OLEH:
MUHAMMAD
PLATO
Diskusi serius, forum
diskusi, debat di televisi, sampai obrolan di warung kopi, terlalu fokus menyoroti, mengomentari,
menghujati, mencelai, pemimpin. Padahal pemimpin yang dihujati, adalah hasil
pilihannya sendiri dari sistem demokrasi. Terlalu asyik rakyat kita melihat ke luar
dirinya. Bangsa ini telah terjebak menjadi bangsa buruk sangka, pendengki,
pemarah, dan suka saling menyalahkan.
Oleh karena terlalu
sibuk melihat ke luar, prilaku masyarakat menjadi sangat keterlaluan. Prilaku buruk
diapresiasi buruk, prilaku baik diapresiasi buruk. Padahal Tuhan mengajarkan
manusia untuk berprasangka baik tanpa tergantung pada kondisi dan keadaan. Masyarakat
sudah bergerak menjadi masyarakat yang melampaui batas kepatutan karena
pikirannya dominan bercara pandang buruk.
Terlalu banyak
tulisan-tulisan mengomentari buruknya prilaku pemimpin, tetapi sedikit sekali
komentar tentang buruknya prilaku kerakyatan. Dari dunia luar, kita dipandang sebagai
negara kacau yang tidak pernah bubar-bubar. Kekacauan ini dilihat dari prilaku
kacau rakyat sehari hari yang tidak taat pada aturan.
Prilaku rakyat tidak
jauh dari pemimpin yang dihasilkan. Jika pemimpin dipilih langsung oleh rakyat,
maka kualitas pemimpin menunjukkan kualitas rakyatnya. Maka dari itu, dalam
demokrasi langsung, untuk memperbaiki kualitas pemimpin harus dimulai dari
peningkatan kualitas rakyatnya, karena rakyatlah yang menentukan.
Nabi Musa tidak memberontak kepada Firaun, tetapi membawa hijrah penduduk ke tempat dan jalan yang benar |
Ibn Rusyd membagi jiwa
manusia dalam tiga daya, yaitu daya pikir, amarah, dan syahwat. Maka untuk
memperbaiki kuliatas rakyat, harus dioptimalkan kemampuan daya pikirnya.
Meningkatkan daya pikir tiada lain dengan cara menambah wawasan pengetahuan
ilmu dan hikmah dari berbagai macam sumber untuk mengendalikan amarah dan
syahwatnya.
Buang sampah sembarang,
pasang iklan sembarang, jualan sembarang, parkir sembarang, mungut sumbangan
sembarang, adalah prilaku rakyat tidak beradab di lapangan. Menyuap petugas,
menggunakan fasilitas umum untuk pribadi, menyerobot tanah negara, menghambat
percepatan pembangunan, penambangan liar, penebangan liar, dan pencemaran air. Menghina,
menghujat, membuka aib, memfitnah, dan merencanakan jahat terhadap pemimpin, itulah
gejala-gejala rendahnya peradaban masyarakat.
Prilaku masyarakat
seperti ini harus dikendalikan, karena termasuk faktor yang membuat negara
semakin kacau. Hak rakyat mengeluarkan pendapat harus dijaga, tetapi tidak
melanggar adab-adab sebagai rakyat. Dalam negara demokrasi, untuk membangun
bangsa yang kuat, harus diawali dari rakyat yang sehat dan cerdas, karena
kualitas pemimpin akan dilahirkan dari rakyat yang berkualitas.
Adab menjadi rakyat sangat
minim diajarkan, padahal ilmunya tersebar dalam berita kitab suci dan dunia
riset ilmu pengetahuan. Adab sebagai rakyat harus diajarkan agar kesalahan-kesalahan
dalam organisasi, lembaga, atau negara, tidak terdistribusi ke seluruh sudut
kehidupan.
Adab terpenting yang
harus diajarkan kepada rakyat adalah adab terhadap pemimpin. Adab mentaati, menghormati,
dan menghargai pemimpin. Di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa taat kepada
pemimpin disamakan dengan taat kepada Allah.
“Barangsiapa
menaatiku, maka ia berarti menaati Allah. Barang siapa yang tidak mentaatiku
berarti ia tidak mentaati Allah. Barang siapa yang taat pada pemimpin berarti
ia mentaatiku. Barang siapa yang tidak mentaatiku berarti ia tidak mentaatiku. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ketaatan pada pimpinan
tidak memiliki syarat keadaan. Ketaatan kepada pemimpin tidak dilihat dari
usia, keturunan, kekayaan, dan agama. Ketaatan kepada pemimpin juga tidak
melihat kebaikan dan keburukan prilaku pemimpin. Ketaatan kepada pemimpin
adalah kemutlakkan dari Tuhan.
Rasulullah
saw bersabda; “Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat
petunjuk Ku, dan tidak pula melaksanakan sunnah Ku. Nanti akan ada di
tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya
adalah jasad manusia. Aku Berkata wahai Rasulullah apa yang harus aku lakukan
jika aku menemui zaman seperti itu? Beliau bersabda, dengarlah dan taatlah
kepada pemimpin mu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu.
Tetaplah mendengar dan taat kepada mereka. (HR. Muslim, No. 1847).
Ibnu Abil ‘Izz
mengatakan, “hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat dzalim.
Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih
besar dari kedzaliman yang mereka perbuat. Bersabar pada kedzaliman mereka
dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah tidak membuat
dzalim pemimpin selain karena kerusakan yang ada pada diri kita sendiri juga.
(htttps/rumaysho.com).
Pada masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib, ada seseorang yang bertanya kepada Beliau, “kenapa pada
zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada
zaman Nabi Muhammad saw tidak? Ali ra menjawab, “karena pada zaman Nabi
Muhammad saw yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan
pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian. (htttps/rumaysho.com).
Oleh karena itu Allah
menetapkan untuk mengubah keadaan kaum menjadi lebih baik, hendaklah mengubah
diri sendiri bukan mengubah penguasa yang ada di luar dirinya. Sesuai dengan
firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri”. (Ar ra’d, 13:11).
Namun demikian,
Rasulullah bersabda, “tidak ada ketaatan
dalam rangka maksiat. Kataatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf. (HR.
Bukhari, No. 7257). Jadi jelas, ketidaktaatan hanya boleh kepada kemaksiatan bukan
pada pemimpin. Maka, pemimpin yang berprilaku buruk, dzalim, selama tidak memerintahkan
kepada kemaksiatan, sebagai rakyat terikat ketentuan taat kepada pemimpin.
Ketaatan kepada pemimpin
sangat penting dipahami sebagai adab jadi rakyat agar kesalahan tertumpu pada
satu titik yaitu pemimpin. Jika kesalahan tertumpu pada pemimpin, maka untuk
memperbaikinya sangat mudah yaitu dengan mengganti pemimpin pada periode
berikutnya. Itulah adab sebagai rakyat yang hampir terlupakan karena ajaran
demokrasi yang tidak berpengetahuan. Wallahu
‘alam.
(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment