OLEH: MUHAMMAD PLATO
Shalat bagi muslim adalah perintah
ibadah pokok yang tidak boleh ditinggalkan setiap hari. “Yang
pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari
kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik
maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan
merugi. (HR. An-Nasaa'i dan Tirmidzi). Dalam kisah Kerasulan Nabi
Muhammad saw, shalat adalah perintah langsung dari Allah ketika Nabi mi’raj.
Shalat ritual dicontohkan langsung oleh Rasulullah dengan gerakan berdiri, ruku
dan sujud disertai bacaan doa sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad Saw.
Jika kita pakai hubungan
konsep dan analisa hadis-hadis, shalat memiliki dua dimensi, yaitu ritual dan
faktual. Idenya bisa ditemukan dari Al-Qur’an,
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya SHALAT itu MENCEGAH dari KEJI DAN MUNGKAR.
Dan sesungguhnya MENGINGAT ALLAH adalah LEBIH BESAR. Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (Al Ankabuut, 29:45).
Berdasarkan ayat di atas pengertian shalat sudah jelas. Mengapa Allah perintahkan shalat, karena shalat mencegah prilaku keji dan mungkar. Jika kita lihat fakta kehidupan Nabi Muhammad Saw, shalat adalah tindakan ritual dan dicerminkan dalam prilaku Nabi Muhammad saw yang selalu beramal baik. Jadi antara shalat dan amal baik menjadi dua sisi dari satu mata uang. Pada kontek ini saya tafsirkan bahwa shalat memiliki dua sisi yaitu kegiatan ritual dan faktual. Shalat ritual contohnya sering kita lakukan lima kali sehari, shalat dhuha, tahajud, dan shalat sunah lainnya. Secara faktual shalat berbentuk tindakan-tindakan konkrit seperti zakat, sedekah, dan seluruh perbuatan baik yang membawa manfaat bagi kesejahteraan manusia dan penghuni bumi.
Shalat ritual dan faktual
tidak bisa dipisahkan karena ibarat dua sisi dari satu mata uang. Di dalam Al-Qur’an
dijelaskan ada orang-orang yang lalai dari shalat, yaitu mereka yang tidak
memberi makan anak yatim dan orang miskin, ria dan enggan membantu dengan
barang-barang berguna. “(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang
yang berbuat ria.” (Al Maa’uun, 107:6). Dikatakan bahwa ada
orang-orang yang shalatnya tidak berkualitas karena secara faktual prilakunya
tidak memberi manfaat pada orang banyak.
Selama ini pengertian shalat yang
memiliki dua dimensi tereduksi menjadi satu dimensi yaitu ritual. Reduksi
pemahaman masyarakat terhadap shalat menjadi salah satu faktor penyebab
kegagalan kita dalam mengelola keluarga, sekolah, masyarakat, organisasi, dan negara.
Terjadilah suatu paradok bahwa di negara kita yang religius rajin ritual
shalat, tetapi masyarakatnya tidak hidup tertib dan kurang menghargai kebersihan
lingkungan artinya tidak shalat secara faktual. Sebaliknya di negara-negara
maju lingkungan terlihat bersih dan tertib mereka shalat secara faktual, tetapi
mereka tidak banyak mengenal ritual shalat.
Sebenarnya Islam agama sempurna
yang tidak menyuruh umatnya meninggalkan kehidupan dunia. Allah memerintahkan
untuk menjaga keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat. Visi kehidupan
akhirat harus ada dalam setiap misi hidup di dunia. Visi hidup sejahtera di akhirat
harus diwujudkan dengan bekerja keras mengelola kehidupan dunia dengan
sebaik-baiknya sebagai shalat faktual selain mendirikan shalat ritual.
Idealnya kehidupan umat Islam
jika shalat ritual dan faktualnya berjalan seiringan, seperti menggabungkan
antara peradaban Barat dan Timur. Ajaran Islam yaitu shalat jika dipahami
memiliki dua dimensi yaitu ritual dan faktual tidak terpisahkan, dimanapun Islam
berada akan membawa peradaban tinggi dan kesejahteraan bagi umat manusia.
No comments:
Post a Comment