Oleh:
MUHAMMAD PLATO
Cukup menarik
untuk disimak. Dalam kehidupan masyarakat, kita sering melihat berbagai fenomena
pesta pernikahan. Pesta pernikahan bisa jadi sumber inspirasi kehidupan, bisa
juga sumber malapetaka keluarga, kerabat, dan tetangga.
Sepulang dari
undangan pernikahan, selalu saja ada hal yang dikomentari para undangan,
seperti makanan yang kurang sedap, megah dan sederhananya pesta pernikahan,
tempat yang nyaman atau sempit, dan parkir kendaraan yang sempit. Hal lain yang
tidak luput dari komentar adalah tentang mas kawin yang diberikan pihak
laki-laki kepada pihak perempuan, dan kualitas cindera mata yang diberikan
kepada setiap tamu undangan. Pesta undangan jadi sumber gibah para tamu
undangan.
Menarik juga
untuk diperhatikan, dalam persiapan acara pernikahan, masalah internal antar
keluarga mempelai lazimnya muncul dalam pembiayaan pesta. Dulu biaya pesta
sepenuhnya ditanggung oleh pihak perempuan. Pihak laki-laki akan datang ke
pesta dengan sejumlah bawaan yang sebanding dengan biaya kegiatan pesta. Pihak
perempuan yang mengadakan pesta akan merasa puas bila jumlah bawaan sebanding
dengan biaya pesta. Jika tidak, akan terjadi trending topik sampai perang saudara.
Sekarang, kondisi
ekonomi berubah. Suatu tragedi terjadi, ketika pihak perempuan sudah menyiapkan
pesta pernikahan dengan biaya besar, mempelai laki-laki datang dengan lenggang
kangkung, berbekal seperangkat alat shalat dan beberapa gram emas. Pihak
perempuan meradang karena pengeluaran biaya pesta tidak sebanding dengan jumlah
barang bawaan yang dibawa mempelai laki-laki.
Sejak saat
itu, kegiatan pesta pernikahan menjadi seperti kegiatan politik. Sebelum
pelaksanaan harus dilakukan lobi untuk melakukan perjanjian tentang jumlah uang
yang harus dikeluarkan oleh kedua belah pihak. JIka tidak terjadi kesepakatan,
pernikahan akan diundur, atau akibat terjeleknya pernikahan bisa batal. Dampaknya
antar keluarga jadi musuh bebuyutan.
Setelah sepakat
mengeluarkan sejumlah uang, kedua belah
pihak saling mempertaruhkan dalam hal penggunaan anggaran pesta. Tidak sedikit
kejadian pihak mempelai laki-laki merasa kecewa kepada pihak perempuan dalam
hal tranparansi pengelolaan keuangan pesta. Mungkin nanti, untuk menjaga
trasparansi pengelolaan keuangan pesta akan ada rapat penandatanganan MOU atau fakta
integritas, seperti administrasi bantuan sosial dari pemerintah hehe…
Biaya pesta
kini bertambah bengkak, karena sebelum acara pernikahan ada acara pre wedding. Acara ini diisi dengan
photo-photo mesra sebelum menikah untuk dipampang di kartu undangan atau ruangan
pesta. Banyak yang tidak tahu apa maksud dari acara pre wedding, padahal acara tambahan ini mengada-ngada, tidak
penting, dan bersifat konsumtif. Acara pre
weding ini hanya akal-akalan tukang bisnis. Satu-satunya pendekatan yang
bisa menjelaskan secara rasional adanya pre
wedding adalah keuntungan kapital yang memanfaatkan budaya masyarakat
hedonis.
Fenomena unik
lain terjadi setelah pesta pernikahan berlangsung. Fenomena itu terjadi ketika bagi
hasil dari uang pemberian undangan yang biasa dimasukkan ke gentong dikenal
dengan uang gentong. Setelah pesta usai, uang gentong akan dihitung dan
dibandingkan dengan jumlah total pengeluaran biaya pesta. Jika uang gentong
melebihi jumlah biaya pesta maka kesimpulannya untung. Diakui pesta pernikahan
zaman sekarang sudah berbau hukum ekonomi.
Pesta pernikahan juga ternyata punya dampak sosial. Seorang tetangga berkeluh kesah karena akses lalu lintas kendaraan diblokir total oleh tenda hajatan. Keluhan juga terdengar karena kondisi keuangan mengalami gangguan akibat terlalu banyak undangan pesta pernikahan. Sementara jika tidak datang ke undangan akan jadi sebab keretakan hubungan sosial. Akibatnya untuk menghindari rasa malu dan keretakan sosial, ada saja yang nekat datang ke pesta pernikahan dengan amplop tanpa nama, karena isinya kosong. Hehe…
Pesta pernikahan juga ternyata punya dampak sosial. Seorang tetangga berkeluh kesah karena akses lalu lintas kendaraan diblokir total oleh tenda hajatan. Keluhan juga terdengar karena kondisi keuangan mengalami gangguan akibat terlalu banyak undangan pesta pernikahan. Sementara jika tidak datang ke undangan akan jadi sebab keretakan hubungan sosial. Akibatnya untuk menghindari rasa malu dan keretakan sosial, ada saja yang nekat datang ke pesta pernikahan dengan amplop tanpa nama, karena isinya kosong. Hehe…
Akhir pesta
pernikahan juga, bisa jadi tidak prduktif. Seorang ponakan memaki-maki
tantenya, gara-gara uang gentognya dapat sedikit dan pengelolaan catering pesta
kurang memuaskan. Setelah itu tantenya dicurigai telah mengambil keuntungan
dari acara pesta yang diadakannya. Hubungan silaturahmi pun terputus karena
kedua belah pihak merasa menjadi orang yang di dzalimi.
Kisah sedih
setelah pernikahan dialami pula oleh kedua mempelai. Setelah pesta pernikahan usai
sebuah keluarga terjerat hutang, kemudian hutang tersebut dibebankan kepada kedua
mempelai. Pasangan pengantin pun harus rela tinggal bertumpuk di perumahan
mertua atau sewa rumah petak yang hanya selangkah ke wc, selangkah ke dapur,
selangkah ke kamar dan selangkah ke ruang tamu, alias perumahan RSSSS.
Apakah pesta
pernikahan suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan? Selama ini aturan yang
dipakai dalam pelaksanaan pesta pernikahan adalah standar kepantasan
masyarakat. Alasan lain, mengikuti tradisi, malu sama tetangga, teman kerja, dan
rekan bisnis. Pada kelompok tertentu, alasannya pesta menjadi prestise dan
kebanggaan keluarga.
Dilihat dari
berbagai sisi, saat ini melaksanakan pesta pernikahan bukan lagi kegiatan
produktif. Mulai dari niat pelaksanaan, selama kegiatan, dan setelah kegiatan,
pesta pernikahan sedikit mengandung manfaat bagi masyarakat luas.
Saatnya, konsep
pesta pernikahan harus dikembalikan kepada niat sesungguhnya, tidak menggunakan
pendekatan-pendekatan kapitalis. tapi mengarah pada kegiatan-kegiatan sosial
dan agama. Pada prinsipnya pesta pernikahan adalah kegiatan bersyukur kepada
Tuhan dari sebuah keluarga atas dipertemukannya jodo anak-anak mereka.
Bersyukur pada prakteknya adalah mengeluarkan harta di jalan Tuhan untuk
kesejahteraan masyarakat tanpa berharap balasan dari manusia.
Dengan niat
bersyukur kepada Tuhan, tentu saja ke depan dalam pesta pernikahan tidak ada
lagi logika keuntungan ekonomi yang bersifat materialis. Dalam bersyukur,
logikanya seperti yang dijelaskan dalam kitab suci Al-qur’an surat Al-Baqarah
ayat 261. Intinya barang siapa bersedekah sebutir gandum maka atas izin-Nya,
Allah akan melipatgandakannya sampai 700 kali lipat.
Tempat pesta
pun harus berubah dari gedung-gedung mewah yang dihadiri kolega dikelasnya menjadi
taman-taman yang dihadiri anak-anak yatim dan kaum dhuafa. Rasulullah saw. bersabda,
“Seburuk-buruk makanan ialah makanan
walimah di mana yang diundang hanyalah orang-orang kaya saja sementara orang-orang
yang miskin tidak diundang. Dan barang siapa yang tidak memenuhi undangan, maka
berarti ia telah berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (HR. Muslim). Mengacu
pada ajaran agama, pesta pernikahan harus berdampak sosial dan produktif bagi masyarakat
maupun kedua mempelai. Pesta pernikahan juga harus bernilai edukatif kepada
masyarakat, mengajarkan kita semua selalu peduli kepada kelompok-kelompok
marjinal.
Jika niat
bersyukur dalam pesta nikah tidak bisa Anda wujudkan, maka direkomendasikan tidak
usah ada pesta pernikahanlah. Hal terpenting acara pernikahan adalah akad
nikah, karena itu akan menghalalkan seluruh kehidupan kedua mempelai. Rasululla
saw bersabda: "Sesungguhnya syarat
yang paling patut dipenuhi ialah syarat yang menghalalkan kemaluan
untukmu." Muttafaq Alaihi”
Kemudian
setelah sah menikah, perintah Rasulullah saw adalah "Sebarkanlah berita pernikahan." (HR. Ahmad). Di saat
sekarang untuk menyebarkan pernikahan, cukup beli kuota 50 ribu, dan upload di
media sosial. Seluruh dunia akan mengetahui bahwa anda telah syah menikah. It’s just so simple. Kalau pihak
keluarga punya uang, gunakan untuk investasi atau kredit rumah kedua mempelai untuk
memuliakan wanita yang sudah jadi istri. Wallahu
‘alam.
No comments:
Post a Comment