OLEH: MUHAMMAD PLATO
Hegel mengatakan untuk memahami
realitas bisa digambarkan dengan ilustrasi dialektika yang terdiri dari tesis, antitesis,
dan sintesis. Keberadaan seorang paman adalah tesis, dan keberadaan kemenakan
menyiratkan antitesis. Tidak akan ada seorang paman tanpa keberadaan kemenakan.
Namun demikian tidak ada kepuasan jawaban, apakah keberadaan kemenakan yang
menyebakan keberadaan paman, atau sebaliknya. Atas dasar itu Hegel bergerak untuk
memahami reallitas yang tidak mungkin memisahkan keberadaan paman, kemenakan, ayah,
ibu, suami, istri dan seterusnya sampai kita temukan Idea Yang Mutlak (Absolute
Idea). Hegel berkesimpulan bahwa tidak ada yang nyata-nyata benar kecuali
mengenai Realitas sebagai keseluruhan (the whole). (Russell, 2016,
hlm.954).
Dalam hal ini, Hegel bukan
rujukan saya dalam berpikir, tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Hegel orang
yang membuktikan pola pikir yang ada dalam Al-Qur’an. Rujukan berpikir saya
adalah Al-Qur’an. Pemikiran Hegel bagi saya adalah bukti kebenaran Al-Qur’an, bahwa
manusia bisa menemukan kebenaran dengan berpikir. Hanya dusta yang jadi sebab
manusia tidak bisa mengakui kebenaran. Hegel memberi kesimpulan bahwa “tidak
ada yang bisa cukup benar untuk dikatakan mengenai benda-benda pisahan, dan
pada faktanya hanya Keseluruhan yang nyata”. (Russell, 2016, hlm. 955).
Di dalam Al-Qur’an dijelaskan
bahwa alam semesta diciptakan dalam keterpaduan yang kemudian dipisahkan. “Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu (The Whole), kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. 21:30).
Hegel mengawali argumen logikanya
dengan asumsi bahwa Yang Mutlak adalah Yang Berada Murni (Pure Being), untuk
menunjukkan kualitas-Nya, Dia menciptakan nothing, (Yang Mutlak Yang
Tidak Berada). Kita bergerak dari tesis, antitesis, ke sintesisnya; penyatuan
antara Yang Berada dan Yang Tidak Berada adalah Yang-Menjadi (Becoming),
dan dengan demikian kita mengatakan Yang Mutlak adalah Yang Menjadi. Oleh
karena itu, mustahil tercapai kebenaran, kecuali melalui seluruh tahap
dialektika. Dengan demikian kesadaran diri merupakan bentuk pengetahuan
tertinggi. Tidak ada yang sepenuhnya salah, dan tidak ada yang bisa kita ketahui
sepenuhnya benar. Bagi filsafat, “kebenaran adalah keseluruhan” dan tidak ada
bagian yang sepenuhnya benar. (Russell, 2016, hlm. 955-956).
Banyak diberitakan di dalam Al-Qur’an
bahwa seluruh makhluk yang diciptakan Tuhan akan kembali kepada Tuhan. Kesimpulannya, segala sesuatu yang diciptakan
Tuhan adalah benda, dia membutuhkan hubungan untuk dipahami, kecuali yang
mencipta yaitu Tuhan. Pandangan sekular adalah pemikiran yang belum selesai
dipahami, karena tidak sampai pada pemahaman kembali kepada Ide Yang Mutlak.
Maka Maha Suci (Allah) yang di
tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (QS.
36:83).
Tuhan Yang Esa (tesis) pertama kali
menciptakan akal, kemudian diciptakan manusia dan manusia berbadan besar yaitu
alam semesta sebagai repsentasi dari akal (antitesis), dan semua akan kembali
kepada Tuhannya (sintesis). Bagi Hegel sistesis adalah Idea Yang Mutlak, bagi
saya sisntesis adalah kembali kepada Tuhan Yang Esa. Ide Hegel seperti konsep
wahdatul al wujud karya Ibn Arabi.
Dasar pemikiran tauhid alwujud
bersumber pada sebuah hadis, “sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya
(HR. Muslim). Manusia yang dalam rupa Tuhan tidak bisa bertindak kecuali searah
dengan tindakan Tuhan. Memahami manusia
sebagai rupa Tuhan, dapat dipahami dengan memahami manusia sebagai bayangan
Tuhan.
“tidakkah engkau melihat
Tuhanmu, bagaimana ia menggerakkan bayangan dan andai ia berkehendak niscaya ia
menjadikan bayangan itu tidak bergerak. (Al-Furqan, 25:45).
Manusia adalah bayangan Tuhan,
satu kesatuan wujud tetapi memiliki perbedaan. Inilah dasar paradigma logika
Hegel yang menganggap bahwa realitas adalah keseluruhan (the whole). Spekulasi
saya, Hegel bisa jadi membaca karya-karya ilmuwan muslim terdahulu, selanjutnya
mengembangkan pemikirannya sesuai dengan kondisi zaman dimana dia hidup saat
itu.
Berdasarkan pengetahuan di atas,
saya menemukan dialektika sejarah kehidupan manusia berdasarkan petunjuk Al-Qur’an.
Berawal dari Tuhan Yang Esa yang maha wujud (tesis), menciptakan segala sesuatu
ciptaannya yang tidak berwujud (antitesis), dan kembali kepada pemilik keseluruhan
wujud yaitu Tuhan Yang Esa. Dialektika sejarah diawali Dari Yang Ada (tesis), menciptakan
yang tiada, dunia fana beserta isinya (antitesis), dan semua kembali Pada Yang Ada
(sintesis).
Dr. Leli Yulifar mengatakan bahwa
hidup manusia ditentukan oleh sejarah. Beliau mengutif dari Al-Qur’an, “Sesungguhnya
Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka
kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lohmahfuz). (QS. 36:12).
Apa yang Dr. Leli Yulifar
kemukakan sebetulnya telah membuka peluang untuk menjadikan kitab suci sebagai
bahan rujukan dalam pengembangan paradigma berpikir para sarjana Pendidikan Sejarah.
Sejarah memang menentukan nasib seseorang bahkan sebuah bangsa, sebagai mana
dijelaskan di dalam Al-Qur’an.
“Tiap-tiap diri bertanggung
jawab atas apa yang telah diperbuatnya, …Apakah yang memasukkan kamu ke dalam
Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang
yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga
datang kepada kami kematian". (QS. 74:38, 42-47).
Informasi ini menjadi dasar pola
berpikir seorang sarjana pendidikan sejarah. Apakah sebenarnya tujuan pelajaran
sejarah diajarkan kepada anak-anak di sekolah? Apakah untuk mengenalkan
fakta-fakta sejarah atau makna dibalik fakta sejarah? Sementara, Taufik Abdullah
sebagai ahli sejarah mengatakan, cerita kejadian sejarah yang sesungguhnya
adalah cerita kejadian sejarah yang tidak terungkap. Ini artinya fakta-fakta
sejarah tidak menjadi dasar kebenaran tetapi sebagai dasar untuk pembenaran,
dan pemilik kebenaran mutlak adalah Tuhan Yang Maha Esa.
Masa lalu adalah ghaib, masa sekarang ilusi dan masa depan adalah nyata. (Muhammad Plato) |
Jika Tuhan mengabarkan bahwa
segala tindakan prilaku manusia direkam jejaknya, dan kemudian diadili hingga setelah
datang kematian, maka sejarah berfungsi menginformasikan kebenaran ini kepada
manusia. Sejarah mengajarkan dialektika sejarah kehidupan manusia yaitu dari masa
lalu (tesis), masa sekarang (antitesis), dan masa mendatang (sintesis). Masa
lalu adalah kisah-kisah manusia di zaman dahulu, dan masa sekarang adalah kisah
kehidupan yang dialami manusia saat ini semasa dia hidup, dan masa mendatang
adalah kehidupan setelah kematian.
Konsep pemikiran diatas, memiliki
kesamaan dengan konstruksi logika Hegel bahwa kehidupan diawali dari Pure
Being (tesis), Nothing (antitesis), dan Becoming (sintesis). Absolute
idea yang dikatakan Hegel bagi saya adalah pengetahuan tentang kehidupan manusia
setelah kematian. Dunia yang benar-benar nyata tempat kehidupan manusia adalah
dunia setelah kematian yaitu dunia yang dipahami sebagai the whole (keseluruhan)
yang harus menjadi paradigma berpikir manusia sebelum menemui kematian.
Masa lalu diajarkan kepada
manusia untuk membuktikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang di dunia
setelah kematian, kemudian menjadikannya pedoman hidup di masa masa sekarang. Pembuktikan
itu berkaitan dengan dialektika sejarah yang membuktikan bahwa manusia akan mendapati
kualitas hidupnya berdasarkan apa yang telah dikerjakannya di masa lalu. Gerak
sejarah berawal dari masa lalu yang ghaib, dialami pada masa sekarang sebagai ilusi,
dan menuju masa mendatang yang nyata. Masa lalu ghaib karena manusia tidak bisa
mengulang kejadian masa lalu, masa sekarang ilusi karena manusia tidak bisa
menemukan kebenaran mutlak, dan masa mendatang nyata karena manusia akan
mengalaminya.
Dialektika sejarah mengikuti pada
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Tuhan atau Absolute Idea sebagaimana
dikemukakan oleh Hegel. Ketetapan Tuhan tersebut adalah sebagaimana dikisahkan
Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yaitu kebaikan akan mengakibatkan kebaikan
dan keburukan akan mengakibatkan keburukan. Keberadaan Absolute Idea
tidak terikat waktu. Sepakat dengan Hegel, “waktu adalah sekedar ilusi yang
muncul karena ketidakmampuan manusia untuk melihat Keseluruhan”. (Russell,
2016, hlm. 957).
Kebenaran sejarah bagi para
Sarjana Pendidikan terletak pada penemuan Absolute Idea sebagai
kebenaran sejarah yang harus dijadikan pedoman hidup manusia. Dari sejarah
manusia harus belajar kebijaksanaan dan menciptakan hidup damai, sejahtera,
dibawah bimbingan Tuhan. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment