Oleh: Muhammad Plato
Masih ingatkah bagaimana
Nabi Muhammad saw merasa ketakutan, kebingungan dan mengurung diri. Setelah
wahyu diterima dan kenabian diembannya, maka seluruh Mekah dan saudara-saudaranya
menjadi musuh nyata bagi dirinya. Mungkin dalam benak Nabi Muhammad saw bergumam,
“kenapa jadi begini? Mengapa jiwa ku menjadi terancam, keluarga tercerai berai,
padahal Aku Nabi membawa pesan kebenaran dari Tuhan? Itulah gambaran heurmeunitik
saya ketika membaca kisah awal kenabian Nabi Muhammad saw. di Mekah.
Kondisi yang dialami pada
awal kenabian Nabi Muhammad saw, mungkin persis seperti sekarang yang dialami
oleh umat beragama di Indonesia khususnya umat Islam. Mungkin saja kita juga
bertanya, “mengapa jadi begini? Semua kegiatan berhenti padahal tidak sedang perang.
Kita tahu musuh kita, tetapi dia tidak terlihat. Kita seperti mendapat serangan
dari musuh-musuh yang sudah punya teknologi tinggi, mereka sulit dideteksi dan
kita ke sana ke mari tidak tentu arah.
Kita semua seperti orang-orang zaman dahulu, tidak boleh keluar rumah karena ada hantu gentayangan. Kita ketakutan dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Makhluk-makluk halus seperti terus bergerombol dan melakukan serangan, sementara kita tidak melihat di mana posisi mereka. Kita melakukan tembakan ke segala arah tanpa punya kepastian mengenai sasaran atau tidak. Inilah kondisi chaos yang terjadi sebagai tanda dunia sedang menghadapi krisis kemanusiaan.
Kita semua seperti orang-orang zaman dahulu, tidak boleh keluar rumah karena ada hantu gentayangan. Kita ketakutan dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Makhluk-makluk halus seperti terus bergerombol dan melakukan serangan, sementara kita tidak melihat di mana posisi mereka. Kita melakukan tembakan ke segala arah tanpa punya kepastian mengenai sasaran atau tidak. Inilah kondisi chaos yang terjadi sebagai tanda dunia sedang menghadapi krisis kemanusiaan.
Tidak semua orang bisa
bertahan terus di dalam rumah. Mencari nafkah harus tetap jalan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Aktivitas ekonomi, sosial, politik, mengalami
stagnasi. Negara akan mengalami krisis hebat jika wabah tidak segera berlalu. Apa
yang harus kita lakukan? Tidak ada solusi kecuali kita menunggu waktu badai
wabah berlalu.
Sebagaimana dikisahkan
dalam sejarah Nabi Muhammad saw, dalam kondisi ketakutan dan tidak menentu, Allah
datang memberi pertolongan dengan menurunkan wahyu, “Hai orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Al Muddatsir, 74:1-8)
Ayat ini mengajarkan kepada Nabi Muhammad untuk tetap optimis, dan bangkitlah untuk tetap menjaga kebersihan, kembali kepada satu Tuhan, dan saling memberi bantuan dengan niat ikhlas dan menjaga tetap sabar di jalan kebenaran. Kita bukan bangsa seperti China, Italia, atau Amerika. Kita bangsa yang penduduknya sebagian besar percaya kepada Tuhan.
Ayat ini mengajarkan kepada Nabi Muhammad untuk tetap optimis, dan bangkitlah untuk tetap menjaga kebersihan, kembali kepada satu Tuhan, dan saling memberi bantuan dengan niat ikhlas dan menjaga tetap sabar di jalan kebenaran. Kita bukan bangsa seperti China, Italia, atau Amerika. Kita bangsa yang penduduknya sebagian besar percaya kepada Tuhan.
Shalat berjamaah tidak
memungkinkan, umrah tidak memungkin, ibadah haji pun teracaman batal. Ada satu
ibadah yang masih bisa dilakukan yaitu shalat dhuha, shalat malam, karena ini
dilakukan sendiri-sendiri.
Untuk memenangkan
peperangan, saya mengajak kepada seluruh penduduk Indonesia yang beragama Islam
kurang lebih 250 juta orang, untuk bangkit di sepertiga malam untuk memohon bantuan kepada Allah
dengan 11 kali ruku dan sujud merendahkan ketidakberdayaan kita kepada Tuhan. Jika 250 juta penduduk muslim Indonesia
serentak bangkit tahajud setiap hari 11 rakaat, maka setiap malam akan ada 2,75
miliar rakaat mengajukan permohonan kepada Tuhan. Jika gerakan ini dilakukan
selama 14 hari maka akan ada 38,5 miliar permintaan naik ke langit ke tujuh tanpa
hijab.
Pada siang hari, 250 juta orang, kita lakukan gerakan shalat dhuha 12 rakaat. Maka setiap hari akan ada suara gemuruh
memenuhi langit dan bumi sebanyak 3 miliar doa. Jika dilakukan 14 hari maka akan
ada suara permohonan kepada Tuhan sebanyak 42 miliar doa. Jika digabung siang
dan malam maka akan ada badai yang menyapu Virus Corona dengan pasukan 80,5
miliar pasukan TENTARA ALLAH dari bumi Indonesia tercinta.
Subhanalloh, gerakan ini
tidak akan dimiliki kecuali oleh umat Islam. Gerakan ini tidak mungkin dapat
dipahami oleh logika alam China, Amerika, Italia, kecuali orang-orang beriman yang berpikir dengan
logika Tuhan dari Indonesia. Virus Corona adalah makhluk ghaib, maka kita hadapi bersama-sama
tanpa harus beranjak dari rumah dengan cara-cara yang dapat menghadirkan pasukan ghaib.
Tidak ada salahnya
gerakan ini kita coba. Dengan alasan, pertama; tidak ada APBN atau APBD yang
mesti dikeluarkan pemerintah. Kedua; program social distancing tetap
dilaksanakan karena gerakan ini dilakukan dari rumah masing-masing. Ketiga;
jika program ini tidak berhasil tidak ada kerugian sedikitpun untuk pribadi
maupun orang lain. Keempat; tahajud dan dhuha bukan ajaran manusia, tapi solusi
yang diajarkan dari Tuhan. Kelima; tidak ada yang akan bisa melebihi kekuasaan Tuhan
di muka bumi ini.
Gerakan bisa dikomando
oleh MUI, para da’i, dan para pemimpin di tiap-tiap RT, RW atau kelurahan.
Waktu pelaksanaan ditentukan secara nasional dan disosialisasikan melalui
berbagai media. JIka ini dilakukan tidak menutup kemungkinan kejadian-kejadian
menggembirakan, keajaiban, akan datang dari Indonesia untuk masyarakat
Indonesia dan dunia. Bisa jadi Indonesia akan jadi negara dengan kekuatan ekonomi
dunia dan berdaulat dalam menghadapi wabah Virus Corona. Semoga Allah
melindungi dan memberi kekuataan kepada kita semua. Wallahu ‘alam.
(Penulis Head Master
Logika Tuhan)
Hatur nuhun pak
ReplyDelete