di dalam dunia berlaku menurut hukum alam dan rasio, akal Tuhan untuk keselamatan manusia, sehingga kaum Stoa mempunyai pandangan hidup yang optimis. Kehidupan ini semua terjadi menurut kemestian dalam edaran yang tetap, terima itu dengan sabar dan gembira. (Hatta, 2006, hal. 152).
Bagi kaum Stoa manusia yang hidup
sepenuhnya menurut kodrat alam adalah merdeka sepenuhnya sekalipun mereka
tunduk kepada satu-satunya hukum yang menguasai semuanya. Manusia yang khilaf
menyimpang dari semestinya akan sakit. Berbuat jahat dan berbuat salah dapatlah
dipandang sebagai penyakit, sebagai penyelewengan terhadap norma alam. Manusia
dihinggapi penyakit apabila ia mencita-citakan kekayaan, kehormatan dan
tanda-tanda kebesaran diri yang tidak sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya.
(Hatta, 2016, hlm. 154).
Baik dari dua pernyataan kaum
filsuf di atas, sebenarnya para filsuf memahami bahwa kehidupan ini diatur oleh
sebuah sistem yang teratur dan tetap. Menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan berarti pertanda tidak baik buat manusia. Untuk itu diharapkan
manusia hidup selaras dengan sistem hidup yang sudah ditentukan. Manusia harus
merasa merdeka dalam sistem yang sudah ditetapkan.
Kerancuan dari berpikir mewakili
kaum filsuf di atas adalah memfokuskan pada hukum alam sebagai sumber hukum. Keyakinan
inilah yang pada akhirnya melahirkan kaum materialis, tidak percaya Tuhan yang
tidak terlihat. Pemikiran bersumber pada alam materi terus berkembang
berdampingan dengan berbagai bidang keilmuan, dan ditemukannya metodologi
penelitian. Para ilmuwan membuat keyakinan baru dimana alam sebagai sistem
hidup, bisa dipahami, diamati, dan dibuktikan kebenarannya. Lahirlah sebuah
pemahaman rancu yaitu segala sesuatu yang benar harus bisa dibuktikan dalam
bentuk materi. Sejak saat itu, manusia
menjadi makhluk kerdil karena hanya bisa fokus memahami dunia materi yang
sempit. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Ghaib mulia luntur, abai, tidak peduli,
dan dianggap tidak ada.
Berfilsafat adalah kegiatan
berpikir untuk mencari kebenaran hakiki, kebenaran yang tidak bisa dijawab lagi
oleh manusia kecuali berserah diri kepada Tuhan. Berfilsafat tidak dilarang,
karena sebagai aktivitas berpikir justru diperintahkan Allah sebagaimana
dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Kerancuan para filsuf yang harus diwaspadai
adalah menjadikan hukum alam sebagai sumber pengetahuan. Berfilsafat yang diajarkan
oleh Tuhan adalah memahami, menganalisis, mengevaluasi, apa yang terjadi di
alam sebagai bukti keagungan Tuhan Pecipta Semesta Alam. Kegiatan berfilsafat
adalah sebuah proses pencarian bukti untuk meningkatkan keyakinan kepada ke-Esa-an
Tuhan.
Doktrin mutlak dalam berfilsafat
adalah segala sesuatu diciptakan Allah Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan berfilsafat
adalah memurnikan ketauhidan manusia dari ketauhidan kepada tuhan selain Tuhan Yang
Maha Esa. Alam adalah karya Tuhan yang bisa dieksplorasi untuk kesejahteraan
manusia dengan tetap menjaga ketaatan pada keseimbangan, dan keharmonisan hidup
antara manusia dengan alam.
No comments:
Post a Comment