Oleh : MUHAMMAD PLATO
Sebuah
nasehat diberikan oleh guru saya Dr. Erlina, “saya merasakan bagaimana
beratnya kehilangan orang yang dicintai. Satu tahun lebih perasaan itu terus
membawa suasana sedih. Belajar dari pengalaman itu, saya berhasil keluar dari
perasaan itu dengan tidak mengikuti kata emosi, tetapi mengikuti kata logika.
Jika kita mengikuti emosi maka perasaan sedih, merasa kehilangan selamanya tidak akan
pernah hilang”.
Selanjutnya
Beliau berkata, “kamu harus belajar ilmu kosong. Kita terlahir ke bumi ini,
tidak sebutir debu pun memiliki harta, semuanya adalah titipan. Jiwa kita,
tubuh kita, semua milik Allah. Sekehendak Pemilik lah bagaimana Dia mau
memperlakukan kita. Tidak ada kejadian yang menimpa kita, semuanya akan kembali
kepada pemiliknya. Kita ini sesungguhnya kosong, jika semuanya dikembalikan
kepada pemiliknya”.
Ilmu
kosong yang dimaksud guru saya adalah ilmu pemahaman bahwa kita bukan pemilik.
Sehingga jika kita bukan pemilik, maka apapun yang menimpa kita akan menimpa
kepada pemiliknya yaitu Tuhan. Karena kita bukan pemilik, maka hinaan orang,
cacian, makian, bencana, tidak akan menimpa kita, tetapi akan langsung kepada
Pemiliknya. Hinaan, cacian, makian, seperti melewati lingkaran kosong, tidak
menyentuh apa-apa kecuali sampai kepada Tuhan. Maka keburukan akan kembali
kepada pelaku keburukan.
Pemahaman
tentang ilmu kosong, perlu bantuan argumen logika, yang kemudian akan menuntun
perasaan untuk mengikuti apa yang dikatakan logika. Di sini kita dapat
pelajaran, antar hati dan logika posisinya saling membutuhkan. Dua-duanya akan
menyelamatkan kita dan akan hadir sesuai dengan kebutuhan.
Tuhan
sudah mencitakan hati dan logika. Sangat tidak mungkin jika kedua ciptaan Tuhan
ini kita matikan sebelah. Kedua-duanya harus hidup. Menghidupkan hati bukan
mematikan logika, dan sebaliknya menghidupkan logika bukan mematikan hati.
Demikian
guru saya, Dr. Erlina mengajarkan bagaimana cara keluar dari situasi buruk
yang bisa menggiring kita menjadi manusia kurang produktif. Kuncinya adalah
disaat kita dihantui perasaan yang tidak kita inginkan, maka saatnya gunakan
logika.
ILMU KOSONG ADALAH KEMAMPUAN LOGIKA DALAM MEMPERSEPSI BAHWA KITA BUKAN PEMILIK, MAKA SEGALA KEJADIAN ADALAH KEMBALI PEMILIKNYA |
Saya
setuju dengan guru saya yang kedua, Prof. Rochiati, beliau menulis dalam
bukunya dari sudut pandang sejarah, “jatuhnya bangsa Indonesia ke dalam
kolonialisme Belanda, berbarengan dengan menyebarluasnya himbauan ulama besar
yang melarang penggunaan akal (reason)
dalam kerangka kajian pemahaman agama”. Pemikiran ulama ini telah mereduksi potensi
manusia yang memiliki potensi ke arah agama/keyakinan/tauhid dan potensi
akal/reason. Sekalipun para ulama terbelah dua dalam menyikapi himbauan ulama
besar ini. Umat Islam kita terlanjur mengikuti himbauan ulama besar ini.
Logika
(reason) akan membawa kita kepada pikiran-pikiran rasional untung rugi baik
dunia maupun akhirat. Sebagai contoh, kematian
adalah kejadian yang tidak bisa dihindari. Orang-orang yang mati tidak lagi
membutuhkan ratapan penyesalan dari orang yang hidup. Jiwa orang yang sudah
mati lebih membutuhkan doa-doa dari pada ratapan orang yang masih hidup.
Untuk
memahami kejadian demi kejadian dibutuhkan kemampuan akal. Perintah Tuhan untuk
berprasangka baik kepada setiap kejadian secara tidak langsung merupakan
perintah untuk menggunakan reason (logika) agar bisa menemukan kebaikan dari
segala kejadian.
Untuk
melakukan persepsi baik terhadap segala kejadian, dibutuhkan ilmu kosong, dan
untuk mendapatkan ilmu ini dibutuhkan reason (logika), agar hati bisa terjaga
tetap baik. Wallahu ‘alam.
(Master Trainer @logika_Tuhan)
Thanks for info jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2OJQQpc
ReplyDelete