OLEH: MUHAMMAD PLATO
Menyaksikan berjuta-juta
kendaraan roda empat dan roda dua dijalanan, seperti melihat migrasi
besar-besaran burung dan Bison. Jika melihat fenomena ini dan melepaskan
egoisme kita sebagai manusia, memang benar pada hal-hal seperti yang dikatakan
oleh Ibnu Arabi, pada manusia ada prilaku yang sama dengan kebinatangan. Memang
kita, pada dasarnya mewakili berbagai sifat-sifat yang ada pada binatang.
MUDIK ADALAH TARIAN KOLOSAL REPRESENTASI MANUSIA KEMBALI KE ASAL |
Pulang kampung atau mudik bukan
hanya di Indonesia, di negara negara lain pun sama. Di Malaysia, Tiongkok,
Bangladesh, Korea, India, Turki, Arab Saudi, punya tradisi mudik, mereka juga
manusia punya rasa rindu kampung halaman dan orang tua. Namun mudik di
negara-negara lain tidak seheboh budaya mudik di Indonesia karena kita termasuk
negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
Mudik adalah reprentasi kembali
ke asal. Konsep kembali ke asal di dalam kitab suci Al-Qur’an dijelaskan dalam
berbagai ayat. “Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas
segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. (Yasin, 36:83). Mudik
bisa jadi adalah gambaran ruhaniah bagaimana berbondong-bondongnya jiwa-jiwa
manusia kembali kepada Tuhannya. “kemudian kepada Allah-lah kamu kembali,”
(Al An’aam, 6:60). Asalnya dari Allah kita akan kembali kepada Allah.
Ada tempat tiga tempat kembali di
dunia yang jadi representasi kembali ke asal. Pertama tanah kelahiran. Tanah kelahiran
selalu menjadi ikatan untuk kembali karena bagian dari asal. Kedua, orang tua
(ibu). Rahim ibu sebagai tempat asal, untuk itu ibu jadi daya pikat untuk
kembali. Ketiga, tanah kuburan. Siapapun manusianya, akan kembali ke tanah.
Mudik adalah fenomena sosial
sebagai tarian kolosal manusia, tarian spiritual tahunan untuk mengingatkan
manusia, kita semua akan kembali kepada sang Pencipta. Sebagaimana tarian
sufi yang berputar-putar sebagai bentuk
ketundukkan alam semesta kepada ketentuan Tuhan.
Selamat mudik salam buat semua
keluarga dikampung. Jangan lupa berbagi dengan tetangga dikampung, harta
terbaikmu yang dibagikan bukan dipamerkan. Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment