OLEH:
MUHAMMAD PLATO
“Madzab-madzab adalah agama berdasarkan persepsi akal pikiran
manusia. Apa yang diproduksi akal pikiran manusia adalah budaya. Konflik antar
madzab yang pernah terjadi bukan membela agama tetapi membela keegoisan para penganut
agama”. Begitulah salah satu kesimpulan Buya Syakur dalam sebuah dialog yang
membahas buku Tuhan Maha Asyik karya Sujiwo Tejo di youtube.
Semua pendapat bisa saya terima dan masuk akal kemana arah
pemikiran mereka. Sujiwo Tejo yang merasa tidak ahli dalam memahami kitab suci
dan menggunakan hati nurani dalam membaca realitas, memiliki kecerdasan spiritual
tinggi. Buya Syakur dengan pemahaman ilmu bahasa tidak dimungkiri Beliau bisa
dianggap sebagai pemikir muslim berpengaruh dari negeri yang dikelilingi air. Buya Syakur selalu membahas permasalahan pada
tataran realitas dengan memahaminya dengan makna bahasa dan logika yang
bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadis.
Pertanyaannya, dari manakah asal sumber kebenaran? Melihat dua
ahli pikir ini saya memberi kesimpulan bahwa Allah tidak membatasi seseorang
dalam menemukan kebenaran. Namun Allah mengatakan bahwa sebagian besar manusia
hidupnya tersesat, untuk itu Allah menurunkan petunjuk dalam menjalani hidup
dengan menurukan kitab suci kepada para nabi dan rasul yang diutusnya. Tanpa
pegangan iman kepada kitab suci yang diturunkan kepada Rasul-Nya manusia akan
semakin banyak yang tersesat dan terjerumus dalam mencari kebenaran. Intinya Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber
kebenaran dan Tuhan menurunkan petunjuknya melalui kitab suci yang diturunkan
pada utusan-utusannya.
Apakah manusia dengan nuraninya akan menemukan kebenaran?
Tuhan tidak akan menutup semua cara bagi orang-orang yang berniat mencari
kebenaran, namun pada akhirnya manusia akan bertemu dengan petunjuk-petunjuk
Tuhan. Petunjuk Tuhan yang terang benderang adalah dari kitab suci yang
diturunkan pada para nabi sebagai petunjuk bagi hati nurani dan akal pikiran
agar lebih yakin tentang hakikat dan keberadaan Tuhan.
Agama tujuannya adalah membimbing dan mengenalkan manusia
kepada Tuhan. Agama bukan ritual tetapi agama adalah membimbing ruhani manusia
agar menjadi manusia-manusia yang memiliki sifat sifat Tuhan. Sifat Tuhan yang banyak
disebut dan dikenal oleh manusia adalah maha pengasih dan maha penyayang. Ritual
dalam ajaran agama adalah latihan-latihan agar manusia menyadari tentang
keberadaan Tuhan. Ritual tidak diada-adakan tetapi harus berdasar pada tuntunan,
tidak memberatkan dan tidak melampaui batas ketentuan yang diajarkan Tuhan
melalui contoh para nabi dan rasul.
Puncak dari keberagaam seseorang adalah mencapai manusia
dengan totalitas berserah diri pada segala takdir Tuhan. Sebagian berpendapat,
puncak dari keberagamaan seseorang adalah menyerap sifat-sifat Tuhan Yang Pengasih
dan Penyayang. In action dalam bentuk amal, manusia-manusia yang sudah
totaliter berserah diri kepada Tuhan adalah manusia yang tunduk dan patuh pada
segala perintah Tuhan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Manusia-manusia
yang sudah mampu menyerap sifat-sifat ketuhanan, mereka akan menjadi pribadi-pribadi
pengasih dan penyayang dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Pada intinya pikiran manusia boleh bebas bagaimana mempersepsi
Tuhan Yang Esa. Namun in action dalam bentuk amal semua pasti akan bermuara pada
karakter yang sama jika dia benar-benar sudah berserah diri atau menyerap sifat-sifat
Tuhan. Kata Sujiwo Tejo, “pada intinya keberagamaan seseorang seperti kita
melihat dari puncak gunung. Ketika melihat dari puncak ke bawah semua
orang sedang mencapai tujuan yang sama, namun mereka berusaha mencari dan
melalui jalan-jalan yang berbeda”.
Ada yang berhasil sampai puncak ada yang tersesat. Karena
kemurahan Allah, neraka disediakan oleh Allah bukan untuk menghukum mereka yang
sesat tapi untuk membersihkan mereka agar kembali suci. Pada hakikatnya ruh-ruh
yang ada pada tubuh manusia adalah ruh Allah yang suci. Pada saat mereka
kembali, mereka harus dalam keadaan suci. Untuk itulah surga dan neraka adalah
nikmat Allah yang tidak boleh manusia dustakan.
No comments:
Post a Comment