Oleh:
MUHAMMAD
PLATO
Setiap hari ketika
berangkat kerja, pagi hari selalu terlihat seorang perempuan separuh baya,
berambut panjang, memakai kerudung, rok panjang, berkacamata dan mengunakan
payung layaknya artis atau pegawai kantoran yang mau berangkat kerja. Pada saat
perjalanan pulang, perempuan itu sama seperti saya melakukan perjalanan pulang.
Dari penampilan,
perempuan separuh baya itu terlihat cantik namun dari segi kesehatan dan
kebersihan, terlihat secara kasat mata bahwa perempuan tersebut sedang
mengalami gangguan jiwa.
Dari penampilan pakaian
sehari-hari yang dia pakai, saya tebak bahwa ada harapan-harapan yang tidak
bisa dia capai dalam hidupnya. Dari tampilannya, harapan perempuan itu sepertinya
ingin menjadi artis, wanita karir, atau seorang ibu rumah tangga sejahtera.
Gangguan jiwa terjadi
akibat penderitaan hebat yang tidak bisa diatasi. Penderitaan lahir karena hilangnya
harapan terhadap apa yang diinginkan. Hilangnya harapan mencintai seseorang
bisa jadi sebab ganguan jiwa, demikian pula hilangnya harapan pada harta. Untuk
itulah apapun keinginan kita harapannya harus kepada Allah swt. Sebaik-baiknya
harapan hanya ingin dekat dengan Allah saja.
Walaupun belum
melakukan riset saya punya kesimpulan bahwa sebab terjadinya gangguan jiwa
terletak pada ada atau tidaknya harapan pada diri seseorang. Dasar kesimpulan
saya ini didasari oleh pola pikir deduktif yang bersumber pada keterangan
Al-Qur’an.
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong,
maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”. (Al An’aam, 6:44).
Putus asa adalah siksaan
jiwa yang bisa berakibat fatal, seperti mati dalam kekafiran (bunuh diri).
Itulah kebiasaan yang dilakukan pemuda Korea dan Jepang.
Hilangnya harapan sering
direspon negatif menjadi penderitaan berupa perasaan-perasaan tidak nyaman.
Perasaan tidak nyaman, akan sangat terasa berat jika yang diinginkan sudah
melibatkan perasaan, pikiran, dan pengalaman.
Seseorang yang menjalin
ikatan dengan melibatkan perasaan, pikiran, dan pengalaman, akan cenderung
mengalami penderitaan berat jika suatu saat terjadi keretakan dalam ikatan.
Semakin lama ikatan perasaan, pikiran, dan pengalaman terbangun ikatan akan
terbentuk semakin kuat, karena ikatan ini tidak lagi tersimpan dalam memori
otak, tetapi dalam memori hati (perasaan yang dalam).
Manusia yang mengalami kondisi
di atas, ketika mengalami pemutusan ikatan secara mendadak akan mengalami
goncangan jiwa hebat. Kehilangan benda, cerai, meninggal, lengser dari jabatan,
secara mendadak, bisa menjadi goncangan jiwa. Inilah sebab-sebab terjadinya
penderitaan, yang berujung pada stress dan kegilaan.
Untuk menghindari
goncangan jiwa hebat, Tuhan memberi norma-norma baku yang harus selalu ditaati
oleh manusia. Pertama, jangan berlebihan dalam segala hal,
termasuk dalam menjalin hubungan sesama makhluk Tuhan. Mencintai,
menyayangi, menghormati, memuja, sesuatu dengan berlebihan akan membuat ikatan
batin sangat kuat dan menjadi hubungan ketergantungan. Ketergantungan kepada
sesuatu selain Allah adalah penyimpangan besar yang bisa berakibat fatal.
Ketergantungan kepada selain Allah, bisa melahirkan sikap putus asa, karena
yang digantungi akan mengalami kepunahan.
Kedua,
jangan pernah putus asa. Kondisi defresi yang dialami BJ
Habiebie ketika ditinggal Ibu Ainun, adalah bentuk goncangan jiwa akibat
putusnya hubungan batin yang sudah melibatkan perasaan, pikiran dan pengalaman.
Hubungan ini telah menjadi hubungan nyaman dan saling ketergantungan. Hubungan
ketergantungan antar sesama manusia adalah hubungan tidak sehat yang harus
selalu dihindari.
Hubungan yang sehat sesama
manusia adalah hubungan yang tidak melahirkan saling ketergantungan, karena
ketergantungan harus disandarkan hanya kepada yang abadi yaitu Tuhan Yang Maha
Esa. Ketergatungan kepada yang abadi inilah yang akan membuat harapan seseorang
tidak akan pernah putus, dalam kondisi apa pun.
Orang-orang yang
berhasil mempertahankan ketergantungannya kepada Tuhan YME, mereka bisa optimis
dalam kondisi sulit sesulit apapun. Inilah dua aturan yang harus dijaga dalam
menjalin hubungan sesama makhluk Tuhan.
Namun demikian manusia
tempatnya khilap dan kadang melampaui batas, tapi Tuhan memberi semangat kepada
mereka yang tetap bergantung kepada Allah, “Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az Zumar, 39:53).
Semoga kita menjadi
orang-orang yang tetap bergantung kepada Allah, sekalipun melampaui batas.
Semoga tetap menjadi manusia-manusia optimis dalam segala kondisi. Salam
sejahtera untuk mu semua kawan seperjuangan, murid-murid “terbaik”. Semoga tetap
optimis sekalipun dalam derita dan dosa. Semoga menjadi manusia-manusia
berkarakter tangguh yang dirahmati Allah. Wallahu ‘alam.
(Penulis Master Trainer @logika_Tuhan)
No comments:
Post a Comment