Oleh: Muhammad Plato
Nataatmadja
(2001) mengemukakan pada abad millenium ke tiga, lambat laun kita
akan berhijrah dari intelegensi artifisial (rasional empiris) ke intelegensi
spiritual. Sebagaimana Bertrand Russell berpendapat, “manusia paling rasional itu
adalah manusia di daerah tropis, yang dengan sabar duduk di bawah pohon pisang
menunggu buah jatuh ke mulutnya”.
Apakah
yang dimaksud dengan Intelegensi spiritual? Kemampuan berpikir sesuai dengan
petunjuk Tuhan YME. Intelegensi Spiritual adalah kemampuan berpikir yang bersumber
pada pengetahuan dan logika sebab akibat dari kitab suci Al-Qur’an.
Prof.
Fahmi Basya (2015) adalah salah satu ilmuwan (ulama) yang berhasil
mengembangkan intelegensi spiritual dari Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada
mahasiswa dalam mata pelajaran matematika Islam dan diakui sebagai mata
pelajaran internasional . Transformasi 19 adalah logika matematika spiritual
yang rumit, ditemukan dalam konstruksi logika Al-Qur’an. Suharya (2017), memperkenalkan
intelegensi spiritual dalam pola pikir sehari-hari di buku Sukses dengan Logika
Tuhan. Digunakan sebagai bahan pendidikan karakter religius di sekolah.
Diperkenalkannya
kembali Intelgensi Spiritual adalah awal kebangkitan manusia millennium ketiga.
Gambaran Russell tentang manusia sabar menunggu buah jatuh ke mulut adalah
rasionalitas yang sumbernya bukan pada intelegensi artifisial (alam), tetapi
rasionalitas intelegensi spiritual.
Dalam
sejarah, siapakah manusia-manusia yang hidup dengan intelegensi spiritual? Mereka
adalah manusia biasa (basyar), tetapi pola berpikirnya mengikuti petunjuk wahyu
dari Tuhan YME. Salah satunya dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw.
Bisakah
intelegensi spiritual diajarkan di sekolah? Bukan hanya bisa, tetapi harus. Intelegensi
Spiritual adalah pembentuk karakter-karakter tangguh, optimis, pantang mengeluh,
tidak suka menyalahkan orang lain, cerdas, cinta damai dan berani berkorban.
Karakter ini dapat dibentuk dengan mengajarkan Intelegensi Spiritual, Matematika
Islam atau Logika Tuhan kepada siswa. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment