Oleh:
MUHAMMAD PLATO
Kita
benar-benar harus belajar ilmu berpikir. sebab Allah bertanya kepada manusia, “apakah kamu tidak berpikir?” (Ali Imran,
3:65). Ratusan tahun kita berada
dalam kebodohan, dengan mengesampingkan peranan berpikir dalam memahami
informasi dari kitab suci.
Pembodohan
masih kita rasakan sampai sekarang. Pemahaman-pemahaman rasional tentang agama
dideskriditkan dengan kelompok-kelompok sesat dan di cap sebagai ahli neraka. Apakah kamu tidak berpikir?
Setiap
manusia diciptakan dengan kepala yang di dalamnya terdapat otak. Dalam berbagai
penelitian ilmiah fungsi otak sangat vital dalam kehidupan manusia.
Kelainan-kelainan pada otak bisa berpengaruh pada kelainan jiwa dan raga
manusia. Apakah kamu tidak berpikir?
Rasionalitas
bukan milik siapa-siapa, tapi milik semua manusia yang diberi otak. Tidak
manusia Barat, tidak manusia Timur, semua manusia punya rasionalitas. Saya
tegaskan rasionalitas yang dimiliki setiap manusia tergantung SUMBER
PENGETAHUAN YANG DI MILIKINYA. Apakah
kamu tidak berpikir?
Rasionlitas
itu dibangun oleh pola pikir sebab akibat. Berpikir rasional adalah memahami
dengan cara menghubungkan-hubungkan pengetahuan yang ada dalam otak dengan pola
sebab akibat. Apakah kamu tidak berpikir?
Rasionalitas
adalah pemahaman seseorang terhadap suatu kejadian berdasarkan pola pikir sebab
akibat. Suatu kejadian bisa dipahami dengan mengetahui hubungan kejadian lain sebagai
sebab, dengan kejadian lain sebagai akibat. Jika antar kejadian dihubungkan
memiliki hubungan sebab akibat langsung maka disitulah masuk pemahaman dengan
kategori logis.
Sedikitnya
konsep rasionalitas dibangun oleh tiga sumber pengetahuan. Pertama adalah
rasionalitas pengetahuan alam. Rasionalitas ini mengandalkan pada kebenaran
bukti, data, fakta, di alam. Rasionalitas ini dianut oleh orang-orang materialis,
dan Atheis.
Kedua,
rasionalitas pengetahuan mistis. Rasionalitas ini mengandalkan pada pengetahuan
yang di dapat dari cerita, tradisi, mitos, para leluhur secara turun temurun. Rasionalitas
ini dianut oleh masyarakat tradisional bersumber pada kepercayaan-kepercayaan
yang dianutnya secara turun temurun.
Rasionalitas
agama, bersumber pada pengetahuan dari kitab suci. Umat Islam menambah satu
sumber pengetahuannya dari hadis (perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad saw). Apakah kamu tidak berpikir?
Dalam
perkembangannya, rasionalitas agama kadang bercampur aduk dengan mistis, bahkan
diajarkan secara mistis. dan dijauh-jauhkan dari kebenaran empiris. Rasionalitas
mistis ini banyak ditinggalkan orang karena termasuk menyesatkan baik di dunia
maupun di akhirat. Kata kunci dari rasionalitas mistis adalah
menghubung-hubungkan kejadian tanpa dasar bukti maupun keterangan tertulis.
Dalam
Al-Qur’an, semua kejadian terjadi dengan rasional. Perbedaan rasional dan tidak
rasional disebabkan oleh perbedaan persepsi tentang sebab dan akibat.
Bagi
kaum rasional empiris, sebab dan akibat yang benar adalah jika memenuhi
kenyataan empiris. Kebenaran itu harus mereka teliti, melalui metode penelitian
yang telah mereka sepakati. Pendekatannya induktif.
Dalam
rasionalis agamis, sebab akibat kejadian secara general sudah dijelaskan di
dalam kitab suci. Penelitian dilakukan untuk menggali kebenaran-kebenaran
empiris, untuk memperdalam tentang kebenaran-kebenaran hukum yang sudah
ditetapkan oleh Tuhan.
Bagi
kaum rasionalis agamis, penelitian bukan hanya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan kebenaran-kebenaran empiris tentang hukum Tuhan,
tetapi hal yang lebih penting untuk meningkatkan keyakinan dan ketundukkan
manusia kepada kehendak Tuhan.
Kaum
rasionalis agamis, lebih terbuka terhadap perbedaan pendapat, karena kebenaran
tidak di daulat sebagai hak milik seseorang, tetapi mutlak miliki Tuhan.
Perdebatan tidak akan berujung pada konflik terbuka, karena semua menyadari
tidak ada yang bisa mengklaim paling benar kecuali Tuhan.
Kaum
rasionalis agamis lebih cenderung damai. Pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak semata untuk kepentingan pribadi tetapi selalu diajarkan oleh
Tuhan untuk kepentingan bersama, kepentingan umat manusia, tanpa membedakan
warna kulit, suku, ras, dan agama.
Jadi
rasionalitas bukan milik kaum liberal, rasionalitas milik setiap manusia,
dengan jenis rasionalitas yang dimilikinya, sesuai dengan
pengetahuan-pengetahuan yang dijadikan sebagai sumber pemikirannya. Apakah kamu tidak berpikir? Wallahu ‘alam.
(Master
Trainer @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment