OLEH: MUHAMMAD PLATO
Anda
tahu? Nabi Muhammad SAW adalah pesuruh Allah yang tidak bisa membaca dan
menulis. Mungkin anda tahu, Michael H. Hart, menyebutkan dalam bukunya Nabi
Muhammad SAW sebagai tokoh paling berpengaruh nomor satu di dunia. Mungkin aneh,
karena dari orang yang tidak bisa baca tulis tetapi Nabi Muhammad SAW menjadi
seorang tokoh berpengaruh di dunia, bukan saja diakui oleh pengikutnya umat
Islam tetapi diakui oleh seluruh manusia dari berbagai latar belakang.
Anda
tahu tidak? buku berjudul Mindset karangan Carol S. Dweck (2020), buku
ini menginspirasi dunia karena menawarkan sebuah konsep berpikir yang disebut
dengan growth mindset lawannya fixed mindset. Buku ini
menjelaskan bahwa para pendidik telah terdoktrin oleh fixed mindset.
Anak-anak cerdas dipandang sebagai anak berbakat sejak bawaan lahir dan tidak mungkin bisa diubah. Orang-orang
cerdas dilahirkan dari orang cerdas, orang sukses dilahirkan dari orang sukses,
dan pecundang dilahrikan dari pecundang. Ini contoh fixed mindset yang
membagi dunia menjadi dua, ada orang sukses dan orang gagal. Orang sukses
dipuja-puja dan orang gagal dicaci maki.
Nah
sekarang saya ingin beri tahu Anda, mengapa Nabi Muhammad SAW dipilih oleh
Allah sebagai utusan padahal Beliau tidak bisa menulis dan membaca. Teori Dweck
(2020) bisa membantu Anda, menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tokoh
yang dijadikan oleh Allah sebagai teladan bagaimana menjadi seorang manusia.
Jika Anda ikuti sejarah perjalanan Nabi Muhammad SAW, kisahnya menjelaskan
bagaimana seorang manusia harus memiliki growth mindset, dari seorang buta
huruf tiba-tiba dalam waktu 22 tahun menjadi pemimpin berpengaruh, itulah contoh
teladan bagaimana seorang manusia memiliki growth mindset.
Mendapat
pernyataan ini, tentu saja diantara Anda akan ada yang bilang, “anda hanya
mengait-ngaitkan teori growth mindset dengan kisah Nabi Muhammad SAW”.
Jika Anda berpendapat demikian, jelas sekali bahwa Anda memiliki pola fixed
mindset. Orang-orang yang punya pola fixed mindset akan berkomentar
tentang kekurangan, bukan menemukan bagaimana dirinya bisa tumbuh. Orang-orang
yang berpola fixed mindset akan sibuk menjaga kedudukan dan harga
dirinya tetap bergengsi, dibanding menggali dan memahami pemikiran seseorang
agar dirinya bisa ikut tumbuh.
Nabi
Muhammad SAW dalam Al-Qur’an banyak sekali mengabarkan tentang bagaimana cara
berpikir untuk tumbuh. Ayat Al-Qur’an yang mengajarkan untuk tumbuh sering kita
dengar, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar, Raad,
13:11). Anda mungkin tidak sadar bahwa ayat ini telah menjadi mindset Nabi.
Bayangkan saja dalam sejarahnya Nabi Muhammad SAW seumur hidupnya tidak pernah
berhenti dari ancaman, pemboikotan, dan penghinaan. Namun diujung hidupnya, Beliau
tidak pernah mementingkan dirinya sendiri untuk masuk surga, tetapi mengkhawatirkan
umat manusia yang harus tetap tumbuh menjadi manusia-manusia berpola pikir
tumbuh dengan mewariskan Al-Qur’an.
Jika
Allah mengatakan bahwa suatu kaum atau seseorang, bisa Allah ubah nasibnya kalau
mereka mengubah keadaannya sendiri, ini kan pola pikir tumbuh yang diajarkan Allah
kepada manusia. Lalu contohnya adalah Nabi Muhammad SAW. Dia lahir miskin,
tidak bisa baca dan tulis, tapi dengan pola pikir tumbuh yang diajarkan Allah
dalam Al-Qur’an, Nabi Muhammad bisa mengembang dan menyelesaikan tugasya
sebagai utusan Allah dengan sukses. Seluruh Nabi itu manusia, mereka punya
kisah dan kisah-kisah mereka dijadikan contoh oleh Allah untuk manusia.
Jika
semua orang bisa tumbuh, asal dia mau berusaha, maka jelas sekali bahwa
keberhasilan seseorang bukan di seberapa tinggi kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang,
tetapi seberapa keras usaha yang dilakukan seseorang untuk menjadi. Allah tidak
melihat siapa orangnya, latar belakangnya dari mana, keturunan siapa, dan berapa
kekayaannya, tapi Allah menetapkan sebuah mindset bagaimana setiap orang
bisa tumbuh dengan segala apa yang diusahakannya. Inilah teori growth mindset
sebagaimana disampaikan oleh Dweck.
Jika
saya mengutif teori Dweck untuk menjelaskan ajaran di dalam Al-Qur’an bukan
berarti saya mengekor atau tukang stemple pendapat orang. Tapi saya sedang
mengapresiasi pemikiran Dweck, dan saya mencoba melakukan integrasi dengan
pedoman hidup manusia yang sesungguhnya yaitu dari Tuhan. Selanjutnya terserah
Anda, mau mengikuti pemikiran Dweck atau mengikuti cara berpikir yang bersumber
dari Al-Qur’an? Saya sebagai umat beragama meyakini ketika mindset saya
sudah bersumber dari Al-Qur’an, mudah-mudahan Allah membantu saya, memberi
kekuatan untuk tetap tumbuh menjadi manusia sukses bukan hanya di dunia tetapi
di akhirat.
Saya
berterimakasih kepada Dweck, karena pemikiran beliau dapat membuka ilmu
berpikir yang saya pahami dari Al-Qur’an. Hakikatnya semua ilmu pengetahuan akan
membuka tabir-tabir rahasia tentang kekuasaan Allah. Semua ilmu milik Allah dan
akan bermuara kepada Allah. Ilmu yang sesungguhnya tidak terpisah-pisah tetapi
semuanya mengajarkan kita untuk kembali kepada Allah.
Barat
dan Timur milik Allah. Jika ingin sejahtera, pada prinsipnya tidak ada satu kelompok
manusia yang bisa menghidupi kelompoknya sendiri. Mereka harus saling mengenal
dan saling tolong menolong. Inilah growth mindset yang disampaikan oleh Dweck.
Sebeluamya Nabi Muhammad SAW pun mengajarkan kepada umatnya, “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat, 49:13). Ini ajaran pola
pikir tumbuh dari Allah, bahwa tidak ada manusia terbaik kecuali yang terbaik
dihadapan Allah. Lalu siapa yang terbaik dihadapan Allah? Nabi Muhammad SAW
menjelaskan, “mereka yang terbaik dihadapan Allah adalah yang paling banyak
bermanfaat bagi orang lain”.
Saya
berkesimpulan logika tuhan ilmu berpikir bertumbuh sebagaimana teori growth
mindset yang disampaikan oleh Dweck seorang psikolog. Berlogika tuhan
berarti membantu berkeyakinan bahwa kita sebagai manusia harus bertumbuh, bukan
hanya untuk diri pribadi tetapi menumbuhkan kehidupan orang lain, tanpa pandang
suku, ras, dan agama.
No comments:
Post a Comment