Oleh:
MUHAMMAD PLATO
Logika
orang beriman dengan orang-orang sesat pasti berbeda, sebagaimana logika Nabi
Musa dengan Fir’aun (Ramses II). Logika Nabi Musa mendapat bimbingan dari Tuhan, sedangkan logika
Fir’aun berdasar apa yang dipikirkan dan dilihatnya dari pengalaman atau alam.
(rasional-empiris).
Fir’aun
adalah tipe pemikir tanpa memperdulikan pengetahuan dari Tuhan. Fir’aun adalah
tipe pemikir yang menganggap pengetahuan dari Tuhan sebagai khayalan, un rasional,
dan cenderung lebih percaya pada kebenaran material. Fir’aun meyakini bahwa wahyu
dari Tuhan tidak bisa dibahas secara rasional, dan tidak bisa menyelesaikan
masalah-masalah rasional. Fir’aun termasuk sosok manusia kufur.
Nefertiti, Firaun Perempuan sangat Religius Menyembah Satu Tuhan bernama Aten |
Logika
berpikir Fir’aun menghilangkan satu sumber pengetahuan yang datangnya dari
Tuhan. Logika Fir’aun dengan pola pikir sekuler beda tipis, karena orang-orang
sekuler banyak terjerumus juga kepada kelompok Atheis yang tidak mengakui
adanya pengetahuan dari Tuhan.
Untuk
kaum beragama jangan cepat-cepat dulu
mengaku saya beriman, jika belum memahami logika berpikir yang diajarkan dari
Tuhan. Seperti saya katakan tadi, logika orang beriman dengan logika orang-orang
sesat berbeda. Perbedaan logika berpikir orang beriman dan sesat, terjadi pada
zaman Rasulullah, saw. seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an.
“Diwajibkan atas kamu berperang,
padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
(Al-Baqarah, 2:216).
Penilaian
baik dan buruk terhadap suatu kejadian membutuhkan pengetahuan. Setiap orang
akan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Perbedaan
pendapat akan terjadi, atas dasar perbedaan pengetahuan yang dimilikinya.
Orang-orang beriman mengeluarkan pendapat bedasarkan pengetahuan wahyu dari
Tuhan, yang meliputi pengetahuan rasional dan empiris.
Prof.
Kiai. H. Fahmi Basya mengatakan bahwa Alqur’an adalah alam tulisan. Yang
ketelitiannya sama dengan ketelitian di alam itu sendiri. Dengan demikian
Al-Qur’an dapat dijadikan data ilmiah yang handal. Betapa berat beban yang kita
pikul, jika melakukan penelitian alam tanpa tulisan pendamping dari Tuhan.
Dengan adanya alam tulisan ini (Al-Qur’an), yang dijamin ketelitiannya oleh
Allah, berakibat kita mudah menemukan sesuatu di alam. Inilah fungsi Al-Qur’an
bagi orang-orang beriman yang diwajibkan melakukan penelitian.
Orang-orang
yang diberi kitab akan diberi tahu oleh Tuhan mana yang baik dan mana yang
buruk. Dan orang-orang yang mengingkari kitab dari Tuhannya, berpotensi menjadi
orang-orang sesat dengan tanda memandang baik perbuatan buruk. Orang-orang yang
disesatkan Allah, berpikirnya seperti logika Fir’aun yang menganggap Nabi Musa
sebagai pendusta.
“Demikianlah dijadikan Fir'aun
memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang
benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian”. (Al
Mukminun, 40:37)
Fir’aun
adalah tipe manusia sesat yang pandanganya terbalik, yang kekal dibilang fana,
dan yang fana dianggap kekal. Kebatilan di bilang hak dan yang hak dibilang
bathil. Inilah cara iblis menyesatkan manusia.
“Iblis berkata: "Ya Tuhanku,
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya,” (Al-Hijr:39).
Logika
Fir’aun akan menggiring manusia lebih menyukai menumpuk kekayaan dari pada
membelanjakannya di jalan Allah, dan lebih menyukai kehidupan dunia dari pada
kampung akhirat yang kekal.
Logika
Fir’aun akan lebih cenderung membenarkan sesuatu berdasarkan kebenaran empiris
(pengalaman), dan menganggap kisah dalam kitab suci, akhirat, hari pembalasan, sebagai
dongeng anak anak sebelum tidur. Orang-orang yang berpikir menurut petunjuk
Tuhan, diangap gila, sakit, tukang sihir, dan pendusta. Bagi mereka pengikut
Fir’aun tidak ada kebenaran kecuali pembenaran menurut dirinya sendiri dan
terlepas dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pengetahuan dari
Tuhan.
Bagi
pengikut Fir’aun, rasionalitas hanya dapat dipahami dengan akal yang selalu
selaras dengan kenyataan. Padahal rasionalitas adalah milik Tuhan, yang
dibangun oleh satu sebab yaitu Tuhan Semesta Alam.
Pengetahuan-pengetahuan
dari Tuhan dianggap mistis, padahal Tuhan mencakup hal-hal yang rasional dan nyata.
Pengetahuan dari Tuhan bisa buktikan secara rasional empiris, dan bisa
dibuktikan dalam kenyataan alam. Pengetahuan Tuhan meliputi alam ghaib dan alam
nyata. Membuktikan kebenaran wahyu Tuhan berangkat dari keyakinan untuk
menambah keyakinan.
Ayat
yang sering dikutif oleh Prof. Kiai. H. Fahmi Basya tentang pentingnya melakukan
pembuktian kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an adalah, “Agar yakin orang-orang yang diberi kitab, dan bertambah iman
orang-orang yang beriman dan tidak ragu-ragu lagi orang yang diberi kitab dan
orang yang beriman”. (Al-Mudatsir, 74:31).
Logika
orng-orang beriman menjadikan Tuhan sebagai sebab, sedangkan pengikut Fir’aun
menjadikan kenyataan alam sebagai sebab. Bagi pengikut Fir’aun ada yang tidak
rasional, sedangkan bagi orang-orang beriman semuanya rasional karena sebabnya
adalah Tuhan.
Logika
Fir’aun membatasi kehidupan dengan kematian, sedangkan orang-orang beriman
membatasi kehidupan setelah adanya pengadilan dari Tuhan. Pengikut Fir’aun
pengetahuannya dangkal dan terbatas, sedangkan pengetahuan orang-orang beriman
tidak terbatas menjangkau hal-hal yang belum terjangkau oleh pikiran-pikiran
pengikut Fir’aun.
Logika
Fir’aun dibatasi oleh kenyataan, sedangkan logika orang-orang beriman dibatasi
oleh Tuhan, sehingga logikanya menjadi tidak terbatas. Pengikut Fir’aun adalah
mereka yang meragukan kebenaran kitab suci, dan tidak percaya terhadap
eksistensi Tuhan sebagai penyebab segala kejadian semesta alam.
Berdo’alah
semoga logika berpikir kita diberi bimbingan oleh Tuhan, dan kitab suci Al-Qur’an
adalah sebenar-benarnya petunjuk berpikir bagi orang-orang beriman. Semoga
Tuhan Allah swt selalu membimbing kita ke jalan yang lurus dalam berpikir.
Wallahu’alam.
(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan).
No comments:
Post a Comment