OLEH:
MUHAMMAD
PLATO
Penting mana niat atau
amal? Pertanyaan ini saya lemparkan kepada kawan-kawan seperjuangan untuk
mengajak berpikir dengan tertib dan teratur sesuai kehendak Tuhan. Jawaban dari
pertanyaan ini ternyata beragam. Ada yang mengatakan amal lebih penting karena
niat tanpa amal tidak akan berarti apa apa. Ada yang mengatakan dua-duanya
penting, karena niat dan amal bagaikan dua sisi dari mata uang. Ada juga yang
pilih niat, karena tidak ada amal tanpa niat. Begitulah tiga jawaban dari
pertanyaan yang saya lemparkan di media sosial.
Ketika saya konfirmasi,
apa dasar berpikir (dalil, teori) yang mendukung pendapat Anda? Jawabannya ada
yang mengemukakan sebatas pandangan pribadi, ada juga yang memerintahkan
kembali kepada saya untuk mencari dalam hadis dan kitab kuning. Dari
jawaban-jawaban ini, saya menilai bahwa keberagamaan kawan-kawan kita masih
lemah, karena belum punya pola pikir yang kuat. Gaya beragama seperti ini sangat
rentan dan perlu pembelajaran.
Alhamdulilah dari
peserta diskusi dalam media sosial ada yang menjawab dengan memposting hadis dan
ayat suci Al-Qur’an lengkap dengan pendapat ahli tafsirnya. “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung
niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya kepada
Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa
hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya
adalah kepada apa yang ia hijrahi.” (HR. Bukhari).
Dari postingan hadis
ini, mereka bisa menyimpulkan niat lebih penting dibanding dengan amal, karena
tidak ada amal tanpa niat yang benar. Saya berpikir dengan kesimpulan ini semua
peserta diskusi di media sosial sudah paham.
Namun muncul komentar
berikutnya, “Islam agama praktek bukan agama teori”. Rupanya masih terjadi
perbedaan persepsi. Komentar selanjutnya, “niat saja untuk berbuat baik sudah
dapat kebaikan tetapi nilainya rendah”.
Baiklah, dalam diskusi
ini sebenarnya saya ingin mengajak kepada para pemeluk agama (untuk belajar
berpikir baku dan benar. Berpikir pada dasarnya adalah mencari sebab dan
mencari akibat. Setiap pendapat manusia tidak lepas dari berbicara sebab dan
akibat. SEBAB selalu ada di awal dan AKIBAT selalu ada di akhir.
Patokan berpikir baku,
sebab yang ada di awal adalah Allah, dan akibat yang ada di akhir adalah Allah.
Allah menjadi pembatas kemampuan berpikir manusia. Selama manusia masih mampu
memahami dengan akalnya silahkan lakukan, dan pasti akan menemukan ketidaktahuan
yang pada saat itu manusia akan menemukan Allah Yang Maha Tahu.
Dalam berpendapat kita
harus menempatkan argumen, fakta, teori, dalil, sebab sebagai awalan dalam
mengemukakan pendapat, dan mendudukan pendapat (akibat) dengan jelas memiliki
hubungan langsung dengan sebab. Dalam kasus niat dan amal, saya sebenarnya
mengajak kepada kawan-kawan untuk menentukan mana sebab dan mana akibat. Dalam
segala hal untuk menentukan mana awal atau sebab, kita harus merujuk kepada
dalil, teori, yang menjadi landasan berpikir yang kuat.
Ketika kita mengatakan
amal lebih penting dasarnya apa? Demikian sebaliknya ketika mengatakan niat
lebih penting apa dasarnya? Dari diskusi di media sosial saya analisis
cara-cara berpikir kawan-kawan ada yang kuat dan lemah.
Pertanyaan : Mana yang
lebih penting niat atau amal?
Pemikir
|
Jawaban (Akibat)
|
Alasan (Sebab)
|
Keterangan
|
1
|
Amal pak,
|
kalo hanya niat saja tidak cukup
|
Lemah
|
2
|
Niat pak
|
Karena satu niat yang baik sudah
bernilai amal
|
lemah
|
3
|
Dua-duanya sama penting
|
Silahkan cari di hadis dan kitab
kuning
|
lemah
|
4
|
Niat pak
|
Segala sesuatu haru dibarengi niat. “Amal
tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai niatnya”. (Hadis)
|
Kuat
|
5
|
Amal
|
Niat bisa berubah tergantung situasi
dan kondisi
|
Lemah
|
6
|
Niat pak
|
“Dan tiadalah mereka (manusia)
diperintah kecuali untuk beribadah menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ibadah hanya semata-mata untuk-Nya. (Al-Bayinah, 5). Qurtubi berpendapat ayat
ini menjadi dalil yang bahwa niat itu wajib dilakukan dalam sekalian ibadat,
karena ikhlas itu merupakan pekerjaan hati, yaitu sengaja bahwa semua itu
dikerjakan semata-mata karena Allah tidak karena yang lain (Qurthubi, Juz XX
hal : 144).
|
Kuat
|
7
|
Islam agama praktek bukan teori
|
Orang yang mengajarkan satu ayat
pahala jauh lebh besar dari pahala orang yang sholat sunat 1000 rakaat
|
Lemah
|
Dari hasil analisis di
atas, kita dapat melihat mana yang pendapatnya kuat dan lemah. Dalam hal ini
saya ingin mengajak kepada kawan-kawan untuk mengenal cara berpikir yang benar.
Setiap pendapat adalah
produk pikiran. Hasil pemikiran kita berkualitas jika kita punya dasar
pemikiran. Dasar pemikiran tersebut adalah teori atau dalil yang diakui kebenarannya.
Pemikir yang mengatakan niat lebih penting disebabkan pada keterangan hadis dan
Al-Qur’an, itulah cara berpikir yang memenuhi kaidah, sehingga pendapatnya
kuat. Pemikir yang tidak mengeluarkan teori, dalil, dianggap pendapatnya lemah,
tidak berkualitas, dan pemikir itu dianggap kurang pengetahuan.
Setelah berpendapat memenuhi
kaidah pola berpikir, masalah benar tidaknya pendapat bisa dibantu dengan
penjelasan rasional selanjutnya, jika tidak bisa, terjadi perbedaan, maka harus
dikembalikan kepada pemilik kebenaran. Diskusi semacam ini akan mencerdaskan
umat, menambah pengetahuan, dan mengajak kepada semua untuk berpikir mencari
terus kebenaran, dan saling menghargai perbedaan pendapat. Penghargaan terhadap
suatu pendapat akan dihargai bukan melihat orang, tapi penghargaan terhadap sebab
teori atau dalil yang dimiliki seseorang.
Berdasarkan keterangan
hadis dan Al-Qur’an di atas, saya beri kesimpulan bahwa niat harus mengawali
setiap perbuatan. Tanpa niat, tidak akan ada amal, dan niat sendiri adalah
amal. Niat baik jika tidak dikerjakan tercatat satu kebaikan, niat buruk jika
belum dikerjakan tidak ada keburukan. Inilah kemurahan Tuhan yang akan mengadili niat setiap manusia dengan adil.
Berdasarkan pemahaman
di atas, kita dapat memahami betapa pentingnya memelihara niat. Ranah niat ada
di dalam hati dan pikiran, maka urusan niat adalah urusan pengetahuan
seseorang. Untuk itulah kita sebagai umat beragama sangat membutuhkan
pengetahuan tentang kebenaran, agar niat kita beramal tidak salah dan tidak
hanya ikut-ikutan.
“Janganlah
kamu menjadi orang yang "ikut-ikutan" dengan mengatakan "Kalau
orang lain berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka
berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim". Tetapi teguhkanlah dirimu
dengan berprinsip, "Kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat
kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan
melakukannya". (HR. Tirmidzi).
Hadis di atas, merupakan
gambaran kualitas manusia yang memiliki pola pikir benar dan mengetahui
kebenaran. Mustahil ada amal tanpa niat. Jangan lupa berniat sebelum beramal! Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment