OLEH: MUHAMMAD PLATO
Sering kita saksikan di media
informasi, orang-orang berdiskusi sampai saling menyudutkan dan merendahkan.
Sampai ada yang hendak adu jotos, padahal acara debat atau diskusi disaksikan
oleh jutaan masyarakat. Sering juga kita saksikan para peserta diskusi atau
debat sampai emosional hingga memperlihatkan nada marah.
Diskusi semacam ini tidak akan
terjadi. Sahabat-sahabat sekalian dalam berdiskusi kita harus paham dan
disadari bahwa para peserta diskusi bukan pemilik kebenaran. Inilah ilmu
diskusi dasar yang harus dimiliki setiap orang. Harus disepakati oleh semua
peserta diskusi bahwa pemilik kebenaran adalah Allah. Jangan sedikitpun para
peserta diskusi mengklaim bahwa saya pemilik kebenaran. Jika para peserta
diskusi sudah mengklaim sebagai pemilik kebenaran maka diskusi tidak akan
berjalan dengan sehat karena diskusi tersebut sudah diilhami dengan kesesatan.
Selanjutnya peserta diskusi
harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang objek yang akan didiskusikan.
Untuk itu bagi televisi-televisi yang akan mengundang peserta diskusi harus dari
orang-orang yang dinilai memiliki cukup pengetahuan
pada objek yang akan didiskusikan.
Pada saat diskusi berlangsung,
harus dipahami diskusi tidak sedang mencari siapa yang benar, tetapi sedang
bertukar informasi, bertukar argumentasi, dengan menggunakan pemahaman logika
sebab akibat atau rasionalitas. Kekuatan argument jika pendapat kita didukung
oleh fakta-fakta yang benar, dan memiliki pandangan dari berbagai sudut pandang
untuk membuktikan bahwa pendapatnya didukung oleh argumen-argumen berdasar pada
fakta yang benar untuk memberi keyakinan kepada lawan diskusi bahwa pendapat
kita didukung fakta-fakta yang benar. Kualitas pendapat sangat tergantung pada
kualitas fakta yang dijadikan argumen.
DISKUSI BUKAN URUSAN HATI, TAPI URUSAN LOGIKA, DISKUSI ADU ARGUMEN TASI BUKAN ADU SENTIMEN. (MUHAMMAD PLATO) |
Permasalahan sering muncul
ketika kedua pendapat sama-sama kuat diyakini bersumber dari data yang benar. Jika
ini terjadi, tidak perlu berdebat sampai saling menyudutkan dan menjatuhkan,
tetapi kita harus mengembalikan kebenaran itu milik Allah, dan harus saling
menghormati dan mengembalikan pendapat mana yang akan dipilih kepada yang lebih
berhak dalam mengambil keputusan. Para pengambil keputusan adalah para pemimpin
yang kita sepakati berdasarkan hasil pemilihan merujuk kepada aturan atau undang-undang.
Para pemimpin di negara kita adalah para pemimpin yang ada di lembaga-lembaga
negara.
Untuk itu, debat-debat di televisi
harus diarahkan terlebih dahulu oleh pembawa acara bahwa diskusi ini tidak bertujuan
mengetahui siapa yang benar, tetapi sedang mengelaborasi sebuah permasalahan
sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan
pertimbangan itu, sebaik-baiknya keputusan harus diambil berdasar pertimbangan
untuk kemaslahatan bagi banyak orang, dan dilakukan oleh para pengembilan
keputusan yang berhak.
Saya tegaskan kembali,
berdiskusi tidak sedang mencari siapa pemilik kebenaran, tetapi sedang bertukar
argumentasi untuk saling mencerdaskan dan menyepakati persamaan persepsi
tentang suatu objek yang didiskusikan. Pemilik kebenaran sudah jelas yaitu
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Siapa yang mengklaim pendapatnya benar, dia salah
karena sudah merampas milik Allah. Diskusi murni wilayah otak, dan yang bermain
adalah logika, dengan pola pikir sebab akibat. Mengadu logika adalah mengadu argumen
dan saling serang dalam diskusi adalah saling mengeluarkan argumen berdasar
fakta. Tidak boleh berargumen dengan membuka keburukan (aib), menyerang fisik, marah,
atau dengan berita bohong. Keterlibatan emosi dalam diskusi hanya sebatas penyemangat
untuk mengemukakan seluruh argumen untuk memberi penjelasan, pencerahan,
inspirasi kepada semua orang, dengan tetap berpatokan bawah pemilik kebenaran
hanyalah Allah.
Diskusi akan berakhir ketika peserta
diskusi kehabisan fakta-fakta argumen yang benar. Akhir diskusi tidak memberi
kesimpulan siapa yang menang dan kalah, karena penilaian akan kembali kepada pendapat
masing-masing setelah mengikuti jalannya diskusi.
Peringatan dari Allah, berdiskusilah
tentang hal-hal yang fakta, bisa dilihat dan diraba. Jangan berdiskusi tentang
sesuatu yang ghaib karena pengetahuannya mutlak milik Allah. Berdiskusi tentang
yang gaib hanya sebatas terkaan belaka, sebagaimana diskusi Nabi Muhammad saw
tentang jumlah penghuni gua kahfi di masa lalu yang gaib. Allah memberi
peringatan;
“…Karena itu janganlah kamu
(Muhammad) bertengkar tentang hal mereka (hal gaib), kecuali pertengkaran
lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu)
kepada seorang pun di antara mereka.” (Al Kahfi, 22:18). Walllahu ‘alam.
(Penulis Head Master Trainer)
No comments:
Post a Comment