OLEH: MUHAMMAD PLATO
Inilah masa “triump
of the
Individual”, (Nasibitt & Aburdene, 1990, hlm. 13). Setiap orang
memilih dan memiliki kebenaran berdasarkan pengetahuan yang ada dalam
memorinya. Tidak ada lagi yang bisa melarang, kecuali mereka melanggar
batas-batas kepatutan yang jelas dilarang berdasarkan kesepakatan bersama di
dalam undang-undang. Setiap individu harus bisa saling menghargai, hidup damai berdampingan
dalam perbedaan pendapat tentang kebenaran. Dirinya sendirilah yang akan
memutuskan sesuatu itu benar, atau salah, sama atau berbeda.
Banyaknya sudut pandang tentang kejadian pada abad ini,
kita butuh kemampuan fleksibel dalam memahami sebuah kejadian. Kemampuan ini
dibutuhkan untuk menjaga bumi tetap damai dan sejahtera. Tujuan-tujuan berkuasa
tidak lagi bisa dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan tetapi dengan
kekuatan saling mempengaruhi dengan menguasai dan memanfaatkan teknologi
informasi untuk mengendalikan opini. Kepemilikan media informasi menjadi alat utama
untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan.
Kemampuan berpikir fleksibel adalah kemampuan memahami
dan menerima pendapat orang lain berdasarkan kepemilikan pengetahuan yang ada
dalam memorinya, dan mengembalikan segala kebenaran kepada pemiliknya yang
mutlak yaitu Tuhan. Pengetahuan kita sebagai manusia terbatas, tidak bisa
memahami segala kejadian secara komprehensif. Karakter manusia fleksibel intelegent cenderung berdialog
saling menguji pola pikir dengan pendekatan logika, dan menghindari untuk
saling mengklaim kebenaran yang mengarah pada permusuhan. Kebenaran di bumi
bersifat sementara dan kebenaran mutlak ada di kehidupan setelah mati. Berpikir
fleksibel akan membawa setiap orang kepada sikap-sikap sabar, santun, dan
rendah hati. Sekalipun mengklaim kebenaran, upayanya akan dilakukan dengan
cara-cara yang tidak menyakiti dan menghindari konflik melalui curah pendapat
dengan memanfaatkan media informasi.
Teori Mnemohistory
membenarkan siapa saja untuk memahami kejadian dari pengetahuan yang
dimilikinya termasuk dari latar belakang agama yang dianut. Di dalam memahami
agama pun, kemampuan fleksibel intelegen
sangat dibutuhkan karena kemampuan ini akan membawa para pemeluk agama bisa hidup
berdampingan dengan damai. Tuhan menciptakan alam semesta dengan
takdir-takdirnya yang tak hingga.
Wahyu yang diturunkan sebagai maha karya Tuhan,
memiliki variasi pengetahuan tak hingga (beyond). Ueberweg mengatakan bahwa,
menurut para mistik, setiap teks dari Al-Qur’an mempunyai tujuh atau 70 atau
700 lapis penafsiran, arti harfiahnya hanya untuk kaum awam. Dari sana maka
bisa dikatakan bahwa ajaran filosofis tidak mungkin bertentangan dengan
Al-Qur’an, karena dari 700 penafsiran paling tidak pasti ada satu yang cocok
dengan apa yang dikatakan oleh filosof. Namun demikian, di dalam dunia Islam,
kaum awam nampaknya keberatan dengan semua ajaran yang keluar dari pengetahuan
kitab suci. Pngetahuan semacam ini berbahaya, sekalipun tidak bisa ditunjukkan
mana pengetahuan yang dianggap menyimpang. Pandangan kaum mistik, bahwa orang
awam seharusnya memahami al-Qur’an secara harfiah tetapi orang-orang bijaksana
(dalam pengetahuannya) mestinya tidak melakukan hal yang sama, nampaknya kurang
bisa diterima oleh kaum muslim pada umumnya. Al-Ghazali termasuk salah satu
tokoh yang menolak semua filsafat yang menulis buku berjudul kerancuan para
filosof, yang mengatakan bahwa semua kebenaran yang dicari ada dalam Al-Qur’an,
maka pemikiran spekulatif yang terlepas dari wahyu tidak diperlukan. Filsafat Muslim di Spanyol berakhir dengan
Ibnu Rushd; dan di wilayah lain dunia Islam ortodoksi yang kaku mengkahiri
pemikiran spekulatif. (Russell, 2016, hlm. 566).
Fleksibel intelegent adalah kemampuan memahami suatu kejadian dari berbagai sudut pandang. (Muhammad Plato) |
Fleksibel intelegent dibutuhkan oleh umat beragama khususnya
Islam, mengingat kata Al-Qur’an memiliki makna katerkaitan, sebagai tanda
bahwa kebermaknaan lahir dari
keterkaitan antar objek atau kejadian. Bencana dari sudut pandang invidivu berkultur
memori agama Islam dapat menghasilkan berbagai macam mnemohistory.
TABEL. 1
FLEKSIBEL
INTELEGENT MEMAHAMI BENCANA
PERISTIWA
|
SUDUT PANDANG (MEMORI)
|
PEMAHAMAN
|
BENCANA
|
"Kemalangan
kamu itu adalah karena kamu sendiri”. (Yasin, 36:19).
|
Bencana dari kesalahan
diri sendiri
|
“Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan
tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.
(Ali Imran, 3:146)
|
Bencana melatih sabar
|
|
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar)
dari Allah, mereka tidak mendapat bencana
apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang
besar. (Ali Imran, 3: 174)
|
Bencana adalah nikmat
dan karunia Allah.
|
|
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan
apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An
Nisaa, 3;79)
|
Keburukan dari Bencana
adalah persepsi manusia terhadap kejadian
|
|
Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu daripada bencana
itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali
mempersekutukan-Nya." (Al An ’aam, 6:64)
|
Bencana adalah cara Allah
menyelamatkan manusia dari kesulitan
|
|
“Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka
sendiri, (Ar Ra’ad, 13:31).
|
Bencana adalah akibat
dari perbuatan kafir
|
|
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
(Al-Ankabuut, 92:2)
|
Bencana adalah ujian
keimanan
|
Tabel di atas
hanya sebagian contoh kecil bagaimana memori kita memahami sebuah kejadian.
Memori (ingatan) kita akan mengemukakan pemahaman berdasarkan pengetahuan yang
berhasil kita ingat. Jika pengetahuan-pengetahun dari kitab suci di atas tidak
ada dalam memori, tidak mungkin manusia dapat memahami sebuah kejadian dengan
banyak sudut pandang seperti pada table di atas. Persepsi kita tergantung pada
pengetahuan yang diingat oleh memori kita.
Fleksibel
intelegent adalah kemampuan memahami suatu kejadian dari berbagai sudut pandang.
Fleksibel intelgent adalah keterampilan
berpikir yang harus diajarkan kepada peserta didik. Kemampuan berpikir
fleksibel akan membawa dampak kepada siswa selalu siap menerima perbedaan dan siap
hidup damai saling menghargai dalam perbedaan.
Allah telah mengajarkan
kepada manusia agar memiliki kemampuan berpikir fleksibel. Tujuannya agar
manusia tetap optimis, selalu punya alternatif pemecahan masalah, kreatif, dan
tetap dalam sabar. Kemudian dalam segala kondisi tetap mengingat dan menyembah Allah.
Ilmu-ilmu alam, sosial, tujuannya tidak lain adalah melatih manusia untuk
memiliki banyak sudut pandang terhadap kejadian, agar manusia bisa bertahan
hidup dan tetap optimis menjalani kehidupan.
Bencana adalah noumena atau kehendak Allah yang
transenden. Jika Kant mengatakan neoumena
atau kehendak (menurut Schopenhauer) tidak dapat kita ketahui realitasnya,
tidak salah karena kehendak Allah tidak mungkin kita ketahui sesungguhnya,
Namun jika Schopenhauer mengatakan bahwa neoumena
atau kehendak dapat kita ketahui dengan menangkap fenomena, dapat dipahami
karena setiap fenomena adalah bagian dari kehendak Allah. “Dunia adalah
kehendak dan bayangan (imaginasi); kehendak adalah realitas noumenal sebagai
dasar, bayangan-bayangan adalah penjabarannya di alam fenomenal. (Suseno, 2003, hlm. 163). Allah Maha Tahu dan kita tidak
tahu apa apa. Jangan menjadi tuhan pemecah belah, serahkan semuanya kepada Allah.
Kita boleh memiliki kebenaran, tetapi Allah melarang memaksakannya. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment