Oleh: Muhammad Plato
(Penulis Master Trainel Logika Tuhan)
(Penulis Master Trainel Logika Tuhan)
Dan
jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada
hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu
dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Al Baqarah, 2:23). Inilah tantangan Allah kepada mereka yang
mempertanyakan keberadaan dan kebenaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan 1500 tahun yang lalu, pada masa kenabian
Muhammad saw. Secara kasat mata kitab suci Al-Qur’an adalah peninggalan
sejarah. Turunnya Al-Qur’an tidak lepas dari kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad
saw dalam menyebarkan agama Islam. Dari sudut pandang sejarah, cerita-cerita
tentang hidup Nabi Muhammad saw adalah bagian dari kajian ilmu sejarah untuk
mengungkapnya. Ilmu sejarah berkaitan dengan keberadaan hadis-hadis Nabi
Muhammad saw. Keberadaan Al-Qur’an seiring dengan perjalanan kisah kenabian
Nabi Muhammad saw.
Hadis-hadis nabi adalah produk ilmu sejarah yang menguji
kebenarannya melalui verifikasi sumber berdasarkan
kesalehan para pemberi kabar. Validitas kebenaran hadis diukur dari kesalehan
para penutur hadis. Jika para penutur hadis dikategorikan orang jujur, amanah,
tidak pernah dusta, tidak bohong, maka hadis dikatakan valid (shahih). Kualitas
kejujuran para penutur hadis dilakukan melalui uji ketat oleh para ahli hadis,
seperti Buhkari dan Muslim.
Uji kejujuran yang dilakukan kepada penutur hadis dilakukan secara
kualitatif melalui kesaksian-kesaksian orang-orang yang hidup sezaman dengan penutur
hadis. Pengujian semacam ini tidak menjamin 100 persen benar karena verifikasi
kejujuran pada penutur hadis berdasarkan pada penghlihatan dan ingatan para saksi.
Hal yang diandalkan dari pengujian hadis model ini adalah kultur Islam yang
sangat kental dengan kesalehan dan kejujuran para penganutnya. Sekalipun
manusia tidak akan luput dari kesalahan.
Semakin jauh jarak Nabi Muhammad saw dengan kita sekarang, maka
hadis-hadis Nabi tidak akan mengalami perkembangan. Orang-orang yang hidup di
zaman Nabi Muhammad saw sudah tidak ada lagi yang hidup. Sekalipun
keturunan-keturunan Nabi dan para sahabat masih ada sampai sekarang, mereka
sudah tidak bisa diandalkan menyimpan berita-berita dari Nabi secara langsung.
Pengujian kebenaran hadis selalin dari kualitas kejujuran para
penutur, dilihat pula dari kualitas isi yang diverifikasi dengan isi kandungan
Al-Quran. Berita hadis jika penuturnya tidak tercela tetapi isi hadis
bertentangan dengan Al-Qur’an maka hadis dikatakan lemah secara substansi. Hadis
ini akan dikesampingkan selama ada hadis yang valid. Sebaliknya jika isi hadis tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an tetapi penuturnya punya sifat tercela, maka hadis
itu lemah. Hadis ini juga akan dikesampingkan selama ada hadis valid.
Hadis adalah sumber informasi kedua yang digunakan umat Islam
dalam memahami ajaran Islam. Hadis juga digunakan untuk menafsir Al-Qur’an.
Ilmu tafsir Al-Qur’an yang menggunakan hadis memiliki keterbatasan karena
jumlah hadis yang terbatas. Untuk itulah dibutuhkan metode penafsiran Al-Qur’an
yang bisa menjawab perubahan masyarakat. Metode tersebut sering dikaitkan
dengan metode al ra’y (akal, pemikiran, logika).
Orang-orang non muslim sering bertanya, apa bukti bahwa Al-Qur’an
itu wahyu? Menurut mereka jika Al-Qur’an itu wahyu, harus ada saksi yang membenarkannya
dan diberitakan di dalam kitab suci itu sendiri. Mereka menganggap bahwa Al-Qur’an
adalah tiruan dari kitab-kitab suci terdahulu, karena secara kronologis Al-Qur’an
ada setelah wahyu-wahyu terdahulu turun. Mereka melihat kebenaran kitab suci
berdasarkan urutan sejarah turunnya kitab suci. Pembuktian-pembuktian yang
diajukan oleh mereka sangat materialistik dan rasionalis. Mereka mengukur keberadaan
kitab suci berdasarkan ukuran rasio (logika) murni manusia dan bukti logika empiris.
Pendekatan yang dilakukan mereka cenderung pada kajian kronologis ilmu sejarah.
Kajian sejarah tidak bisa dijadikan sebagai satu alat ukur
membenarkan keberadaan kitab suci. Pendekatan sejarah tidak bisa menjamin
kebenaran keberadaan kitab suci karena sejarah diungkap dari fakta dan ditafsir
berdasar ingatan penulisnya. Sangat sophisticated jika menguji keberadaan
kitab suci dari kaca mata ilmu sejarah. Isi kitab suci bisa bercampur dengan cerita
sejarah.
Metode yang dapat diandalkan untuk menguji kebenaran kitab suci
adalah menguji isi kebenaran kitab suci. Pengujian bisa dilakukan melalui korelasi
atau kontradiksi antara isi kitab suci, atau isi kitab suci dengan kebenaran
ilmiah. Surat menjelaskan surat, ayat menolak ayat, atau ayat menjelaskan fakta
ilmiah, atau fakta ilmiah menjelaskan ayat. Pendekatan ini membutuhkan
keterlibatan akal. Dasar metode ini bersumber pada keterangan Al-Qur’an di
bawah ini.
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al
Qur'an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah
sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang
orang-orang yang benar". (Huud, 11:13).
Untuk menjawab orang-orang yang tidak percaya kitab suci Al-Qur’an
sebagai perkataan Allah, dalam Al-Qur’an Allah menantang untuk dilakukan uji
materi terhadap kebenaran isi surat di dalam Al-Qur’an. Untuk itu tidak tertutup
bagi umat Islam memperbanyak kajian-kajian tentang kebenaran Al-Qur’an dari
berbagai sudut pandang keilmuan. Baik dalam kajian filosofis, historis, etika,
moral, dan kebenaran sains secara empiris dalam berbagai kajian ilmiah. Kesepakatna
para ulama untuk melakukannya sebagai kajian tafsir kontemporer yaitu tafsir
yang menggunakan akal yang memanfaatkan sudut-sudut pandang keilmuan. Inilah
peluang untuk meningkatkan keimanan kita kepada Tuhan YME dan menjawab pertanyaan
orang-orang yang tidak percaya bahwa Al-Qur’an sebagai perkataan Allah. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment