OLEH:
MUHAMMAD
PLATO
Makna
kata “pembantu” di Indonesia, mengalami penyempitan karena dikaitkan dengan
pekerjaan yang dianggap rendah, terutama disandingkan kepada para pembantu
rumah tangga. Persepsi rendah terhadap kata pembantu membawa bias kepada
rendahnya keudukan perempuan yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Inilah
persepsi jahiliyah yang masih bertahan pada abad ini.
Laki-laki
yang menikahi perempuan pembantu, diolok olok sebagai selera rendah. Padahal
semua perempuan yang dinikahi laki-laki statusnya menjadi pembantu rumah
tangga. Sekalipun pekerjaan rumah tangga, sebenarnya tanggung jawab laki-laki
sebagai pemimpin, tetapi kecenderungan, istri lah yang menyiapkan pakaian,
makanan, minuman, dan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan
rumah tangga para istri dipandang mulia dihadapan Allah.
Persepsi
masyarakat tentang rendahnya pembantu, pekerjaan rumah tangga, rupanya telah
menjadi memori kaum perempuan umunya saat ini. Kondisi ini menjadi ciri
jahiliyahnya pemikiran kaum perempuan dalam hal memandang pekerjaan.
Memandang
rendah terhadap kedudukan manusia dilihat dari pekerjaan, termasuk pandangan
materialis. Pandangan ini hanya melihat kedudukan tinggi atau rendah sesesorang
dilihat berdasar fakta dan logika empiris, tanpa bimbingan dari Tuhan melalui
wahyu. Logika yang dipakainya adalah kebenaran logis material berdasarkan apa
yang dilihat.
Sesungguhnya
kata pembantu, memiliki makna kedudukan tinggi, karena tecatat dalam doa Nabi Musa
yang memiliki keterbatasan dalam berbicara, memohon didatangkan pembantu untuk
menyampaikan kebenaran kepada Firaun. “dan
jadikanlah untukku seorang pembantu
dari keluargaku,” (Thaahaa, 20:29). Nabi Harun kemudian diutus oleh Allah
menjadi pembantu Nabi Musa.
Saling
membantu adalah prinsip umum dalam kehidupan manusia. Praktek ini berlaku dalam
hal kebaikan maupun keburukan sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur’an. “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak
akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
(Al Israa, 17:88).
Pembantu
rumah tangga, satu konsep dengan kata pembantu dalam kebaikan, seperti Nabi Harun
menjadi pembantu Nabi Musa dalam menegakkan kebenaran. Kata pembantu yang mengalami
penyempitan makna menjadi rendah digandengkan dengan pekerjaan rumah tangga
adalah kejahiliyahan nyata di abad 21.
Prinsip
hidup saling membantu, terdapat dalam berbagai variasi kata dijelaskan dalam
Al-qur’an. “Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (An Nisaa, 4:1).
Konsep
saling meminta satu sama lain, adalah petunjuk hidup bagi orang-orang beriman dari
Allah swt. sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat
dan menafkahkan sebahagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka”, (Albaqarah, 2:3).
Menafkahkan
rezeki, memiliki kesamaan konsep dengan jual beli. “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah
mereka mendirikan shalat, menafkahkan
sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau pun
terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan”.
(Ibrahim, 14:31).
Lalu
konsep saling membantu berikutnya, dijelaskan dalam satu kata, “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. (At taubah, 9:103).
Berdasarkan
keterangan ayat-ayat di atas, kita urutkan persamaan konsep tersebut dilihat
dari aktivitasnya melalui bagan di bawah ini.
KONSEP
|
AKTIVITAS
|
PEMBANTU
|
MEMBERI
|
SALING
MEMINTA
|
SALING
MEMBERI
|
MENAFKAHKAN
REZEKI
|
MEMBERI
|
JUAL BELI
|
SALING
MEMBERI
|
SEDEKAH
|
MEMBERI
|
Kesimpulannya,
konsep pembantu, saling meminta, menafkahkan rezeki, jual beli, dan sedekah,
semua berwujud dalam aktivitas memberi. Maka seluruh dasar aktivitas manusia
adalah saling memberi. Logis jika dalam hadis dijelaskan bahwa orang-orang
terbaik di muka bumi ini adalah orang-orang yang paling bermanfaat bagi orang
lain yaitu PARA AHLI MEMBERI.
Dengan
memahami konsep ini, apapun pekerjaan di muka bumi ini, selama tidak melampaui
batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, aktivitas tersebut dipandang
baik dan terhormat dihadapan Allah. Ativitas memberi di dalam Alqur’an
disebutkan dengan kata khusus yaitu kebajikan.
Untuk
itu, persepsi negatif, merendahkan pembantu (rumah tangga) dipandang sebagai
persepsi jahiliyah, yaitu persepsi orang-orang yang tidak diberi pengetahuan
oleh Allah. Dan mereka yang merasa hina, menjadi pembantu (mengerjakan rumah
tangga), atau merasa rendah diri, termasuk manusia-manusia berjiwa jahiliyah.
Pada
hakikatnya semua manusia adalah pembantu, karena tidak ada manusia yang bisa
menghidupi, dan menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Kiyai, guru, dosen,
presiden, menteri, gubernur, bupati, kepala dinas, kepala sekolah, kepala rumah
tangga, pekerja rumah tangga, pekerja pabrik, semuanya pembantu. Dan
sebaik-baiknya manusia, pemegang jabatan adalah pembantu Allah, yaitu mereka
yang menegakkan keadilan sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi apapun pekerjaan kita
di muka bumi ini status kita adalah pembantu.
Di
masa hidupnya dulu, untuk mengukuhkan kesederajatan manusia, mengubah persepsi
negatif terhadap pembantu (budak), dan untuk membuktikan bahwa kedudukan
manusia sama dihadapan Tuhan, Nabi Muhammad saw berani menikahi perempuan golongan
pembantu (budak) yang tidak lazim pada budaya Arab saat itu. Inilah pesan moral
kemanusian yang dalam dari Nabi Muhammad saw. bagi orang-orang berakal. Salam
sejahtera untuk Nabi Muhammad saw. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua.
Wallahu ‘alam.
No comments:
Post a Comment