OLEH: MUHAMMAD PLATO
Brahmana adalah kasta tertinggi
dalam agama Hindu. Fungsi Brahmana adalah membaca dan mengajarkan kitab suci.
Selain kasta Brahmana dalam agama Hindu tidak boleh membaca atau mempelajari
kitab suci. Paus adalah pemimpin organisasi tertinggi dalam agama Kristen. Paus
punya otoritas dalam manfasir kitab suci.
Di dalam agama Islam, ulama,
ustad, kiayi, tidak menempati struktur kasta dan organisasi kaku seperti pada
agama Hindu dan Kristen. Untuk itu, ulama, ustad, kiyai, tidak memiliki
otoritas mutlak dalam memelajari dan menafsir kitab suci. Namun mereka mendapat
kepercayaan dari masyarakat sebagai pengungkap, dan penyingkap tabir kebenaran.
Tetapi mereka tetap manusia yang tidak mutlak sebagai pemegang kebenaran karena
Allah pemilik kebenaran.
Di dalam ajaran Islam tidak ada
kultus individu, semua manusia diperlakukan dengan wajar. Kadang salah dan
kadang benar. Keyakinan mutlak dan ketergantungan umat hanya kepada Allah swt.
Gelar ustad, kiyai, habib, bukan dilihat pada kedudukan dalam strata atau organisasi,
tetapi karena nilai keulamaannya yang sangat takut kepada Allah.
Menerima dan menolak kebenaran
atas dasar pemikiran seseorang di dalam Islam tidak dibenarkan. Pertimbangan
untuk menerima dan menolak kebenaran mengacu kepada sumber kebenaran yang
dijadikan rujukan dalam berpikir. Rujukan berpikir orang Islam adalah Al-Qur’an
dan Sunnah. Islam tidak menempatkan orang sebagai sumber kebenaran, melainkan
pembawa kebenaran. Sumber kebenaran ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah,
dan semua umat Islam harus menjadi pembawa kebenaran.
Mengikuti kelompok-kelompok dalam
beragama hanyalah realitas empiris usaha manusia dalam mencari kebenaran,
esensinya semua kelompok manusia harus beribadah, taat, dan tidak
mempersekutukan Allah. Orang-orang yang benar taat kepada Allah, menjaga
peperpecahan dan cenderung damai sebagai wujud kepasrahan dirinya bahwa segala
kebenaran milik Allah.
Zaman telah mengalami perubahan. Kepemilikan
pengetahuan bukan lagi otoritas segelintir orang. Tugas menyampaikan kebenaran
tidak dibebankan pada satu dua orang. Berbeda dengan zaman dahulu sebelum
teknologi informasi berkembang, otoritas kepemilikan pengetahuan hanya ada di
kelompok-kelompok tertentu. Brahmana, Paus, Pendeta, Wali, Kiyai, ilmuwan,
dosen, guru, memiliki pengetahuan lebih dari manusia lainnya. Mereka menjadi
satu-satunya rujukan dalam menggali ilmu pengetahuan.
Di abad informasi, posisi brahmana,
paus, pendeta, wali, kiyai, ilmuwan, dosen, guru, tidak memiliki fungsi sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan. Status mereka di abad informasi menjadi
pembimbing umat, sebagai pemberi alternatif pengetahuan. Seperti di pasar,
mereka hanya menyajikan berbagai macam pengetahuan tentang pemahaman dan penfsiran
dan pilihannya ada pada masyarakat yang memahami berdasarkan kemampuan
pemikiran dan kepemilikan pengetahuan masing-masing.
“tidak ada paksaan dan kultus
individu dalam kebenaran”. Inilah kata-kata yang mendorong semua manusia untuk
saling menginspirasi dan menjadi manusia cerdas. Kecerdasan manusia terletak
pada kemampuan menganalisis, dan memverifikasi pengetahuan bukan hanya kepada siapa pembawanya tetapi sampai kepada substansinya. Untuk memverifikasi kebenaran,
tidak melihat siapa orang yang mengemukakannya tetapi dari mana sumber
kebenarannya.
Hal yang harus diperhatikan dari pendapat
atau pemikiran seseorang adalah dari mana sumber rujukannya. Jika rujukannya
adalah penfsiran-penafsiran orang, maka tetap harus dilihat orang itu sumber
pemikirannya dari mana. Jika ditemukan orang itu sudah merujuk kepada sumber
kebenaran yang dipercaya semua orang (kitab suci), maka ada kewajiban untuk
saling menghormati perbedaan pemikiran.
TIDAK ADA PAKSAAN DAN KULTUS INDIVIDU DALAM AGAMA (MUHAMMAD PLATO) |
Setelah itu, manusia tidak akan
diam. Zaman akan berubah, variasi hidup juga akan berubah. Pemikiran pun akan
mengalami perubahan dan kembali saling menguji dan menyesuaikan. Sumber
kebenarannya tetap sama dari kitab suci Al-Qur’an, namun penafsiran untuk
menjawab variasi hidup akan mengalami perubahan.
Di zaman banjir pengetahuan saat
ini, semua orang diajak cerdas memahami setiap pengetahuan yang diterima untuk
dipahami dan dimaknai oleh akalnya sendiri. Kitab suci menyediakan pengetahuan
dengan 700 lapis penafsiran. Agama mengajak cerdas umat, untuk itu Allah memerintahkan
manusia berpikir. Pengetahuan sudah tersebar luas di media informasi dan
menjadi milik pribadi-pribadi, tinggal kita memilih bedakan mana yang dicintai
dan mana yang dibenci Allah. Berpikir tidak akan pernah berakhir kecuali setelah
kematian menjemput.
Allah sudah memberi petunjuk
jalan yang lurus dalam berpikir, yaitu berpikir hanya untuk selalu menyembah dan
meminta pertolongan Allah, “Hanya kepada
Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”,
(Alfatihan, 1:5).
Berpikir adalah ibadah, karena berpikir adalah
perintah Allah kepada manusia. “Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (Al Hasyr, 59:21). Agama
mencerdaskan semua bukan segelintir orang. Wallahu’alam.
(Penulis Head Master Trainer)
No comments:
Post a Comment