OLEH:
MUHAMMAD PLATO
Barang siapa beriman kepada keterangan, tetapi tidak merujuk
kepada sunnah dan kitab Nya batallah keimanannya. (Muhammad Plato). Perpecahan umat
manusia, sebagaimana diberitakan di dalam Al-Qur’an, hal itu terjadi akibat ada
tuhan-tuhan selain Allah yang ditaati.
Perpecahan umat manusia terjadi karena hadirnya tuhan-tuhan
selain Allah. Tuhan-tuhan selain Allah berwujud dalam bentuk nafsu membela aliran,
organisasi, atau guru. Penulis sering menyaksikan ketidakkompakkan penganut
agama terjadi akibat perbedaan pandangan yang mengatasnamakan aliran, golongan
atau guru.
Guru bisa jadi tuhan-tuhan pemecah belah, karena ada murid-murid
yang fanatis dan beriman kepada pendapat gurunya bukan kepada dalil dibalik pendapat
guru. Guru harus selalu menjelaskan bahwa apa yang dijelaskannya bersumber pada
pemahaman terhadap dalil, jika itu dipersepsi benar oleh murid-murid, imani
dalilnya bukan gurunya. Allah pemilik kebenaran dan guru pemilik kesalahan, batal
jika keimanan jika berimanan kepada pemilik kesalahan.
Kita pernah mengalami terjadi perbedaan dalam menentukan
waktu, atau tempat ibadah. Rujukan perbedaan sering berargumen pada pendapat-pendapat
para guru, bukan pada dalil. Sebaiknya jika terjadi perbedaan pendapat dalam
menafsir dalil, maka harus sepakat dicari pemahaman terhadap dalil yang bisa
diimani bersama dengan fokus persatuan dan perdamaian tetap terjaga.
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan
agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al Mukminun,
23:53).
Harus disadari, perpecahan adalah sumber kebangkrutan sebuah
bangsa. Rasa bangga tiap golongan menjadi sebab perpecahan dan kebangkrutan.
Dalam menengahi perbedaan pemahaman, harus sepakat kembali
pada dalil yang dapat diimani bersama, salah satunya yaitu dalil tentang
larangan berpecah belah. Untuk mendukung itu kita harus kembali pada dalil
tentang fungsi kepemimpinan sebagai pengambil keputusan.
Perpecahan terjadi karena rasa bangga sebagai pengikut golongan
dan mengingkari dalil yang memerintahkan untuk taat pada pimpinan. Ketaatan
pada pimpinan menjadi karakter yang harus diajarkan kepada anak-anak bangsa
secara turun-temurun.
Kebangkrutan sebuah bangsa, akan terlihat diawali dari keanggkuhan
dan kebanggaan rakyatnya dihadapan para pemimpinannya. Ketidakpercayaan rakyat
kepada pemimpin adalah tanda bahwa bangsa itu sedang dilemahkan kedaulatannya
oleh Tuhan. Kelemahan bangsa bisa terlihat dari prilaku masyarakat yang mengimani
pendapat-pendapat manusia, bukan dalil-Nya.
Kekuatan bangsa hanya bisa dikembalikan dengan mendidik
rakyat untuk kembali beriman kepada dalil-dalil yang menganjurkan persatuan dan
larangan berpecah belah. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengajarkan
dalil-dalil tentang kewajiba menghormati dan menghargai pemimpin demi
terjaganya kedaulatan dan kesejahteraan seluruh warga negara. “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa, 4:59).
Jika terjadi perbedaan pendapat, kembalilah kepada Allah dan Rasul.
Artinya kembalilah kepada perintah Allah dan Rasulnya untuk menjaga persatuan
dan perdamaian untuk kesejahteraan umat manusia. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment