Oleh: Muhammad Plato
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui
batas,” (Al Alaq, 96:6). Jika Allah sudah mengatakan kata “sesungguhnya” kata
ini menegaskan bahwa itulah fakta atau realitas manusia sebenarnya dan tidak
ada manusia yang bisa lepas dari ketentuan ini. Maka manusia adalah makhluk
yang punya sifat atau punya potensi melampaui batas terhadap apa yang telah
ditetapkan Allah.
Dalam hal apa saja manusia selalu berpotensi melampaui batas.
Di dalam Al-Qur’an sedikitnya ada empat konsep yang menjelaskan tentang manusia
pelampau batas. Empat konsep tersebut dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an
sebagai berikut:
· Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas (mu’tadin), karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Baqarah, 2:190).
MANUSIA PELAMPAU BATAS ITU MENDUSTAKAN ATURAN YANG TELAH DITETAPKAN TUHAN. (MUHAMMAD PLATO) |
Berdasarkan
keterangan ayat di atas, manusia melampaui batas dijelaskan dengan konsep “mu’tadin”.
Manusia mu’tadin adalah mereka yang mendustakan aturan-aturan yang telah di
tetapkan Allah. Prilaku mereka bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan
Allah. Sebagai contoh, membalas keburukan dengan keburukan yang lebih buruk,
padahal Allah menetapkan membalas keburukan setimpal. Dilarang mendekati zina, mereka
mendekati dan melakukan zina. Dilarang berjudi, mereka melakukan judi, dilarang
mabuk, mereka mabuk-mabukkan. Dilarang memakan daging babi, mereka makan daging
babi. Dilarang menghina, mereka melakukan penghinaan dsb.
· Utusan-utusan
itu berkata: "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika
kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang
melampaui batas". (Yasin, 36:19).
Selanjutnya
berdasarkan ayat di atas, manusia melampaui batas dijelaskan dalam konsep “musripun”.
Manusia musripun jika kita analisis dari ayat-ayat sebelumnya, mereka adalah yang
cenderung mengada-ngadakan dalam hal aturan atau syariat. Mereka menolak ajaran-ajaran
yang telah diajarkan oleh para utusan Allah. Mereka menolak ajaran Rasul dan
membuat ajaran-ajaran sendiri yang menurutnya benar. Mereka mengatakan bahwa
ajaran-ajaran yang di bawa Rasulullah adalah sihir, ajaran orang mabuk, ajaran orang
gila dan ajaran pembawa sial. Di zaman sekarang mereka mengatakan bahwa
ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah adalah ajaran klenik, tidak rasional,
tidak bisa dijangkau akal, ajaran radikal, dan harus dipisahkan dari ajaran
kehidupan dunia. Kaum musripun, mereka juga mengada-ngadakan syariat dan mengkultuskan
seolah-olah syariat itu datang dari Allah, padahal syariat yang jelas datang
dari Allah tidak lain hanya datang dari rujukan Al-Qur’an dan Sunnah. Segala
tafsiran adalah prasangka yang bisa kemungkinan benar atau salah, sehingga
tidak bisa dimutlakkan sebagai kebenaran dari Tuhan.
· Pergilah
kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas". (Thaahaa, 20:24).
Berdasarkan
ayat di atas, manusia melampaui batas berikutnya dijelaskan dalam konsep “togo”.
Manusia togo adalah mereka yang menggunakan nafsunya, egonya, kekuasaannya,
cenderung pada kehidupan dunia. Manusia-mausia ini adalah mereka yang
menuhankan dirinya sebagaimana Fir’aun. Dengan egonya, kekuasannya mereka
berlaku tidak adil, dalam setiap keputusan hidupnya sebagai individu maupun
sebagai penguasa, mereka hanya mempertimbangkan keuntungan dunia, dan
kelanggengan kekuasaannya. Keputusan-keputusannya selalu merugikan, menindas,
dan membinasakan makhluk lain yang berpotensi mengurangi kesenangan hidupnya di
dunia.
· Dan
bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan
(perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah, (Al Jin, :72:4).
Berdasarkan
ayat atas, manusia melampaui batas dijelaskan dalam konsep “satoto”. Manusia
satoto adalah mereka yang menjadikan jin sebagai sesembahannya. Manusia ini
digolongkan sebagai manusia kurang akal, karena menuhankan yang ghaib selain
Tuhan Yang Esa. Mereka meminta pertolongan atau petunjuk kepada jin dan
mengada-ngadakan tentang Allah di luar apa yang telah Allah kabarkan di dalam
kitab suci Al-Qur’an. Hidupnya menjadi bertentangan dengan kehendak Allah,
sehingga hidupnya penuh dengan dosa dan kesalahan.
Petunjuk
Allah Yang Maha Rahman kepada manusia adalah mengajarkan Al-Qur’an untuk
menjaga keseimbangan. “(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al
Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. (Ar Rahman,
55:1-4).
Allah
yang menciptakan manusia, maka Allah yang mengetahui bagaimana manusia harus
hidup. Allah mengajarkannya kepada manusia dengan mengutus Rasul dan menurunkan
Al-Qur’an.
Perintah
Allah di dalam Al-Qur’an adalah janganlah melampaui batas. “Dan Allah telah
meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan
melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil
dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (Ar Rahman, 55: 7-9).
Tugas manusia
yang sudah diberi akal dan amanah sebagai khalifah adalah menjaga neraca keseimbangan,
agar tidak cenderung pada keburukan. Semoga Allah membimbing kita semua. Wallahu’alam.
(Penulis
Master Trainer Logika Tuhan)
No comments:
Post a Comment