OLEH: MUHAMMAD PLATO
Sebenarnya tidak perlu
jadi masalah mau ngasih selamat atau tidak, mereka yang merayakan mendapat
kebahagian sesuai dengan keyakinannya. Namun perbedaan pendapat antar ulama
perihal memberi selamat natal kepada umat Kristen perlu disikapi dengan arif dan
bijaksana. Artinya tidak perlu ada hujatan, hinaan, dan sangkaan buruk kepada
mereka yang membolehkan atau tidak dalam mengucap selamat natal kepada umat Kristen.
Pesan saya adalah jangan
menyikapi sesuatu yang tidak kalian sukai dengan sikap buruk, karena boleh jadi
kalianlah yang berpilaku buruk karena terlihat jelas dari sikapnya yang buruk. Mari
belajar dewasa dalam beragama dengan menjadikan kitab suci dan sunah yang kita imani
sebagai tuntunan dalam menyikapi setiap kejadian.
Keburukan itu datang dari
diri sendiri. Jangan-jangan kita telah gagal menjadi umat beragama karena gagal
menyikapi kejadian yang tidak kita sukai dengan sikap yang buruk. Dunia ini hakikatnya
adalah ilusi (fana). Untuk itu kita tidak akan menemukan kebenaran yang
sepenuhnya benar, karena pasti ada ruang-ruang yang tidak kita ketahui. Kebenaran
mutlak milik Allah, dan kita tidak bisa mengklaim diri kita seperti Allah
pemilik kebenaran.
Perbedaan pendapat adalah
takdir Allah yang tidak mungkin bisa diubah, sebagai bentuk dari keterbatasan
manusia dalam memahami kebenaran. Saling klaim kebenaran adalah sifat setan,
sebagaimana Iblis mengaku merasa lebih mulia dihadapan Adam. Sifat merasa mulia
ini telah mentakdirkan Iblis memiliki sifat-sifat setan seumur hidupnya.
Mereka yang melarang
mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dilandasi oleh niat menjaga
kemurnian akidah Islam. Seperti kita ketahui kelahiran Nabi Isa yang dirayakan
oleh umat kristen tidak berlandaskan pada kitab suci, tetapi ditetapkan sebagai
tradisi turun temurun umat Kristen. Umat Islam yang tidak mau mengucapkan
selamat natal dilandasi oleh pengetahuan dan keimanan bahwa Nabi Isa yang diyakini
umat Kristen, juga diyakini sebagai nabi umat Islam sebelum Nabi Muhammad saw. Berdasarkan
informasi Al-Qur’an, Nabi Isa tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Untuk itu mengucapkan
selamat natal sama dengan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Mengucapkan
selamat natal sama dengan mengikuti agama mereka.
"Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al
Baqarah, 2:120).
Bagi mereka yang
membolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen, dari sudut pandang
penulis mereka tidak berniat mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Niat
mereka adalah menjalankan perintah Allah dalam Al-Qur’an sebagai sumber ajaran
Islam yaitu menjaga hubungan baik sesama manusia, menciptakan kedamaian, saling menghormati, dan
saling memberi ruang hidup sesuai dengan keyakinan masing-masing. Membumikan Islam
sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah kewajiban setiap muslim.
JADILAH PRIBADI AGUNG, JANGAN MENILAI ORANG DARI PERBUATANNYA SAJA KARENA ALLAH YANG TAHU NIAT-NIATNYA (MUHAMMAD PLATO). |
Mereka yang mengucapkan
selamat natal kepada umat Kristen, bukan tidak tahu tentang kebenaran kelahiran
Nabi Isa, namun karena umat Kristen sudah menjadikan tanggal 25 Desember sebagai
tradisi turun-temurun diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Isa, maka selayaknya
dipandang perayaan ini dipandang sebagai tradisi nenek moyang. Peringatan hari natal pada tanggal 25 Desember
tidak berkaitan dengan akidah. Hal ini sebagaimana kita ketahui masih adanya tradisi-tradisi
nenek moyang yang dilakukan pula oleh umat Islam di Indonesia. Dikarenakan sebagai
tradisi maka menngucapkan selamat natal tidak berkaitan dengan akidah tetapi sebagai
rasa hormat terhadap tradisi sekelompok masyarakat yang merayakannya dengan
tujuan terciptanya hubungan sesama manusia yang rukun dan damai sebagaimana Islam sangat
menganjurkan untuk hidup damai.
Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Anfaal,
8:61).
Lalu bagaimana menyikapi
perbedaan pendapat ini? Sebagaimana bunyi hadis Nabi Muhammad saw yang sangat
terkenal di kalangan umat Islam, “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung
niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. (HR. Bukhari).
Jangan meleceh perbuatan
orang karena kita tidak tahu isi niat dihati dan pikirannya. Kita hargai
niat-niat baik setiap muslim dan jangan menilai prilaku dari perbuatannya saja. “niat
seorang mukmin lebih baik dari amalnya”. (HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii').
Bukan urusan kita apakah
mereka beriman atau kafir. Tugas kita
hanya menyampaikan kebenaran tanpa paksaan. Hindari prasangka buruk, apa lagi
kepada sesama muslim karena itulah seburuk-buruknya prilaku. Setiap orang akan
diadili oleh Allah sesuai dengan niatnya sebagaimana bunyi hadis, “Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai
dengan niat-niat mereka”. (HR.-Muslim).
Marilah kita sikapi perbedaan dengan pribadi agung, dengan tidak menjadikan diri kita, kelompok kita, sebagai satu-satunya
pemilik kebenaran, karena kebenaran mutlak milik Allah. Islam adalah agama yang
menyempurnakan sebaik-baiknya akhlak manusia, sebagaimana dicontohkan
Rasulullah saw.
Demikian penjelasan saya
sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Penulis
berpesan dalam tulisan ini, imanilah dalilnya bukan pendapatnya. Silahkan
memilih mana yang lebih diyakini dan semoga Allah mengampuni kita semua. Semoga
kita semua hidup rukun dan damai, hingga tercatat sebagai pribadi-pribadi
muslim yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment