OLEH:
MUHAMMAD
PLATO
Ketika dihadapkan pada
masalah yang belum pernah dialami bersama Nabi Muhammad saw, Umar Ibn
Khattab berkata, “ya Allah ampunilah, aku memahami Qur’an dengan logika ku”. Permohonan
ampun seorang Khalifah ini dimaklumi, karena siapapun manusianya, ketika dia
gunakan pikiran untuk memahami sesuatu, pasti akan ada salah, sekali pun
para Nabi.
Banyak berita kita baca
dalam Al-Qur'an, nabi-nabi melakukan kesalahan sekalipun kesalahan tersebut kesalahan yang sangat ringan. Tetapi di mata Allah setiap
kesalahan bisa beresiko fatal, tidak dilihat kecil atau besarnya
kesalahan. Karena itulah Allah memperhitungkan setiap perbuatan dengan
detail. Maka jangankan sepangkat Khalifah Umar Ibn Khattab, sepangkat Nabi
Muhammad saw pun mengajarkan untuk selalu mohon ampun kepada Allah
dalam sehari minimal 100 kali.
Untuk menghindari
kesalahan berpikir maka patut kita teladani cara berpikir yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad saw. Mungkin selama ini jarang kajian yang secara spesifik
meneliti cara-cara berpikir Nabi Muhammad saw, padahal hadis-hadis Nabi yang
terseleksi (shahih), jika diamati sesungguhnya mengandung ajaran-ajaran tentang
berpikir.
Sumber ajaran berpikir
yang menjadi rujukan Nabi Muhammad saw tentu berdasar kepada Al-Qur’an. Setiap
prilaku bersumber dari pemikiran, maka dari itu, Nabi Muhammad dianggap sebagai
manusia Qur’an, karena seluruh pemikirannya bersumber dari Al-Qur’an. Demikian
juga dikatakan dalam hadis bahwa akhlak Nabi Muhammad saw adalah Al-Qur’an.
Penulis tahu ada orang
yang mengharamkan berpikir (berlogika) dalam memahami ajaran agama. Tapi baca saja
Al-Qur’an dengan artinya, banyak ayat yang memerintahkan kepada manusia untuk
berpikir. Jadi mau ikut kemana? kata ustad Evie mah, “Mau kemana atuh gaya?”,
“Seorang melakukan amalan-amalan ahli surga
sebagaimana tampak bagi orang-orang tetapi sesungguhnya dia termasuk penghuni
neraka, dan seorang lagi melakukan amalan-amalan ahli neraka sebagaimana
disaksikan orang-orang tetapi sebenarnya dia tergolong penghuni surga. (HR.
Bukhari).
Hadis di atas memiliki
tata ajaran berpikir yang termasuk kategori High
Order Thinking. Tentu saja hadis bukan Al-Qur’an, lalu apa? Hadis adalah
pernyataan (pemikiran) Nabi Muhammad saw. Pernyataan di atas jika kita analisis
mengandung konstruksi logika.
No
|
Sebab
|
Akibat
|
1
|
AMALAN AHLI
SYURGA
[TAMPAK]
|
PENGHUNI
NERAKA
[FAKTA]
|
2
|
AMALAN AHLI
NERAKA
[TAMPAK]
|
PENGHUNI
SYURGA
[FAKTA]
|
Sebelum saya jelaskan
apa ajaran yang hendak diberitahukan kepada kita semua dari pernyataan di atas,
saya akan kemukakan sumber ajaran logika dalam hadis tersebut.
“Diwajibkan
atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
(Al-Baqarah, 2:216).
No
|
Sebab
|
Akibat
|
1
|
KAMU BENCI SESUATU
[TAMPAK]
|
AMAT BAIK BAGIMU
[FAKTA]
|
2
|
KAMU MENYUKAI SESUATU
[TAMPAK]
|
AMAT BURUK BAGIMU
[FAKTA]
|
Silahkan bandingkan
konstruksi logika Al-Qur’an, dengan konstruksi logika hadis Nabi Muhammad saw.
Anda pasti menemukan pola yang sama antara hadis dan Al-Qur’an. Itulah ajaran logika
dari Nabi Muhammad saw yang dipandu dari Al-Qur’an.
Selanjutnya dengan
panduan berpikir seperti ini, apa kesimpulan yang dapat kita ambil? Sungguh, banyak sekali variasi kesimpulan yang
dapat kita ambil, dan anda pun bisa mengambil kesimpulan sendiri. Sudah tahu
kan etika dasar dalam mengambil kesimpulan? Ya, kesimpulan harus membawa
manfaat, kebaikan bagi orang banyak, bukan hanya untuk kepentingan diri
sendiri.
Imanuel Kant seorang
filsuf punya kesimpulan, “realitas bukanlah yang kamu lihat, tetapi apa yang
kamu pikirkan”. Ini sebenarnya pola pikir yang sudah ada dalam hadis dan Qur’an.
Pesan moralnya adalah jangan melihat kebaikan dari apa yang kamu lihat, tapi
kamu harus memikirkannya terlebih dahulu. Dan panduan berpikir itu ada dalam
hadis Nabi yang bersumber dari Al-Qur’an.
Jika ingin contoh
lengkap pola pikir ini, lihat di Al-Qur’an bagaimana dialog antara Nabi Musa
dengan Nabi khidr. Selamat berpikir!!!.Wallahu
‘alam.
No comments:
Post a Comment