OLEH: MUHAMMAD PLATO
“Mengajarnya pandai berbicara”. (Ar Rahmaan, 55:4). Inilah ayat yang
mendasari pepatah bahwa hati-hati dengan lidah mu, karena lidah mu adalah
pedang mu. Maka Allah mengajarkan kepada manusia berbicara. Maka dari itu,
kitab suci Al-Qur’an adalah bahan ajar bagi orang-orang yang mau belajar
berbicara.
Untuk itulah pelajaran
berbicara yang pertama kali harus diperkenalkan kepada anak-anak adalah
kata-kata pembicaraan yang ada dalam Al-Qur’an. Anak-anak kecil yang baru
mengenal bicara hendaknya diperkenalkan kata-kata pendek dari Al-Qur’an. Materi
ajar berbicara ini harus diterapkan di setiap tingkat mulai dari pendidikan
usia dini.
Pada seluruh tingkatan
pendidikan, pelajaran berbicara harus mulai diperkenalkan cara-cara berbicara
yang sesuai dengan kaidah. Pelajaran bicara di tingkat dasar diperkenalkan
dengan pelajaran menyusun kalimat sederhana yang benar sesuai dengan pola berpikir
baku.
Jujur adalah bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Berbohong pun kalau ada aturannya sama dengan kejujuran. sumber gambar google. |
Semakin tingggi tingkatan pendidikan,
pelajaran bicara diajarkan dengan melatih menyusun kalimat dalam bentuk paragraf
dengan pola hubungan sebab akibat antar kalimat. Pada tingkat lanjut terus
dilatih menggunakan paragraph dengan pola pikir deduktif atau induktif.
Setela diajarkan pola-pola
berpikir dalam berbicara, selanjutnya anak-anak harus diajarkan tetang objek
pembicaraan. Objek pembicaraan tidak boleh berisi tentang keburukan, harus
berisi tentang kebaikan. Hal ini didasari pada keterangan dalam kitab suci
AL-Qur’an.
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di
waktu petang dan pagi hari". (Ali Imran, 31:41)
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur). (Adh Dhuhaa, 93:11)
Dua keterangan di atas memberi
petunjuk tentang objek pembicaraan. Menyebut-nyebut nama Tuhan dan semua
kenikmatan yang telah kita rasakan sebagai pemberian dari Tuhan adalah bagian
dari segala objek pembicaraan.
Realitas hidup terdiri dari
dua yaitu sulit dan lapang, susah dan senang, gagal dan sukses. Objek
pembicaraan yang bisa menjebak manusia ke dalam keluhan, dan menyalahkan orang
lain, terjadi dalam kondisi sulit, susah, dan gagal.
Agar kita terbebas dari objek
pembicaraan yang dilarang Tuhan, maka kita harus berfokus pada realitas hidup
yang objeknya kelapangan, kesenangan, dan kesuksesan. Dari penjelasan para ahli
tafsir, dalam surat Alam Nasrah ayat 5, ditafsir bahwa “sesungguhnya BERSAMA
kesulitan itu ada kemudahan”.
Kata BERSAMA, menjadi kode bahwa antara kondisi susah dan lapang, gagal
dan sukses, terjadi secara bersamaan. Jika Tuhan memerintahkan selalu
menyebut-nyebut nikmat yang diberikan sebagai objek pembicaraan, sangat bisa
dipahami karena tidak ada manusia yang tidak menerima nikmat dari Tuhan, karena
setiap kesulitan bersamaan adanya dengan kesenangan. Tinggal kita berfokus pada
kesenangannya bukan pada kesusahannya. Sehingga objek pembicaraan kita setiap
saat tidak akan lepas dari menyebut-nyebut kenikmatan yang kita dapat dari
Tuhan dalam kondisi apapun.
Mindset ini akan menghindarkan
manusia dari jebakan kondisi sulit, yang sering mendorong manusia untuk fokus
pada kesulitan dan kesusahan, sehingga objek pembicaraan terjebak pada
menceritakan kesulitan, kesusahan, derita, (keluhan) dan menyalah-nyalahkan orang
lain.
Menyebut-nyebut kenikmatan
dari Tuhan Inilah tuntunan berpikir, dan berbicara, yang diajarkan Tuhan kepada
manusia, agar kita selalu menjadi orang-orang yang bersyukur dan hidup dalam
kelimpahan. Dan Sebutlah nama Tuhan mu yang banyak agar kamu termasuk
orang-orang yang beruntung.
Super Sekali Pak..Love u full
ReplyDelete