OLEH: MUHAMMAD PLATO
Buya Syakur berpedapat (https://www.youtube.com/watch?v=KGRBwsUGt9I
2/12/2019, diakses 13/04/2020) sampai kapan pun tidak akan pernah ada yang
dapat membuktikan secara fisik Tuhan itu ada, dan tidak akan pernah ada
argument yang memuaskan bagi siapapun bahwa Tuhan itu ada. Sebaliknya orang
yang tidak percaya Tuhan, dia tidak bisa membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Inilah yang menghindarkan saya untuk berdebat tentang keberadaan Tuhan. Tapi
saya membakukan dalam pikiran bahwa Tuhan itu harus ada. Wujudnya bagaimana
imajinasi saya tidak cukup untuk membayangkannya.
Selanjutnya Buya Syakur mengeluarkan pendapat yang cukup menantang
untuk diskusi, “Jangan takut untuk, berpikir Tuhan tidak takut dengan
kecerdasan manusia. Ayat Al-Qur’an tidak menutup tafsir karena zaman mengalami
perubahan secara berkesinambungan”. Pemikiran kelompok tertentu, fiqih adalah
karya manusia, sumbernya dari Al-Qur’an.
Siapa yang menjamin paling benar, marilah kita berpikir sama-sama untuk
menemukan kedamaian dan kesejahteraan manusia hidup di dunia. Tuhan senang
digugat dan Tuhan akan melayaninya dengan senang, karena berpikir adalah
perintah Tuhan.
Sebagaimana Nabi Ibrahim, Nabi Musa, mereka dalam kisahnya di dalam
Al-Qur’an menggunakan logikanya menantang kepada Tuhan untuk membutikan
bagaimana cara menghidupkan orang yang mati, dan membuktikan bahwa Tuhan itu
berwujud. Kisah-kisah menjadi tanda
bahwa akan ada manusia-manusia yang menggunakan akalnya dan bertanya kepada
Tuhan tentang sesuatu yang ingin diketahuinya.
Sependapat dengan pendapat Buya Syakur, masih banyak umat Islam
yang belum berani berpikir bebas. Menurut Buya Syakur (https://www.youtube.com/watch?v=lghdZaFAVEg,
12/12/2019, diakses 15/04/2020) Fiqih adalah pemikiran orang per orang pada
abad ke 7 dan 12. Belum ada lembaga yang mengesahkan pemikiran ini. Mengubah
fiqih bukan mengubah agama, tetapi mengubah pemikiran orang. Tidak ada paksaan
dalam agama, memaksanakan pemikiran, ajaran, adalah keombongan. Dahulu persaingan
pemikiran, madzab, golongan, diwarnai oleh perebutan kekuasaan dibarengi dengan
kesombongan.
Berpikir bukan milik golongan-golongan, aliran, bangsa atau suku, berpikir
adalah perintah Allah di dalam Al-Qur’an. Jika ada orang melarang-larang
berpikir, apa haknya? Allah saja memerintahkan. Tidak ada hak bagi setiap orang
untuk mengkafirkan atau menyesatkan sebuah kelompok. Kafir dan sesat adalah
urusan Allah yang menentukan. Tugas kita adalah saling memberikan pencerahan
kepada semua orang berkaitan dengan implementasi ayat-ayat Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari.
Tembok besar yang menutupi keterbelakangan umat manusia sangat tebal.
Untuk meruntuhkan tembok kebodohan ini butuh sulton (kekuatan), sulton ini hanya
dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman dengan santun, dan terus menerus
mengetuk hati yang sudah menutup diri dari kebenaran untuk membuka pikirannya. Persaingan
kekuasaan yang membawa ajaran agama telah mengotak-ngotakkan umat menjadi dua
golongan beseberangan dan dipertahankan secara turun menurun.
Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam hanya dalam tataran ideal
yang tidak pernah diimplementasikan dalam kehdiupan sehari-hari. Mengafirkan,
menyalahkan, mencurigai, orang-orang yang berbeda dengan kelompoknya masih
diwariskan dan semakin mempertebal dinding kebodohan. Buya Syakur mengakui
bahwa apa yang dilakukannya yaitu memberi pembaharuan dalam berpikir di dalam
beragama, dari 1000 langkah yang harus ditempuh, dia merasa baru satu Langkah melakukannya.
Di butuhkan banyak orang yang sudah tercerahkan dan berani untu menyamakan
persepsi, berdiskusi, tanpa dibarengi dengan emosi.
Tulisan-tulisan yang saya tuliskan, tidak untuk mengubah agama,
tetapi memberi sumbangan pemikiran dalam memahami ajaran agama, dengan memahami
Al-Qur’an melalui petunjuk dan perintah Allah yaitu berpikir. Siapa yang
melarang-larang berpikir (berlogika) sementara Allah memerintahkan, lalu siapa
yang akan Anda ikuti? Walalhu’alam.
No comments:
Post a Comment