OLEH:
MUHAMMAD PLATO
Membaca buku terjemahan
karya Ibn Rusyd dalam mengkritisi buku Republik karya Plato, terdapat
kesimpulan dari Ibn Rusyd bahwa ilmu yang harus diajarkan pertama kali adalah
logika (al-Manthiq), sebab logika adalah “ilmu yang dapat meluruskan cara
berpikir (akal) dari kesalahan”. Kesalahan-kesalahan beramal lahir dari
kesalahan-kesalahan berpikir.
Mempelajari filsafat (logika)
adalah mempelajari ilmu yang mendasari amal. Seorang pemimpin membutuhkan
sekali terhadap ilmu yang menjaga aktivitas berpikirnya dari kesalahan, yang
merupakan ilmu yang mendasari amal utamanya, bukan kontemplasi mengenai
“kebenaran-kebenaran yang abstrak”. (Ibn Rusyd, 2016).
Pandangan Ibn Rusyd tidak
bertentangan dengan keterangan hadis yang mengatakan, “Manusia dibangkitkan kembali kelak sesuai dengan niat-niat mereka”.
(HR.-Muslim). Hadis ini bisa jadi dalil yang mendasari pendapat Ibn Rusyd. Niat
ada pada tataran ilmu yang bersifat teoritis, dan amal saleh berdiri di atas
niat-niat (pandangan-pandangan) baik.
Untuk
itulah Ibn Rusyd mendudukan ilmu logika sebagai ilmu yang pertama-tama harus
diajarkan dalam lingkungan pendidikan.
Pentingnya kedudukan ilmu logika sebagai mana keterangan dalam hadis, “niat seorang mukmin lebih baik dari amalnya”.
(HR. Al-Baihaqi dan Ar-Rabii'). Ini juga yang mendasari Ibn Rusyd bahwa ilmu
lebih priotitas dari pada amal, karena ilmu menerangi amal. Dan amal sudah jadi
kemestian menjadi teman sejawat ilmu. Untuk itulah ilmu logika lebih prioritas.
Pendapat ini
didasari pula oleh tujuan pendidikan yang menurut Ibn Rusyd, adalah melahirkan
pemimpin kota (negara). Pemimpin kota adalah manusia utama yang memiliki
kekuatan intelektual dalam mengendalikan hawa nafsu dari amarahnya, dan
menundukkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dari syahwatnya, serta
menjaga keseimbangan antar keduanya.
Untuk itu pula
Ibn Rusyd menyetujui pendapat Plato, untuk mendirikan negara kuat harus
mengangkat pemimpin dari kalangan filosof. Para filosof adalah mereka yang
mencari pengetahuan mengenai wujud, menyelami tentang hakikatnya, dengan
membebaskan diri dari materi. Filosof adalah kaum intelektual yang terbebas dari
kebutuhan materi.
Sementara itu,
sebab utama terjadinya pertikaian dan permusuhan adalah kepemilikan yang
bersifat materi. Para filosof memiliki loyalitas tinggi bukan pada kepentingan
pribadi, tetapi pada tugas-tugas mulia yang diembannya. Maka di tangan para
filosof moralitas bangsa, pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat
bisa diwujudkan. Rakyat pun dituntut untuk loyal bukan pada penguasa tetapi
pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya masing-masing dengan penuh
penghormatan kepada pemimpin yang mengatur negara.
Pelajaran ilmu
logika yang mengarahkan manusia terbebas dari materi harus bersumber pada pengetahuan
suprarasional. Kitab suci Al-Qur’an yang 1000 persen berisi pengetahuan
suprarasional dari Tuhan, belum digali secara maksimal.
Logika berpikir
sebab akibat adalah ilmu paling dasar yang harus diajarkan. Disiplin berpikir
sebab akibat akan membantu membangun mindset
dan karakter manusia calon pemimpin. Berpikir sebab akibat bisa diajarkan dari
tingkat usia dini sampai pasca sarjana, disesuaikan dengan tingkat kecerdasan.
Pelajaran logika
berpikir sebab akibat bisa diajarkan dengan bentuk permainan angka, huruf,
kata, dan kalimat. Objek ilmu logika adalah menghubungkan kejadian dengan kejadian, objek dengan objek. Dengan
menghubungkan kejadian dengan kejadian, kita bisa menemukan pola-pola baku
dalam berpikir, dibuktikan dalam kehidupan, kemudian kita sebut pola tersebut sebagai hukum atau ketetapan. Hukum
dan ketetapan yang tidak berubah inilah yang kemudian disebut dengan ilmu.
Dengan ilmu ini manusia dapat menemukan kesejahteraan hidupnya. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment