OLEH: MUHAMMAD PLATO
Istilah
manusia sumbu pendek dan sumbu panjang dikenal di masyarakat akhir-akhir ini.
Istilah ini memisahkan antara karakter manusia buruk dan baik. Manusia sumbu
pendek selalu dikaitkan dengan karakter manusia pemarah, pendengki, dan selalu
negatif thinking. Manusia sumbu panjang dikaitkan dengan karakter
manusia penyabar, penyayang, pemaaf, dan selalu positif thinking.
Manusia
sumbu pendek proses berpikirnya sangat singkat. Jarak antara data dengan
kesimpulan yang diambil sangat pendek. Berpikirnya lurus tanpa mempertimbangkan
pemikiran-pemikiran dari orang atau kelompok lain. Risikonya
kesimpulan-kesimpulan yang diambil selalu melenceng jauh dari fakta kejadian
sesungguhnya.
Manusia
sumbu pendek sangat mengandalkan penglihatan. Ukuran kebenaran yang dianut
sangat terbatas pada apa yang bisa dibuktikan dengan penglihatan. Dia tidak
suka membaca atau meneliti, seluruh hidupnya dipahami dengan mengandalkan pada
penglihatan dan pendengaran langsung tanpa proses penelitian.
Manusia sumbu pendek memiliki ukuran kebaikan dan keburukan berdasarkan apa yang dirasakan dan apa yang dialami. Ukuran baik dan buruk ada di kehendak hatinya, tidak berdasar pada pengetahuan tentang kebenaran yang bersumber pada Tuhan. Manusia sumbu pendek berbicara dan bertindak berdasarkan apa yang disenanginya. Pikirannya tidak berpijak, semua yang dikemukakannya berdasarkan fantasi yang membuat dirinya senang.
“Maka
apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama
dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang
buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Muhammad, 47:14).
Manusia
sumbu pendek mengikuti jejak-jejak Fir’aun, yang berpandangan bahwa Tuhan telah
menjelma menjadi manusia. Tuhan harus bisa dilihat. Akalnya menjadi sumber
kebenaran bukan sebagai alat untuk mengetahui kebenaran. Pengetahuan dari kitab
suci dianggap dongeng jika isinya tidak berpihak pada kekuasaan dan
kedudukannya.
“(yaitu)
pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang
baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar);
dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.
Manusia
sumbu pendek selalu berbeda pendapat dan tidak pernah menghargai pendapat orang
lain. Kesenangan hadir bukan dengan mengendalikan diri tetapi mengendalikan
orang lain. Sumber ketenangan hidupnya bukan datang dari dalam diri tetapi dari
luar dirinya. Pikirannya selalu berusaha mengendalikan orang lain dan tidak
pernah bisa bekerjasama dalam satu tim. Tanpa melihat posisi atau kedudukan
dalam tim dirinya selalu menganggap paling benar.
Manusia
sumbu pendek jika jadi pemimpin akan memerkosa rakyatnya demi kesenangan jiwanya.
Dia akan jadi pemimpin dzalim dan menghalakan segala cara untuk melanggengkan
kekuasaannya. Di bawah kepemimpinan sumbu pendek negara menjelma menjadi
kehendak dirinya, sementara kehendak rakyat menjadi budaknya.
Manusia
sumbu pendek adalah pengikut setan, yaitu mereka yang memandang baik perbuatan
buruk dan memandang buruk perbuatan baik berdasarkan pandangannya. Pahalal
pandangan baik dan buruk harus berdasar pada petunjuk Tuhan di dalam kitab suci
Al-Qur’an.
No comments:
Post a Comment