OLEH: MUHAMMAD PLATO
Sesungguhnya kami menurunkan
kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa
yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa
yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya
sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap
mereka. (Az Zumar, 39:41).
Jika ada yang menyampaikan kebenaran dari dalam Al-Qur’an maka akan ada banyak orang memperhatikan. Mengingatkan agar hati-hati supaya tidak tersesat dan menyesatkan. Jika kita sadari, perhatian, peringatan, kritikan kepada orang-orang yang mengajarkan Al-Qur’an, itulah wujud bimbingan Tuhan terhadap para pengkaji Al-Qur’an. Untuk itu kita harus hati-hati karena ada beberapa sebab pada diri kita yang bisa menimbulkan kesesatan dan menyesatkan, sekalipun kita memahami dan mempelajari Al-Qur’an.
Pertama; menurut Buya Syakur,
Al-Qur’an adalah argumen, bukan hanya sekedar dokumen. Mereka yang menganggap
Al-Qur’an sebatas dokumen cenderung tidak bisa berargumen, dan tidak bisa
membuka diri terhadap argumen pemahaman orang lain. Sifat tertutup, tidak mau
menerima atau membuka diri, menghargai terhadap pemahaman orang lain adalah
bibit dari kesesatan. Sifat tertutup terhadap pemahaman atau pendapat orang
lain, adalah tanda-tanda seseorang sedang menjadi thagut bagi dirinya sendiri. Ali
Bin Abi Thalib mengatakan bahwa yang harus dikhawatirkan bukanlah pendapat
orang lain, tetapi pendapat kita sendiri.
Kedua, kesesatan terjadi tidak
memahami dan mendalami inti dari ajaran Al-Qur’an. Kesesatan terjadi karena
memahami ayat Al-Qur’an secara parsial. Sedangkan Al-Qur’an adalah keterkaitan,
ayat dengan ayat saling menjelaskan dan saling menguatkan. Setiap orang yang
mencoba memahami logika Al-Qur’an, dirinya akan cenderung menjadi manusia
inklusif, cinta damai, dan menghargai perbedaan dan kemanusiaan. Jiwa-jiwanya
menjadi tenang dan selalu menjadi kebaikan bagi seluruh alam.
Ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh dari luar, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya. (Muhammad Plato) |
Ketiga, kesesatan terjadi jika
sudah ada sikap merasa benar (sombong). Setan telah menjadi sesat karena
menganggap pendapatnya benar tentang penciptaan Adam dibandingkan dengan
dirinya. Merasa benar adalah awal dari menutup diri terhadap kebenaran, dengan
menutup diri terhadap pendapat atau masukkan dari orang lain.
Keempat, kesesatan terjadi
jika seseorang tidak mau menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah.
Akal adalah karunia Allah kepada manusia. Jika manusia menggunakan akalnya maka
itulah wujud syukur manusia kepada Allah. Sebaliknya bagi siapa yang menolak
menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah dan untuk lebih mengenal
Allah tuhannya, maka mereka termasuk orang-orang yang tidak bersyukur kepada pemberian Allah.
Bagi manusia-manusia yang
menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah guna menjaga hatinya tetap bersih, dialah berada di atas
petunjuk Allah. Sumber kesesatan ada dalam diri masing-masing. Setiap orang
menerima pengajaran dari Allah. Barang siapa mendapat petunjuk, dia mendapat
petunjuk untuk dirinya sendiri, barang siapa sesat dia sesat untuk dirinya
sendiri.
Manusia dan seluruh
makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini, tidak bertanggung jawab atas petunjuk
atau kesesatan seseorang. Petunjuk dan kesesatan semata-mata tanggung jawab
Allah. Menyalahkan orang lain sebagai penyebab kesesatan adalah kesesatan. Sekalipun manusia dan seluruh makhluk memberi pengaruh kepada diri seseorang, ketika seseorang memutuskan menerima atau tidak pengaruh tersebut, keputusan itu mutlak adalah keputusan pribadinya di atas takdir Allah. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment