OLEH: MUHAMMAD PLATO
Sahabat sekalian, jika
kita berbicara tentang negara, kita bicara Corona di keluarga. Di dalam Al-Qur’an
viral bahwa Corona adalah peringatan untuk tinggal dirumah. Kepada siapa
perintah ini? Terutama pada kuam wanita khususnya istri. Jadi Corona itu
berkaitan dengan posisi perempuan dalam sebuah rumah tangga.
Mengelola negara sama
seperti mengelola keluarga. Dari keluarga-keluarga yang dikelola dengan baik
akan lahir pemimpin pemimpin hebat. Jadi sahabat-sahabat sekalian, sangat logis
jika ada orang mengatakan, “untuk menghancurkan sebuah negara, maka
hancurkanlah kehidupan keluarganya”. Tabiat-tabiat dasar manusia akan
dikembangkan pertama kalinya dilingkungan keluarga. Tabiat dasar manusia akan
diaktifkan seperti menyalakan dan mematikan lampu. Jika yang dinyalakannya
tabiat-tabiat buruk, maka dalam bermasayrakat akan hidup manusia-manusia bertabiat
buruk. Jika dalam keluarga dinyalakan tabiat-tabiat baik, maka akan lahir
orang-orang yang hidup bertabiat baik di masyarakat.
Dengan demikian,
tampilan-tampilan televisi, video dan teks di media sosial, yang sudah masuk ke
jantung-jantung hati keluarga, harus betul-betul mendapat perhatian dari para
pemimpin. Hidup di abad industri 4.0 sekarang dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang
berani berkorban mengurus anggota keluarga mulai dari ngepel, nyuci piring, baju,
dan menanak nasi, harus mau dan bisa melakukannya.
Kedudukan suami sebagai
pemimpin dan istri sebagai yang dipimpin adalah sama. Kedudukan sama dilihat
dari keberfungsian suami dan istri dalam mengelola keluarga. Kesamaan fungsi
itu diarahkan untuk saling bekerja sama dalam mengelola keluarga. Namun dalam
struktur organisasi, sebuah ketetapan dari Tuhan bahwa di dalam setiap
organisasi harus ada struktur yang dasarnya bertingkat. Maka laki-laki mau
tidak mau, sudah ketetapan-Nya bahwa dia menduduki sebagai Kepala Rumah Tangga.
Tuhan menetapkan
laki-laki dalam struktur keluarga sebagai kepala keluarga dapat kita pahami
faktor-faktor penyebabnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah laki-laki tidak
mengalami haid. Quraish Shihab menjelaskan, “pada masa haid perempuan mengalami
ketidakseimbangan emosi. Tidak mungkin bagi seorang pemimpin selama 14 hari,
dalam ketidakseimbangan emosi memimpin mengambil keputusan”.Sementara Nabi Muhammad
saw mengajarkan jangan mengambil keputusan ketika marah (emosi tidak stabil).
Seorang pemimpin dalam
keluarga, sekaligus menjadi imam dalam shalat. Jika pemimpinnya perempuan pasti
ada masa-masa tidak bisa jadi imam, karena selama 7 sd. 14 hari mengalami haid.
Kondisi ini juga menjadi alasan mengapa perempuan tidak jadi pemimpin dalam
keluarga. Kepemimpinan laki-laki dalam keluarga memiliki kekuatan dari Allah,
namun bukan untuk kesewenang-wenangan tetapi untuk menegakkan keadalian yaitu
segala sesuatu harus berjalan atas dasar ketentuan Tuhan. Begitu besar ancaman bagi
seorang pemimpin, namun begitu besar peluang kebaikan bagi seorang pemimpin. Kewajiban
anggota keluarga untuk patuh kepada pemimpin keluarga, dijelaskan oleh hadis
nabi yang memutlakkan ketaatan seorang istri kepada suami. Ibu adalah
representasi dari warga negara yang baik yang selalu memberi contoh kepada
anak-anaknya untuk selalu patuh kepada pimpinan.
Kehidupan keluarga adalah
meniatur kehidupan bernegara. Keluarga adalah tempat pendidikan bagaimana
seorang anak kelak menjadi warga negara yang baik. Faktor paling mendasar
menjadi seorang warga negara adalah menghormati dan mentaati para pemimpin
sebagai mana mereka berbakti dan menghormati kedua orang tuanya. Maka dalam berbakai lembaga pendidikan, mata pelajaran
tentang kewarganegaraan pelajaran penting yang harus terus disosialisasikan
adalah mengajarkan anak-anak untuk menghormati dan mentaati para pemimpin. Kemajuan
sebuah bangsa berkorelasi positif dengan ketaatan warga negara pada pemimpin.
Pada saat wabah Covid-19 tahun
2020 menyerang dunia, negara-negara dengan warga negara taat pada pemimpin,
mereka lebih mampu menghadapi wabah. Indonesia sebagai bangsa yang tidak
memiliki ketaatan pada pemimpin, lebih sulit mengendalikan wabah dan perlu
perpanjangan masa Isoliasi samapi 2 kali 14 hari. Inilah pelajaran untuk bangsa
Indonesia bahwa bangsa-bangsa yang sulit dikendalikan adalah bangsa yang tidak
memiliki ketaatan kepada pemimpin.
Para penghulu agama
termasuk tokoh-tokoh yang sulit dikendalikan, padahal mereka memahami bahwa
taat pada pemimpin lebih utama dibanding membawa keputusan pribadi. Para
penghulu agama, mereka nekat mengadakan kegiatan keagamaan yang menimbulkan
keruman sementara Covid-19 menyerang disaat orang-orang berkerumun. Pemimpin
sebenarnya membawa kepentingan orang banyak, apapun yang dilakukan pemimpin
dibingkai oleh niat untuk kemaslahatan umat, maka siapa yang menentang atau
tidak taat pemimpin maka dia telah ingkar kepada perintah Tuhan yang memerintahkan
taat kepada pemimpin yang merupakan refresentasi pembawa keputusan hasil musyawarah.
Dunia Barat sedang
menghadapi tahafut al falasifah, dan dunia timur sedang menghadapi tahafut
al tahafut. (Nataatmadja, 2001, hlm. 137). Tahafut al Falasifah
adalah kerancuan berpikir karena terlalu mengandalkan hukum alam. Tahafut at
tahafut adalah kerancuan berpikir karena memahami hukum Tuhan dengan menjadikan
guru-guru tafsir selain Nabi dan kitab-kitab selain Al-Qur’an sebagai tuhan sumber
kebenaran. Semuanya terjebak mempertahankan kehendak dan pemikiran-pemikiran pribadi
dan kelompok masing-masing. Maka jadilah masyarakat yang sulit dikendalikan.
Permasalahan dunia Barat
dan Timur terletak pada kesalahan membaca. Mereka tidak membaca makna kebenaran
dari Tuhan dari ayat-ayat Nya, melainkan kebenaran berdasarkan egoisme pribadi
dan kelompok masing-masing. Maka dalam kondisi darurat umat manusia begitu
sulit dikendalikan, kecuali mereka memiliki rakyat yang taat pada pemimpin dan
pemimpin yang kuat melindungi rakyatnya. Corona itu ada di rumah setiap
hari, yaitu ibu yang selalu mengajarkan, “taat pada pemimpin wajib! dengarkan apa yang diperintahkan pemimpin!” Wallahu’alam.
(Penulis Master Trainer
Logika Tuhan)
No comments:
Post a Comment