OLEH: MUHAMMAD PLATO
Semua yang dikabarkan Al-Qur’an
memiliki bukti nyata, hanya saja karena keterbatasan pengetahuan manusia, ada hal-hal
yang dikabarkan di dalam Al-Qur’an belum bisa dibuktikan oleh manusia. Bukan kabar
dari Al-Qur’an yang tidak punya bukti tetapi keterbatasan manusia dalam
membuktikannya. Keterbatasan manusia terletak pada kualitas berpikir akalnya. Manusia-manusia
berakal rendah, dan sombong, merasa pemilik kebenaran, tidak akan mempu mengungkap
bukti-bukti kebenaran informasi dari Al-Qur’an.
Bagi yang membatasi kemampuan
berpikir, mukjizat hanya bisa dialami oleh para Nabi dan Rasul. Padahal para Nabi dan Rasul adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Para Nabi dan Rasul
mereka merasa lapar, haus, sakit, sedih, gembira, takut, dan marah. Namun keyakinan
dan kedekatannya dengan Allah para Nabi dan Rasul berhasil mengendalikan nafsu-nafsu destruktifnya menjadi manusia-manusia berjiwa tenang, lemah lembut
dan layak menjadi teladan bagi manusia. Allah mengutus para Nabi dan Rasul
untuk menjadi contoh teladan bagi manusia. Dengan demikian jika manusia mengikuti
jejak para Nabi dan Rasul maka tidak mustahil manusia-manusia itu akan bertemu dengan mukjizat-mukjizat seperti yang dialami oleh para Nabi dan Rasul.
Bagaimana manusia agar bisa menemukan mukjizat-mukjizat hidup yang dijanjikan Allah? Kuncinya adalah ikuti jejak-jejak hidup para Nabi dan Rasul sebagaimana diperintahkan oleh Allah. Siapapun manusianya jika tidak mau melakukan apa yang diperintahkan Allah, dia tidak akan mengalami, dan membuktikan adanya mukjizat dari Allah.
Nabi Musa tidak akan bisa
membuktikan tongkatnya jadi ular jika Nabi Musa tidak melemparkan tongktatnya
sebagaiman diperintahkan Allah. Nabi Musa juga tidak akan bisa membelah laut
jika tidak memukulkan tongkatnya ke laut sebagaimana diperintahkan Allah.
“Dan kami wahyukan kepada
Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat
itu menelan apa yang mereka sulapkan.” (Al ‘Araaf, 7:117).
Lalu Kami wahyukan kepada
Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy Syu’araa,
26:63).
Shalat adalah perintah Allah
langsung kepada Nabi Muhammad saw, maka siapapun orangnya tidak akan bisa
membuktikan kebenaran dan mukjizat shalat jika tidak mau melakukannya. Jadi
kunci agar manusia bisa membuktikan mukjizat-mukjizat dari Allah manusia harus memikirkan
dan melakukan apa yang diperintahkan Allah. Shalat wajib lima waktu dalam sehari, shalat dhuha 12 rakaat tidak bisa dirasakan manfaat, dan mukjizatnya jika tidak dilakukan. Lakukanlah maka Allah akan memberikan kabar gembira bagi siapa yang melakukannya.
Inilah kesadaran yang harus
dipahami dan dihayati oleh manusia bahwa mukjizat-mukjizat dari Allah akan
dapat dirasakan dan dibuktikan jika manusia mampu berkonsentrasi dan konsisten untuk
melaksanakan segala perintah Allah. Mukjizat-mukjizat itu akan kita rasakan dan
buktikan satu persatu dengan keberanian memikirkan dan melakukannya. Shalat adalah perintah dari Allah dan ada mukjizat dibalik shalat jika kita mau melakukannya.
Untuk itulah mengapa sekolah
mengjarkan shalat kepada anak-anak didik sebagai pendidikan karakter. Pelajaran shalat tidak akan
pernah berakhir dan harus diajarkan dalam seluruh tingkatan pendidikan. Shalat
adalah ajaran dari Allah, dan dibalik itu pasti banyak mukjizat bakal kita temukan sampai akhir khayat jika kita konsisten melakukannya. Shalat meliputi empat dimensi keilmuan, mulai dari syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Maka shalat belum selesai kita pahami sebelum sampai pada tingkat makrifat.
No comments:
Post a Comment