OLEH:
MUHAMMAD PLATO
Saya termasuk awam yang belum paham tentang ajaran “wahdah al-wujud”, Saya juga belajar dari awam bahwa ajaran wahdah al-wujud (ketunggalan wujud) termasuk ajaran menyimpang, karena ajaran ini menganggap manusia sebagai Tuhan. Salah satunya diajarkan oleh syeh Siti Jenar.
Menurut kabar burung, Syeh Siti
Jenar mendapat hukuman mati, karena mengajarkan wahdah al-wujud. Sampai
sekarang saya belum mendapat cerita sejarah yang sebenarnya. Apakah Syeh Siti
Jenar mendapat hukuman karena ajarannya atau karena ada kepentingan politik
saat itu. Sebab ketika saya membaca sebuah kisah para pemikir yang dihukum
mati, ternyata bukan murni karena ajarannya, melainkan karena kepentingan
politik.
Diadilinya Ibn Ruysd, karya-karyanya
dibakar, bukan lantaran persoalan agama. Ajaran agama hanya dijadikan topeng
untuk menyingkirkan Ibn Rusyd, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para diktator.
Ibn Rusyd, diadili lebih disebabkan karena karya tulisnya yang mengecam
kediktatoran, ketidakdilan tanpa basa-basi. (Al-Jabiri, 2016).
Kasusnya seperti sekarang,
ulama-ulama yang terlibat kasus pidana dengan berbagai dakwaan, tidak menutup
mata masyarakat, ada kepentingan-kepentingan politik dari dalam maupun luar
negeri. Sebab jika kita teliti, ajaran-ajaran yang dibawa oleh ulama-ulama
tersebut bersumber dari ajaran yang benar. Hanya para ulama tersebut tidak bisa
berkompromi dengan penyimpangan sehingga dianggap menjadi penghambat tujuan
politik. Ujung-ujungnya menegakkan kebenaran perlu perjuangan politik.
Saya membaca dan memahami
beberapa buku karya terjemahan dari Ibn Arabi yang lahir di Murcia Spanyol
tahun 1165, ternyata ajaran wahdah al-wujud
adalah teori yang dikemukakan
oleh Ibn Arabi, inti ajarannya diberi nama tauhid
wujudi. Sumber-sumber pemikiran ajaran tauhid wujudi berasal dari Al-Qur’an
dan Hadist.
MANUSIA SEMPURNA
Beberapa pemikiran yang melatarbelakangi tauhid wujudi adalah perbedaan konsep manusia sempurna dengan manusia binatang. Manusia tahu dari mana keyakinan dan keputusannya berasal. Setiap binatang tahu perkara apapun, tapi tidak tahu dari mana asal perkara tersebut muncul. Karena alasan inilah binatang juga disebut manusia, yaitu suatu kondisi yang juga dimiliki manusia pada umumnya, kecuali oleh manusia sempurna. Siapa manusia sempurna, yaitu manusia yang menerima amanah dari Tuhan sebagai khalifah, menggantikan manusia universal yang besar. Manusia sempurna menikmati rezeki Ilahiah berupa ilmu-ilmu yang lahir dari kerja berpikir, perasaan, dan pemikiran yang benar.
MANUSIA MINIATUR TUHAN
Ibn Arabi melandasi pemikiran Tauhid Alwujudnya dengan mengatakan, Tuhan merupakan cermin bagi alam semesta, yang di dalam cermin itu tampak segala rupa dan bentuk alam. Wujud-wujud mukminat melihat dirinya sendiri di dalam cermin wujud Tuhan. Alam semesta menurut mayoritas ulama adalah manusia yang berbadan besar (Insan Kabir), dalam dalam pengertian maknawi maupun secara fisik. Allah berfirman:
“sesunggunya penciptaan langit dan bumi lebih besar dibanding peciptaan
manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (Al Mukmin,
40:57).
Manusia adalah miniatur dari alam
semesta. Sebagaimana miniatur, manusia adalah makhluk yang diciptakan paling
akhir. Sedangkan Alam semesta adalah miniatur Tuhan. Jadi manusia sempurna
adalah miniatur alam sekaligus miniatur Tuhan.
Ajaran tauhid wujudi tidak mengatakan manusia adalah Tuhan, tapi menjadikan manusia bermoral tinggi, karena memahami hakikat siapa dirinya. |
MANUSIA SERUPA TUHAN
Dasar pemikiran Tauhid Alwujud bersumber pada sebuah hadis, “sesungguhnya Allah Menciptakan Adam atas rupa-Nya”. (HR Muslim). Seluruh rupa alam semesta tersimpan dalam diri manusia. Manusia yang sudah berada dalam rupa Tuhan tidak bisa bertindak kecuali searah dengan tindakan Tuhan. Manusia pemilik rupa Tuhan adalah khalifah.
Dalam pemikiran tauhid wujudi,
manusia bukan Tuhan, hal ini sebagai konsekuensi dari manusia diciptakan.
Ciptaan Tuhan memiliki konsekuensi serupa, berlawanan dan berbeda dengan
Penciptanya.
MANUSIA BAYANGAN TUHAN
Tuhan menciptakan manusia sempurna
atas rupa diri-Nya, dan menjadikan manusia ini sebagai dalil petunjuk bagi
siapa saja yang ingin mengenal tentang diri-Nya secara penyaksian langsung
bukan melalui perenungan; yaitu dengan melihat ayat-ayat Tuhan di alam semesta.
“kami akan memperlihatkan ayat-ayat Kami
kepada mereka di dalam alam semesta (ufuk), dan pada diri mereka sendiri”
(Fushshilat, 41:53).
Manusia sempurna yang
merepresentasikan rupa Tuhan bagaikan bayangan suatu benda di alam. Dimana
bayangan tersebut tidak terpisah dari bendanya dalam keadaan seperti apapun,
hanya saja bayangan itu tampak secara kasat mata dan terkadang pula
bersembunyi. JIka bayangan itu tersembunyi maka keberadaannya hanya bisa
dipikirkan. Jika bayangan itu sedang menampakkan diri maka keberadaannya bisa
disaksikan langsung oleh mata orang yang melihatnya. Bayangan adalah ayat-ayat
nyata di alam semesta agar manusia bisa melihat Tuhannya.
“tidakkah engkau melihat Tuhanmu, bagaimana ia menggerakkan bayangan
dan andai ia berkehendak niscaya niscaya Ia menjadikan bayangan itu tak
bergerak. (Al-Furqan, 25:45).
Itulah pondasi-pondasi dasar
pemikiran tauhid wujudi yang dikemukakan oleh Ibn Arabi. Pemikiran ini kemudian
bertransformasi ke Indonesia terkenal dengan ajaran wahdatul al-wujud. Menurut
pemahaman saya, ajaran ini tidak menganggap manusia Tuhan, tapi manusia menyerupai,
miniatur, dan bayangan Tuhan. Sebagaimana dijelaskan dotrin ketunggalan wujud
Ibn Arabi ini tidaklah bersifat panteistik (menganggap segala sesuatu Tuhan),
melainkan monorealistik yaitu menegaskan ketunggalan segala ada dan mengada.
Diibaratkan seperti cahaya dan warna, setiap warna tidak memiliki eksistensi
tanpa cahaya. Dengan demikian segala sesuatu identic dengan wujud dan sekaligus
berbeda diangannya. (Haidar Bagir, 2017).
Dalam konsep menyerupai, miniatur,
dan bayangan, tentu tidak sama dengan yang dirupainya. Bayangan manusia,
bukanlah manusia itu sendiri. Namun bayangan tidak akan terpisah dari pemilik
bayangannya. Oleh karena itulah antara manusia dan Tuhan menjadi tak
terpisahkan, tetapi memiliki perbedaan.
Lalu untuk apa ajaran ini
diajarkan kepada manusia, agar manusia memahami siapa dirinya. Melalui ajaran tauhid
wujudi, manusia bisa memahami bahwa dirinya tidak akan pernah luput dari penglihatan
Tuhan. Orang-orang yang memahami hakikat ini, akan menjadi manusia sempurna
yang memiliki moralitas tinggi, sehingga dirinya tidak mampu lagi sembunyi dari
penglihatan Tuhan dan tidak mampu lagi berbuat jahat mengikuti hawa nafsunya.
Orang-orang seperti ini berbahaya
bagi kekuasaan. Orang-orang yang sudah menemukan hakikat siapa wujud dirinya, adalah
manusia sempurna yang sudah tidak lagi bisa kompromi dengan kebatilan. Bisa
jadi orang-orang seperti ini akan disingkirkan demi langgengnya kekuasaan. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment