“Sekiranya ada di
langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak
binasa”. (al-Anbiyaa, 21: 22).
Kedudukan apapun, baik besar atau kecil, sedikit atau
banyak, ketaatan dari pada pengikut adalah satu-satunya pilihan. Menentang
adalah kebinasaan. (al-Andalusi & al Ghurab, 2016, hlm. 94). Kepatuhan kita
kepada imam (pemimpin) adalah kepada ketentuan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an.
Al-Qur’an menjadi sumber dasar petunjuk untuk
menjalankan kepemimpinan. Al-Qur’an akan menjelma kepada seseorang sebagai
pemberi peringatan, yang tidak meminta upah dari kepemimpinannya. “tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada
padanya seorang pemberi peringatan.” (Fathir, 35:24).
Keberadaan seorang pemimpin yang dipatuhi adalah keniscayaan
(kepastian). Rendahnya kualitas kepemimpinan ditandai dengan lahirnya
tuhan-tuhan selain Allah. Kualitas pemimpin dilihat dari pada ketaatannya
kepada pemimpin yang Mutlak. Kehancuran sebuah lembaga, bangsa, ditandai dengan
lahirnya pemimmpin-pemimpin yang menghadirkan tuhan-tuhan menyesatkan ketaatan manusia
kepada Allah.
"Tuhan-tuhan pemecah belah adalah ketaatan kepada kepemimpinan diri sendiri, yang cenderung mengingkari ketaatan kepada pemimpin dalam jamaah" (Muhammad Plato) |
Seakan-akan Allah berfirman, jika ada sekutu bagi Allah
dalam hal kekuasaan, maka akan berakibat pada kehancuran. Otomatis satu
kekuasaan adalah sebuah keniscayaan di satu lembaga atau negara. Tidak ada
jalan lain untuk memberontak, tidak ada peluang untuk menentang, kecuali
pemimpin itu tidak memenuhi syarat-syarat kepemimpinan. Seperti halnya imam
dalam shalat. Jika sang imam sedang sujud, maka sujudlah bersamanya. Barang siapa
mengangkat kepalanya sebelum sang imam melakukannya, maka sama halnya ubun-ubun
orang itu berada dalam gengaman setan. (al-Andalusi & al Ghurab, 2016, hlm.
96-97).
Seorang hakim dia adalah imam dalam bidang yang
digelutinya. presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala sekolah, sampai
ke pemerintahan terendah kepala keluarga bahkan individu adalah imam. Dan
masing-masing imam akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinnya.
Tidak ada shalat berjamaah jika ma’mum tidak taat
kepada imam. Seseorang yang tidak taat kepada imam akan kehilangan pahala
berjamaah. Sebuah lembaga atau negara akan menandakan gejala kehancuran, jika warga-warga negaranya sudah kehilangan pahala berjamaah. Pahala berjamaah adalah
ketaatan pada pemimpin, dan berwujud pada kedamaian dan kesejahteraan hidup, dan
diaktualisasikan dalam akhlak saling memberi dan saling menutupi kekurangan
dalam mencapai tujuan bersama.
Tuhan-tuhan pemecah belah adalah ketaatan kepada
kepemimpinan diri sendiri, yang cenderung mengingkari ketaatan kepada pemimpin
dalam jamaah. Diri-diri kita sendiri adalah tuhan-tuhan pemecah belah. Jika
Allah sebagai pusat kekuasaan dan pemersatu, maka diri-diri kita sendiri yang
tidak memerintahkan taat kepada Allah adalah tuhan-tuhan pemecah belah. Dalam kepemimpinan,
diri-diri pemersatu adalah pemimpin-pemimpin yang tunduk, mengembalikan segala
urusan sesuai perintah Allah. Maka ciri kepemimpinan dalam jamaah, lembaga, atau
negara adalah para pemimpin yang selalu memberi peringatan untuk selalu taat
kepada Allah sebagai pusat kekuasaan, untuk membimbing manusia menuju hidup
damai dan sejahtera bersama.
Untuk itulah Allah memutlakkan berkhidmat kepada para
pemimpin dalam lembaga-lembaga, untuk menjaga persatuan, perdamaian dan
kesejahteraan dunia. Ketidakpuasan kepada pemimpin bisa diadukan kepada pemimpin
lebih tinggi, sampai kembali kepada pemimimpin Mutlak yaitu Allah, yang memerintahkan
untuk taat kepada pimpinan dan bersabar tanpa batas dalam menjaga ketaatan
sampai Allah menentukan kebaikan dan keberuntungan yang besar bagi orang-orang
sabar.
Dapat dipahami dengan akal sehat jika hadis Nabi sangat
menekankan pentingnya ketaatan pada pemimpin karena sebagai wujud ketaatan pada
perintah Allah dan Rasul. Selama manusia taat pada perintah Allah dan Rasulnya,
akan selalu ada kabar gembira dibalik ketaatan itu.
“Barangsiapa menaatiku, maka ia berarti menaati Allah. Barang
siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaati Allah. Barang siapa yang
taat pada pemimpin berarti ia mentaatiku. Barang siapa yang tidak mentaatiku
berarti ia tidak mentaatiku. (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah pentingnya umat manusia menjaga ketaatan
kepada pemimpin, yaitu untuk menjaga pahala berjamaah dalam sebuah lembaga atau
negara tetap terjaga. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita untuk tetap berada
dalam jamaah dan sejahtera lahir batin. Wallahu ‘alam.
(Penulis Head Master Trainer)
No comments:
Post a Comment