Oleh : MUHAMMAD PLATO
Hiruk
pikuk kampanye pemilukada serentak telah
usai. Hari-hari tenang harus kita isi dengan muhasabah politik. Segala usaha
telah dilakukan oleh para kontestan, hasilnya tinggal berserah diri kepada
tuhan.
Pada
saat kampanye pemilukada, pikiran, tenaga, dan dana dikuras untuk memberikan
pendidikan politik kepada masyarakat. Setelah masa kampanye usai, saatnya
menguras kekuatan jiwa untuk berserah diri kepada tuhan.
Jiwa
para kontestan, pendukung, simpatisan, dan masyarakat harus siap menerima, apa
pun yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Setiap kejadian yang dibaca atas nama Tuhan,
itu adalah kebaikan untuk semua.
Berdasarkan
apa yang kita lihat, setelah pemilukada usai pasti ada kelompok yang
dimenangkan dan dikalahkan. Tetapi bagi jiwa-jiwa yang diberkahi tuhan, tidak
akan ada kelompok yang dimenangkan dan dikalahkan karena kalah atau menang
bukan dari apa yang dilihat, tetapi dari jiwa-jiwa yang tenang dalam menyikapi
setiap kejadian.
Pemilukada
bukan ajang persaingan antara baik dan buruk. Pemilukada adalah ajang muhasabah
diri. Saling menguji kemampuan dihadapan Tuhan, untuk menjadi yang terbaik
dihadapan Tuhan. Orang-orang terbaik dihadapan Tuhan tidak dilihat dari siapa
yang menang dan kalah dalam pemilukada, tapi Tuhan melihat siapa yang paling
baik akhlaknya dalam menyikapi kejadian setelah pemilukada.
Seorang
supir ternyata memiliki pemikiran luar biasa terhadap dunia politik. Diam-diam
dia melihat fakta kehidupan politik yang tidak sesuai dengan kehendak hatinya.
Bagi dia, pemilu atau pun pemilukada adalah hanya ajang untuk menentukan siapa
yang dipilih oleh rakyat secara sah untuk memimpin lima tahun ke depan.
Pada
saat menjelang pemilihan, setiap calon boleh bersaing untuk menjadi yang
terbaik. Namun setelah pemilihan usai semua harus kembali bersatu untuk memberi
kesempatan kepada yang terpilih untuk melaksanakan tugasnya sampai masa
kepemimpinan lima tahun selesai. Lima tahun berikutnya adalah masa rakyat untuk mengevaluasi, apakah dilanjutkan
atau memilih pemimpin baru?
Saya
kecewa seloroh Supir. Jika setelah pemilihan selesai, kelompok-kelompok
pendukung masih terkotak-kotak karena kecewa calonnya tidak terpilih, kapan
bangsa ini mau maju? Kapan pemimpin-pemimpin bisa dengan serius melaksanakan
tugasnya, jika kritik-kritik yang dilontarkan hanya untuk kepentingan-kepentingan
kelompok bukan kepentingan masyarakat.
Jikalau
para pemimpin dan seluruh masyarakat berpola pikir seperti Supir, penulis punya
keyakinan bangsa ini bisa lebih cepat mengalami kemajuan. Setelah terpilihnya
pemimpin, yang diharapkan masyarakat adalah layanan kesejahteran, kedamaian
hidup dan berjalannya roda pembangunan.
Pemilu
adalah salah satu bentuk musyarawah, untuk mencari suara terbanyak sebagaimana
diamanatkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam mengambil keputusan. Nabi Muhammad
saw. juga mengajarkan bahwa setelah musyawarah usai, semua harus tunduk kepada
hasil musyawarah. Tidak ada yang dapat membatalkan hasil musyawarah, kecuali
melalui musyawarah.
Setelah
pemimpin terpilih, kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua pihak selain
taat pada hasil musyawarah, juga taat kepada keputusan-keputusan pemimpin. Pada
masa kepemimpinan berlangsung, perbedaan pendapat, kritikan, dialamatkan untuk
memperbaiki, memberi solusi bukan untuk menjatuhkan merendahkan martabat
pemimpin. Martabat bangsa ada di para pemimpin yang dijunjung tinggi marwahnya
oleh rakyat.
Masyarakat
harus bersabar mengikuti segala kebijakan. Penentangan terhadap pemimpin adalah
sumber munculnya permasalahan bangsa. Para penentang pemimpin diganjar oleh
Tuhan sebagai golongan fasik. Ketaatan pada pemimpin sekalipun pemimpin dzalim
harus tetap terjaga dengan penuh kesabaran, sebagaimana dianjurkan Nabi
Muhammad saw. Hal ini punya makna agar masalah bangsa tidak melebar ke seluruh
lapisan masyarakat. Kesalahan-kesalahan kebijakan hanya boleh terjadi di
tingkat pemimpin, agar kelak pergantian pemimpin berjalan lancar dan kondisi
masyarakat tetap normal. Wallahu ‘alam.
(Penulis MASTER TRAINER LOGIKA TUHAN)
No comments:
Post a Comment