Oleh: Muhammad Plato
“Semua kajadian adalah
pelajaran agama, jika kita mengaitkannya dengan Tuhan.” Itulah sepenggal kalimat
yang saya dengar dari komentar anak dari seorang budayawan tasawuf bernama
Emha Ainun Najid. Wabah Corona yang terjadi Maret 2020 adalah pelajaran agama
untuk bangsa Indonesia, karena di dalam pembukaan undang undang pun orang
Indonesia mengakui bahwa kemerdekaan itu terjadi berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Kalimat dalam pembukaan ini memberi tanda bahwa orang Indonesia termasuk
orang-orang yang sangat percaya kepada Tuhan.
Perlajaran pertama. Virus
Corona mengajari untuk merenungkan kembali ajaran agama yang selama ini kita
persepsi. Selama 14 hari seluruh umat manusia diajak untuk mengisolasi diri merenungi
apakah selama ini kita sudah benar-benar menjadi umat beragama. Ritual agama seperti
shalat berjamaah, sedekah, puasa, zakat, kurban, dan haji, apakah sudah
benar-benar kita maknai sebagai ajaran dalam berkehidupan atau sekedar ritual?
Umat terbaik adalah mereka
yang mengajak untuk berbuat baik bukan hanya mengajak-ngajak shalat berjamaah di
masjid, tetapi mengajak untuk selalu berjamaah dalam menjaga kebersihan, menjaga perdamaian,
saling tolong menolong, memelihara anak yatim, memberi makan orang miskin, mentaati
pemimpin, tidak saling menyalahkan, dan tidak
saling mencela.
Shalat bukan ajaran ritual
semata, tetapi ajaran dalam berkehidupan bermasyarakat. Ritual shalat dan berbuat
baik dalam kehidupan masyarakat adalah bagian yang tidak terpisahkan. Gerakan
shalat berjamaah memiliki arti bahwa kita harus membangun kehidupan sejahtera
di dunia dan diakhirat. Orang-orang shalat harus menjadi pribadi-pribadi unggul
yang mampu membawa perubahan positif bukan hanya pada dirinya tetapi pada
kehidupan yang ada di sekelilingnya.
Shalat kita telah mengasingkan
diri dari rasa kemanusiaan. Shalat kita telah menjadikan diri kita tuhan-tuhan
pribadi yang tidak mau taat pada perintah Tuhan. Shalat kita terjebak dalam
ritual tanpa rasa kemanusiaan. Kita baru jadi umat beragama yang sukses dalam
shalat untuk kepentingan pribadi, tapi shalat untuk kepentingan orang lain, shalat
kita masih lalai dan banyak terbengkalai.
Pelajaran kedua. Virus Corona
mengajari bahwa urusan terpenting dalam hidup bermasyarakat yang harus dimiliki
oleh pribadi-pribadi tukang shalat adalah memiliki ketaatan dan kepatuhan
kepada para pemimpin sebagaimana
diilustrasikan dalam setiap gerakan shalat berjamaah. Virus Corona bisa menjadi
wabah yang membawa kematian kepada banyak orang adalah akibat dari
ketidakmampuan umat beragama dalam memosisikan pemimpin sebagai imam yang harus
ditaati oleh masyarakat sebagaimana kita menaati pemimpin ketika shalat
berjamaah.
Kelemahan umat beragama bukan
terletak pada kelemahan kita dalam memilki berbagai teknologi atau kekuatan
ekonomi, tetapi pada kemampuan kita dalam membangun rasa kebersamaan dalam
mentaati pimpinan dilandasi nilai kebangsaan dalam rasa keberagamaan. Jumlah bangsa
kita nomor empat terbesar di dunia. Kita menjadi pasar dan mitra terbaik untuk
negara-negara industri. Satu gerakan saja tidak menggunakan satu produk minuman, makanan,
atau kendaraan, pemilik perusahaan akan mengalami kebangkrutan dalam hitungan jam.
Sayang ini tidak pernah diajarkan di masjid masjid, sekolah, kampus, dan tablig
akbar. Bangsa kita seperti gajah tetapi selalu ribut gara-gara seekor semut
kecil.
Kepatuhan pada pemimpin jarang
diajarkan dalam kuliah-kuliah agama. Padahal ketaatan dan penghormatan pada
pemimpin adalah kunci keberhasilan dalam membangun sebuah bangsa dengan
peradaban tinggi. Fira’un, Hitler, komunisme, liberalimse, dibangun oleh
kekuatan pemimpin. Namun bukan pemimpin-pemimpin yang melampaui batas kemanusiaan
seperti Fir’aun, Hitler, komunisme, atau liberalisme, tetapi pemimpin-pemimpin
yang berketuhanan sekaligus berperikemanusian.
Keberagamaan kita baru pada
ritual shalat untuk kepentingan pribadi. Tetapi shalat-shalat untuk membangun
bangsa dan negeri kita masih lemah. Shalat ketika berkendaraan, shalat ketika
buang sampah, shalat menaati pemimpin, shalat ketika berjualan, shalat ketika
belajar, shalat ketika belajar, dan shalat dalam seluruh sendi kehidupan, kita tergolong orang-orang yang masih lalai dalam shalat.
Shalat adalah siklus perjalanan hidup manusia dari Allah kembali kepada Allah. Shalat adalah komitmen untuk menaati
seluruh perintah Allah dalam seluruh sendi kehidupan. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment