OLEH:
MUHAMMAD PLATO
Mendengar
cerita kawan yang sudah menjadi kakek dari cucu campuran Indonesia Jepang.
Beliau terpaksa harus berangkat ke Jepang untuk menemani cucunya yang masih
taman kanak-kanak karena ditinggal tugas kedua orang tuanya.
Saya selalu
sengaja bertanya kepada kawan-kawan yang pernah berkunjung ke luar negeri
tentang pendidikan. Kawan saya bercerita bahwa cucunya ketika ditanya apa yang
dipelajari di sekolah, jawabannya adalah sedang belajar MENDENGAR. Kegiatan belajarnya adalah guru bercerita dan anak-anak
harus mendengar. Sekali lagi kegiatan siswanya HANYA MENDENGAR. Pelajaran kedua adalah membersihkan wc, dan
pelajaran ketiga adalah mengajarkan antri.
Kalau di
Indonesia, TK yang hanya mengajarkan mendengar, bersihkan wc, dan antri, sudah
pasti tidak akan laku. Orang tua akan protes dan memindahkan anaknya ke TK yang
mengajarkan menulis, berhitung, dan membaca.
Apa yang
diajarkan di TK, ternyata benar-benar menjadi karakter anak-anak remaja dan
dewasa di Jepang. Ketika salah seorang guru melakukan kunjungan
ke sekolah swasta di Jepang, Beliau menyaksikan, anak-anak Jepang setingkat
SMA, mereka sangat disiplin MENDENGAR, tidak ada satu orang siswa pun berbicara
jika di depan ada orang yang sedang berbicara. Semua fokus MENDENGAR.
APAKAH KAMU TIDAK MENDENGAR? MENDENGAR ADALAH KARAKTER-NYA |
Kemudian Dia
menyaksikan sendiri, ada orang yang sudah berumur separuh baya sedang asik
mengepel tangga, padahal tangga terlihat sudah bersih. Ketika anak-anak
melewati tangga, orang tersebut menyingkir membiarkan anak-anak lewat. Ternyata
orang yang sedang mengepel lantai tangga itu adalah pemiliki sekolah, sekelas
ketua yayasan di Indonesia. Rupanya budaya hidup bersih yang diajarkan sejak TK
betul-betul menjadi budaya ketika dewasa.
Kembali ke
masalah MENDENGAR, penulis menyaksikan sendiri dalam pembelajaran anak-anak SMA
di Indonesia kompetensi mendengarnya sangat rendah. Dalam 30 menit, anak-anak
SMA kita tidak bisa bertahan konsentrasi untuk mendengar. Selalu terjadi
diskusi masing-masing. Suasana shalat Jumat di sekolah favorit, seperti di
dalam pasar, anak-anak tidak bisa konsentrasi mendengar khutbah Jumat sekalipun
di awal sudah diperingatkan, “Jangan Berbicara Waktu Khutbah”.
Demikian juga
kompetensi mendengar di kalangan pendidik. Ketika penulis diminta sambutan
dalam acara peringatan hari guru, sedikit sekali yang bisa bertahan mendengar
sampai pidato selesai. Tidak jauh berbeda kondisinya pada saat rapat dinas para
pengelola sekolah. Suasana rapat seperti di warun kopi, ketika pimpinan berbicara
di depan selalu terjadi diskusi kecil antar teman yang membuat suasana tidak
hening. Bahkan suara diskusi kecil antar teman dengan suara pidato pimpinan bersaing
sama keras.
Jika bercermin
ke pola pendidikan di Jepang, wajar kemampuan mendengar dalam dunia pendidikan
kita sangat rendah, karena pendidikan karakternya tidak jelas, apa yang
diajarkan sejak dari pendidikan usia dini. Pendidikan usia dini kita beraneka
ragam bukan mengacu kepada teori pendidikan tetapi kepada keinginan pasar yang
kadang-kadang tuntutan pasar tersebut di luar kententuan teori pendidikan.
Dalam seminar di Cianjur, Prof. Fahmi Basya pernah menyampaikan bahwa mendengar adalah
masalah penting dalam pendidikan. Secara singkat dan jelas Beliau menjelaskan
bahwa MENDENGAR ADALAH SEBUAH KOMPETENSI.
Alasan Beliau
bahwa mendengar adalah bagian dari kompetensi, karena mendengar adalah salah satu
sifat Allah. Seperti dijelaskan dalam nama sepasang dalam Al-Qur’an yaitu;
wallohu
samiiun ‘Alim (Ali Imran, 03.34)
“dan
Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”
innalloha
kana samiiam Bashiiro (An Nisaa, 04.58)
“sesungguhnya
Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”
“innahu
samiiun Qoriib (Saba, 34.50)”
“Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat”
Di Jepang,
manusia-manusia berkualitas berilmu pengetahuan, karena mereka memiliki
kemampuan MENDENGAR. Siapa yang memiliki karakter karakter Nya, dia akan
mendapat kebaikan. Pendidikan di Jepang telah mengajarkan anak didiknya dengan
karakter Allah sebagai Maha Mendengar.
Pendidikan
kita harus segera kembali kepada pendidikan karakter-karakter Nya. Karakter
yang dilandasi oleh nama nama Tuhan sepasang. Apalaa tasma’uun? Maka apakah
kamu tidak mendengar? (Al Qashash, 28:71). Orang-orang yang tidak bisa mendengar tidak bisa berbicara, dan tidak berkuasa atas sesuatu! Wallahu “alam.
(Penulis
Master Trainer @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment